Eren terlalu pendiam. Wyatt berharap wanita itu histeris seperti kemarin. Meminta seseorang untuk menghidupkan putrinya kembali. Bertanya pada Wyatt ke mana Anna pergi padahal sudah malam.
Tetapi, Eren bersikap seperti Anna masih hidup. Ia memasak, bernyanyi, dan memanggil-manggil Anna beberapa kali dari dapur.
“Nyonya ....”
Melihat sikap Eren yang seperti ini hanya membuat Wyatt yang berusaha menerima kenyataan menjadi lebih sakit. Rasanya tubuhnya melayang, jantungnya seperti ditumbuk, dilumat, dan kemudian diinjak-injak.
“Ah, Wyatt ... apa kamu bisa membangunkan Anna? Nanti kita akan makan bersama!” Eren tersenyum saat mengatakannya.
Wyatt bisa melihat mata Eren yang sendu. Mata yang sedang berusaha menolak kenyataan kalau anaknya ditemukan telah meninggal karena gantung diri.
“Nyonya, Anna sudah ....”
Suara ambulans menghentikan Wyatt.
Ia dan Eren sama-sama terperanjat kaget. Spatula yang digenggam Eren jatuh, begitu juga dengan tubuhnya yang melorot turun dan jatuh terduduk. Lalu orang-orang membawa masuk tubuh Anna, membaringkannya di ruang tamu yang telah disulap oleh orang-orang yang disewa sebagai ruang duka.
“An-na ... sayang! Ayo makan, Ibu masak makanan kesukaan kamu!”
Orang-orang mulai berbisik-bisik kembali, mengatakan kalau Eren telah gila.
Wyatt benar-benar ingin menyumal mulut orang-orang itu. Andai saja mereka merasakan yang kini Eren derita, mungkin mereka memilih ikut mati.
“Nyonya, Anna sudah tidak ada. Nyonya, Anda harus ....”
“AAA!!! ANNA PUTRIKU TIDAK MATI! DIA TIDAK MATI!”
Wyatt tidak bisa melanjutkan perkataannya karena Eren telah berteriak histeris. Ketenangan wanita itu tadi telah berubah menjadi badai.
Semua orang yang berbisik tadi terdiam, tidak bicara lagi. Beberapa dari mereka takut diserang Eren. Beberapa lainnya merasa ikut sedih makanya tak lanjut bergosip.
Masalah bertambah besar saat Esme masuk ke dalam, juga Dominic. Eren berlari ke arah kedua orang itu, menarik-narik Dominic.
“Ini gara-gara kamu! Anakku mati gara-gara kamu! Seharusnya kamu memberinya kesempatan! Kenapa kalian tidak bisa pura-pura memberinya kesempatan!”
Azzar berdiri di antara Esme dan Eren, menjadi tameng. Saat Eren berpindah untuk menyerang Esme, Azzar mendorongnya. Sekretaris sekaligus jonggos Dominic itu mendorong Eren hingga jatuh terjengkang.
“Kendalikan diri Anda, Nyonya! Putri Anda tidak akan senang dengan ini!”
Wyatt terkejut dengan perlakuan yang didapatkan Eren. Ia bergegas mendekat. “Apa yang kalian lakukan pada orang yang sedang berduka. Sepertinya kalian memang benar-benar tidak memiliki hati.”
“Wyatt, ini tidak seperti yang kamu bayangkan! Dia mencoba menyerangku.” Esme tergagap menjelaskan. Wyatt bisa melihat kalau wanita itu tak mau disalahkan.
“Beberapa pukulan yang bahkan tidak bertenaga tidak bisa kamu tahan? Jadi, kenapa kalian datang kemari? Tertawa?”
“Wyatt! Aku cukup bersabar dengan sikapmu. Jangan keterlaluan pada Esme. Dia peduli padamu!” Kali ini Dominic yang angkat bicara.
Wyatt tertawa, padahal tidak ada yang lucu. Eren masih saja menangis terduduk di tanah halaman. Orang-orang kini mulai berbisik tentang Anna, tentang Eren kembali. Rasanya Wyatt ingin membungkam mereka semua. Ia benar-benar ingin membungkam semua orang.
“Wyatt kami sama menyayangi Anna seperti halnya dirimu. Jangan seperti ini, kumohon!” pinta Esme.
“Rasanya aku bisa tahu kenapa Anna tertipu dengan kalian. Pergilah! Pergilah dan jangan tampakan wajah kalian di sini. Kumohon!” Tubuh Wyatt bergetar menahan amarah.
Anda saja ini bukannya pemakaman Anna. Andai saja Anna ada di sini. Wyatt tidak akan segan-segan menghajar Dominic. Ia tidak peduli jika Esme menangis atau Anna memohon.
“Wyatt!” Esme tampaknya masih mau berada di sini, ingin berduka yang menurut Wyatt tidak tulus.
