Share

3

Catur menjemput Nina pukul tiga sore, wanita itu tidak pergi ke butik juga membatalkan beberapa janji temu untuk rapat hari ini. Dia membatalkan seluruh kegiatannya dan hanya berdiam diri di rumah.

Dia tidak mampu berpikir dengan jernih, ada tiga orang laki-laki yang bersamanya saat itu dan hanya Tikta yang tertinggal disana. Sedangkan Catur dan satu orang lagi, Gata sama sekali tidak terlihat.

“Apa yang terjadi?” Nina masih penasaran, dia ingin tahu siapa yang melakukan hal itu padanya.

“Lo kenapa sih Nin?” Catur menoleh kearahnya, mereka kini sedang berada di dalam mobil menuju kediaman Julie. Anak sulung Julie, Kiran berulangtahun ke 5 hari ini. Sudah dari jauh-jauh hari mereka mendapatkan undangannya.

“Gue nanti cerita kalau kita sudah sampai ke rumah Julie.” Jawab Nina, tidak menoleh sedikitpun kepada Catur dan hanya melihat jalanan di samping jendela mobil.

“Oke oke,” Catur berkata, tidak bertanya lebih karena dia tahu benar bagaimana seorang Gianina. Dia tidak ingin perempuan itu malah ngoceh tidak jelas jika dia mendesak. “Ulang tahun Kiran setiap tahun kayaknya semakin meriah aja.” Ujarnya sambil membelokkan mobilnya masuk ke dalam perumahan elite dengan rumah-rumah tinggi menjulang.

Di depannya terpampang begitu banyak mobil terparkir dengan tenda besar di depan, tamu-tamu yang wajahnya dikenal publik hadir disana.

“Ini bukan sekedar ulang tahun anak kecil, dari dulu juga ulang tahun Kiran cuma alasan buat bangun koneksi orang-orang itu ke Leo ‘kan?” Nina menanggapi, menunggu Catur menghentikan mobilnya dan parkir di bahu jalan.

Suami Julie, Leonatan Yogaswara adalah seorang wakil bupati muda. Ini tahun ketiganya menjabat, dan setiap kali Kiran berulang tahun para koleganya diundang untuk menghadiri pesta tersebut. Pesta yang hanya menjadi sebuah kamuflase dimana pria itu melebarkan sayap koneksinya untuk bertahan lebih lama di dunia politik.

“Habis jadi bupati dia ngincer apa? Gubernur?” Catur keluar dari mobil, menutup pintu mobil dan merapikan bajunya.

“Gak tertarik untuk tahu lebih lanjut.” Ungkap Nina sambil menaikkan kedua bahunya.

Dia tidak pernah tertarik dengan apa yang diingkan oleh suami Julie, bukan urusannya. Dia hanya ingin bertemu Kiran. Nina tidak begitu suka anak kecil, baginya anak kecil hanyalah separuh manusia belum sempurna. Merepotkan, perlu diurus segala kebutuhannya, tidak bisa diandalkan, jago merengek dan hanya menangis.

Euh. Memikirkannya saja dia sudah bergidik.

Berbeda dengan anak-anak lain, dia menyukai Kiran. Sejak Julie mengandung, dia sudah jatuh cinta pada janin di perut sahabatnya itu. Mungkin karena Julie sempat tinggal bersamanya sampai Kiran dilahirkan.

SELAMAT ULANG TAHUN CHARAKA KIRAN YOGASWARA!

Banner besar itu menyambut kedatangan Catur dan Nina.

“Hei! Kok telat banget sih datangnya?” Julie datang menyambut keduanya.

“Yang penting belom tiup lilin ‘kan?”

Julie menoleh kearah Catur, “Kenapa tuh temen lo? Masih ngambek gara-gara ditinggal balik?” Katanya, meledek Nina yang sepertinya sedang dalam mood tidak baik.

“Daritadi senggol bacok terus.” Catur menjawab sekenanya.

“Tante Nina!!!!” Suara bocah berusia lima tahun itu memekik nyaring ketika matanya menangkap sosok Nina, dia berlari dengan kedua tangan terbentang.

“Astaga sayangku duniaku!” Kini Nina memekik juga, memeluk si kecil Kiran. Sikapnya begitu berbeda ketika berbicara dengan kedua orang dewasa di belakangnya. “Selamat ulang tahun ganteng!” Ucapnya, mencium kedua pipi gembul milik Kiran.

“Tante bawa apa?” Bocah itu bertanya dengan mata berbinar. Tentu saja, bocah ini hanyalah bocah lima tahun yang menanti kado ulang tahun.

“Kado ulang tahun untuk Kiran dari tante baru dikirim besok, karena terlalu besar tidak bisa dibawa hari ini..” Ucapnya, Kiran menatapnya dengan penuh antusias memikirkan apa gerangan kado ulang tahun dari tante kesayangannya itu.

