Amelia tidak segera kembali ke kediamannya walau urusannya telah usai, wanita ini memilih mengunjungi cafe ekslusif yang pernah mempertemukannya dengan Erland. Mencari pria itu adalah satu-satunya tujuannya kini walau dirinya tahu sangat kecil kemungkinan menemukan Erland di sini karena sekalipun pria itu adalah tamu tetap, tetapi tidak mungkin setiap saat berada di sini apalagi dia adalah orang dengan sejuta kesibukan. Embusan udara kecewa dibuang Amelia. “Aku kira kamu akan melepas lelah di sini.” Tatapannya masih menyisir hingga ke setiap sudut ruangan. Wanita ini hanya memesan minuman bersoda bersama sebuah cake, menyantapnya walau kurang menikmati. “Mbak, Kenzo sedang apa?” panggilannya segera mengudara pada ibu asuh putranya. “Sedang bermain non, Den Kenzo aktif sekali, siang dan malam sukanya bermain,” kekeh wanita ini. Kabar yang dibawanya membawa kegembiraan untuk Amelia. “Seaktif apa, Mbak? Amei mau lihat dong!” Antusias segera memuncak, membangkitkan semangat berlipat. Ma
“Sepertinya aku mengenal wanita ini.” Seorang pria menyelidik foto wajah Amelia berbeda dengan yang lainnya, “tunggu, dia mantan pacarku!” Tio mengerjap dalam. William segera menyunggingkan bibirnya. “Kamu yakin tidak salah orang?” “Iya, tentu saja, dia meninggalkanku dua tahun lalu. Dia tahu aku selingkuh!” “Dua tahun lalu?” William menggaris bawahinya karena seakan banyak hal yang berhubungan dengan dua tahun lalu. “Iya, dia menyamar menjadi pelayan di sini, aku tahu, tapi aku abaikan. Ternyata dia sedang memata-matai pacar baruku, sialnya lagi dia nekad putuskan hubungan kami padahal aku cuma main-main sama wanita murahan itu, aku sangat menginginkan Amei, aku sangat mencintainya!” pengakuan Tio di luar dugaan, kini suaranya berubah sendu, “hanya saja waktu itu dia tidak memberiku kesempatan untuk bicara jadi aku tidak bisa mengungkapkannya.” “Apa yang terjadi dua tahun lalu pada Amelia?” William ingin memastikan apakah benar wanita itu tidur dengan Erland-kembarannya? “Entahl
Kecelakaan kecil terjadi, mobil yang dikendarai Amelia menabrak pengendara lain kala di lampu merah karena kecepatannya berbeda dengan yang lain hingga akhirnya si pengendara keluar dari mobilnya, hendak menegur. Namun, ternyata itu adalah Tio-mantan pacar Amelia yang ditinggalkan wanita ini dua tahun lalu. Amelia memilih bungkam kala Tio mengetuk kaca mobilnya, dirinya tidak pernah memiliki niat menemui Tio, apalagi berbicara dengan pria yang telah menyakitinya. “Kenapa harus bertemu dengan Tio, dan kenapa mobil yang aku tabrak punya Tio?” Wanita ini menggerutu sekalian merajuk. “Mbak atau mas, tanggung jawab dong, lihat mobil saya, lampunya sampai pecah!” Tio tidak menyerah walau wajahnya menjadi tontonan orang lain, tetapi dirinya tidak gentar selama dipihak yang benar. “Bagaimana ya, lagian kalau coba kabur juga pasti tidak bisa, yang ada cuma menimbulkan kemacetan.” Terpaksa Amelia membuka kaca mobilnya, kemudian tersenyum kecil ke arah Tio. “Eu, Amei!” Tio membeku sesaat, tet
Amelia tidak sadarkan diri, tetapi Tio baik-baik saja bahkan tanpa luka sedikit pun. Maka, wanita itu segera dilarikan ke rumah sakit, untungnya dirinya hanya pingsan biasa dengan sedikit luka di dahi karena saat mobil terguling itu murni kecelakaan tunggal, kuda besi yang mereka tumpangi tidak tertabrak mobil manapun hingga sangat meminimalkan dampak buruk. Sopia dan Adhinatha segera mengunjungi rumah sakit setelah mengetahui peristiwa yang menimpa putri mereka. “Mei ....” Wanita ini segera meraup Amelia yang sudah mampu mendudukan tubuhnya di tepian ranjang karena memang lukanya tidak serius, dirinya hanya kaget, “sayang, mana yang sakit?” Kali ini Sopia sangat berbeda dari biasanya. “Tidak ada, cuma sedikit di dahi,” jawaban tidak niat Amelia karena dalam pemikirannya masih ada misi yang belum selesai yaitu menemui William atau Erland, tetapi berakhir di sini. “Iya ampun Mei ..., kenapa kamu harus pergi dari sisi papa, akhirnya seperti ini kan!” Bukan maksud mengomeli putrinya ya