“Lo ngasih Kiran apaan? Jangan aneh-aneh deh, rumah gue gede tapi kalau harus nambah mainan bisa-bisa gue sama laki gue gak bisa napas di dalam.” Julie menginterupsi keduanya dan meminta pengasuh Kiran membawa bocah itu masuk ke dalam, bersiap untuk memulai acara ulang tahun.

“..Kart..” Nina menjawab dengan pelan, tahu kalau Julie akan mengoceh setelah mendengar kado yang dia berikan pada Kiran.

“Ha? Apaan?”

“…GoKart..” Ujarnya dan Julie menjitak kepalanya.

“Gila! Lo gila! Mau disimpen dimana?!”

Catur hanya menepuk dahinya, kedua orang ini jika orang lain tidak mengenal mereka dengan baik mungkin akan menyangka keduanya adalah musuh bebuyutan. Dimanapun dan kapanpun pasti selalu cekcok, entah masalah besar ataupun sepele. Ocehan Julie berhenti ketika MC memulai acara, seperti kebanyakan pesta ulang tahun pada umumnya, Julie dan suaminya Leo naik keatas panggung bersamaan dengan Kiran.

Mereka bernyanyi, meniup lilin dan bermain permainan sebentar sebelum akhirnya sibuk dengan urusan masing-masing. Kini Catur, Nina dan Julie berada di belakang, pendopo milik Julie yang cukup jauh dari rumah utama.

“YANG BENER?!” Suara Catur dan Julie terdengar begitu kencang ketika Nina menceritakan apa yang terjadi dengannya pagi ini.

“Astaga! Jangan bikin malu gue dong, bisa gak sih reaksinya tuh santai?” Nina protes, memutar matanya, dia duduk di depan Catur dan Julie yang tengah merokok. Dia sendiri tidak begitu santai setelah bercerita pada keduanya.

“Terus? Itu lo yakin yang keluar dari selangkan lo, sperma?” Julie duduk di samping Nina, mematikan rokoknya. Dia tahu Nina tidak kuat dengan asap rokok jika terlalu lama.

“Ya gue yakinlah, apalagi yang keluar dari sana? Masalahnya, Tikta keluar dari kamar yang berbeda sama gue.”

“Gue balik jam tiga, yang terakhir disana Tikta sama Gata.” Catur berkata, masih berdiri agak jauh dari Nina dan Julie, menghabiskan sebatang rokok yang terhimpit di jemarinya.

“Bentar, ini masuknya pemerkosaan gak sih? Kita bisa laporin.” Julie kemudian menatap Nina yang terdiam, mengigit bibir bawahnya.

“Kita gak tahu siapa yang ngelakuinnya.” Catur menanggapi, menghisap rokoknya sekali lagi. “Lo gak inget Nin?”

Nina menggeleng pelan, “Gak sama sekali Tur. Gue belom ada obrolan panjang sama Tikta, dia tadi chat gue katanya minta ketemu.”

“Kalau di tempat kejadian cuma ada Tikta, ya berarti dia doang yang bisa jadi tersangka?” Ucap Julie, membuat gestur tanda kutip dengan jari-jarinya ketika menyebut kata ‘tersangka’

Nina menghela napas, “Gue gak inget sama sekali, gue bahkan gak ingat bilang ke Catur kalau gak mau pulang.”

“Tikta gimana? Ingat sesuatu?” Catur menoleh, membuang rokoknya yang sudah hampir habis.

Nina menggeleng lagi.

Buntu.

“Nin, lo ada minum pil KB?” Tiba-tiba Julie bertanya, menggenggam tangan Nina erat.

“Ngapain? Gue gak pernah begitu, gue belom permah ngapa-ngapain.” Ujarnya dengan terkejut.

“Nin, orang yang ngelakuin itu ke lo, dia buang spermanya di dalam. Kita gak tahu lo lagi dalam masa subur atau gak.”

DEGG. Jantung Nina berdegup kencang, hatinya seperti mencelos jatuh ke dasar ketika Julie berkata demikian. Dia tidak pernah memikirkan hal itu sama sekali.

“Gue rasa lo harus ketemu Tikta segera dan cari tahu, kalau emang Tikta yang ngelakuin dan ada apa-apa, lo bisa nuntut dia. Gimanapun, ini termasuknya pemerkosaan dan pelecehan seksual.” Kata Julie lagi.

Nina menggigiti kukunya, menatap kedua sahabatnya kaku, “Gue bilang ke Tikta untuk lupain semuanya dan gue gak akan nuntut apa-apa dari dia.”

Julie dan Catur hanya terdiam, menatap Nina tidak percaya.

[Tolong respon chat saya, saya ingin bertemu hari ini. Tikta.]

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status