Tiga hari berlalu, Amelia baru saja keluar dari kamarnya setelah beristirahat total atas perintah Sopia. Baru saja membuka pintu, bibi datang menghampiri. “Tadi saudari bibi telepon, katanya dia tidak bisa lebih lama lagi menjaga Kenzo, sudah hampir dua minggu.” Wajah Amelia yang mulai terlihat segar kembali memucat. “Bi, apa bibi punya kenalan lagi? Amei belum berhasil bicara pada Erland, bahkan sekarang Erland atau yang orang kenal adalah William akan bertunangan. Bagaimana ini bi?” cemasnya. “Non Amei tenang dulu, bibi akan mencoba mencari bantuan, bibi juga kasihan sama Kenzo.” “Bi ..., tolong ya, Amei cuma bisa bergantung sama bibi.” Wajahnya melukiskan kecemasan luar biasa. Bagaimana tidak, sebentar lagi putranya tidak memiliki pengasuh dan tidak memiliki tempat tinggal. “Iya non ..., tenang dulu ya non ....” Bibi sangat mengetahui keresahan hati Amelia, tetapi di saat seperti ini tenang adalah kunci utama. Sopia baru saja tiba di lantai atas tempat kamar Amelia berada. “Bi,
“Sayang, katakan sesuatu yang akan membuat Erland senang,” pinta sederhana William karena sejak tadi Nitara tidak mengeluarkan sepatah katapun. “Itu ....” Nitara kebingungan karena dirinya memiliki dosa besar pada pria ini, “apa kabar?” Kalimat ragu ini keluar dari bibirnya hingga William tertawa kecil. “Lanjutkan sayang, perkenalkan diri kamu pada Erland.” “Eu-a-aku ..., Nitara. Maaf, aku baru bisa mengunjungi kamu.” Suara yang keluar dari mulut wanita ini terdengar tertekan, itu karena dosa besarnya yang selalu menghantui, tetapi tidak mungkin mengatakannya pada siapapun termasuk pada William bahkan pria yang sedang terbaring ini tidak mengetahui kenyataan bahwa pasangan saudara kembarnya yang merugikan hidupnya hingga hari ini. William tersenyum kecil. “Sentuh tangannya, agar Erland merasakan berjabatan dengan orang baru.” “Heuh?” Nitara mengerjap karena mana mungkin dirinya melakukan itu saat dadanya terasa ditekan oleh kesalahan di masa lalu. “Sayang, lakukanlah.” William se
Hari berganti, seharusnya Nitara kembali meminta izin tidak masuk dari perusahaan, tetapi dirinya inginkan propesional kerja. Libur tiga hari saja sudah membuatnya sangat malu walau Adhinatha memberitahukan seorang staf untuk memberikan izin satu minggu pada siapapun yang akan menikah plus liburan satu minggu setelah menikah. Staf wanita itu menyebutkan jika Nitara meminta izin untuk melakukan persiapan pertunangan, tetapi waktu libur yang diberikan Adhinatha tetap sebanyak dua minggu, tetapi jika ingin masuk silakan, bahkan gajinya dihitung perjam, masuk ke dalam jadwal lembur. Pelaturan ini membuat iri beberapa karyawan lajang karena Nitara adalah karyawan yang baru saja menetas, tetapi mendapatkan libur panjang dan gaji hitungan jam hingga cibiran tidak terelakan, “Kamu sengaja masuk di hari libur kamu, ya. Ck, lintah darat!” “Bu-bukan begitu. Aku sudah selesai memilih gaun untuk pertunangan dan persiapan lainnya di rumah, sisanya cuma tinggal diurus pacar aku, jadi kenapa harus l
Bab 26 Ayah untuk Anakku Bisakah Malam ini Menemaniku ....Seketika lutut Amelia lemas. “Bi ..., mana bisa Amei menitipkan Kenzo di panti asuhan ....”“Bibi sudah mengusahakan yang terbaik non. Bibi sudah banyak menghubungi para tetangga di kampung sekalian menitipkan pesan untuk mencarikan ibu asuh, tapi tidak satupun yang bersedia karena memiliki kesibukan masing-masing.” Kalimat bibi membuat Amelia terisak kecil hingga sampai di ruang dengarnya, “non, bagaimana Erland, apa Non Amei masih belum bertemu Erland lagi?”“Belum bi ..., apalagi sekarang Amei lagi sama papa, Amei tidak bisa kemana-mana ....”“Bagaimana ya, bibi juga bingung.”“Bi, coba tanyakan sama Kak Amanda. Mungkin sekarang Kak Amanda punya kenalan yang bersedia jadi ibu asuh Kenzo.”“Iya, akan bibi tanyakan setelah Amanda pulang karena Amanda pergi sama nyonya.”“Iya sudah bi.” Amelia menutup teleponnya, “Kenzo ..., mama minta maaf, tapi semoga ada jalan terbaik untuk kita.” Wanita ini kembali ke sisi ayahnya walau de