“Pergi!”
Wyatt membantu Eren untuk bangun, memeluknya, supaya bisa menuntunnya kembali ke dalam rumah dan duduk di samping jenazah Anna.
“Ayo, Esme, dia tidak mau ucapan belasungkawa kita. Ayo kita pergi sekarang!”
Ia sudah terlanjur berjalan ke dalam saat mendengar suara Dominic. Ia tahu kalau Dominic melakukannya. Kedua orang itu sudah pergi.
“Wyatt, mereka jahat pada Anna. Putriku Anna yang malang. Putriku yang cantik, malang sekali!” Eren menangis, seperti bernyanyi, kadang terisak.
Begitu sampai di dekat Anna, ia lekas memeluk tubuh Anna, menguncangnya dan memanggil-manggil. Tetapi, orang mati tidak akan bisa bangun lagi. Karena itu Wyatt membiarkan saja. Mungkin setelah ini Eren akan menjadi baik-baik saja.
“Kalian mau bawa ke mana putriku? Kembalikan dia padaku! Kumohon, kembalikan dia!” Eren mengelayuti kaki para pria yang akan membawa Anna ke kuburan.
“Nyonya, Anna harus pergi sebentar. Jadi biarkan mereka membawa Anna.” Salah seorang pelayan turun tangan untuk membujuk.
Wyatt mendengarkan. Ia terlalu lelah untuk mengambil tindakan sendiri. Cepat atau lambat Eren akan menerima kematian putrinya.
“Di-a akan kembali lagi, kan? Anna akan ke sini lagi, kan?”
Air mata Wyatt luruh mendengarnya. Ia tahu Anna tidak akan pernah kembali lagi. Anna bahkan tidak bisa dilihat lagi. Anna sudah benar-benar pergi.
“Ya, Nyonya, Anna akan kembali lagi nanti.”
Bujukan tersebut berhasil. Esme melepaskan kaki si pengurus jenazah, membiarkannya pergi. Ia melambai pada putrinya yang ada di dalam peti, seolah Anna hanya pergi sebentar saja. Para pelayan lain mengikuti peti Anna dari belakang, meninggalkan Esme dan Wyatt yang dilarang untuk ikut.
“Wyatt kenapa tidak ikut mengantar Anna? Kalian kan bisa pulang sama-sama nanti?”
Eren tersenyum seperti saat di dapur tadi. Matanya sendu. Tetapi, bukan berarti ia tak tahu apa-apa. Ia tahu, hanya berusaha menyangkal kalau putrinya tidak akan kembali. Kali ini Wyatt tidak harus menyembunyikannya.
“Anna tidak akan kembali, Nyonya, dia sudah meninggalkan kita,” kata Wyatt dengan suara parau.
Eren berhenti tersenyum. Menatap ke sekeliling rumah, lalu memanggil-manggil Anna. Setelah tidak ada sahutan, ia mulai menangis. Dipukul-pukul dadanya oleh Eren. Wyatt juga melakukan hal yang sama semalam. Rasa sakit yang bahkan tak bisa dibandingkan dengan kematian.
“Ah, putriku yang malang. Kenapa kalian membunuh putriku?”
“Pak, Ibu membenciku, kan?”Azzar benar-benar tidak tahu harus menjawab apa. Ia tahu kalau Esme menyayangi putranya. Ia juga tahu kalau bagi Esme William adalah dunianya sekarang. Tetapi, ada begitu banyak alasan yang membuatnya tidak menjawab.“Kenapa Pak Azzar diam saja?” tanya William.“Anda harus makan sekarang Tuan! Kalau Anda sehat, kita akan pergi menemui ibu Anda!”***Orang-orang itu hanya menginginkan kekuasaan saja. Setelah Dominic meninggal, Esme didatangi oleh banyak sekali pria yang menyampaikan duka cita padanya. Ia bahkan tidak kenal dengan salah seorang pun dari tamu-tamu tersebut. Ia muak harus bertemu dengan mereka semua.“Mereka sama persis seperti hyena, Wyatt!” kata Esme.“yah, seperti itulah! Bagaimana pun Anda adalah janda kaya yang kesepian sekarang. Jadi mereka datang untuk menghibur dan mendaftarkan diri sebagai kandidat wali untuk Tuan Muda juga!”Dahi Esme berkerut mendengarnya. Dan untuk pertama kalinya setelah kehilangan waktu untuk tersenyum karena kese
“Ayah mana?”Sudah setahun Dominic meninggal karena kecelakaan. Tetapi, setiap kali melihat foto pria tersebut di tengah ruangan William akan bertanya tentang ayahnya. Hingga Esme merasa kalau Dominic masih ada di sini, begitu sehat untuk berkeliaran di sekeliling rumah. Hanya saja tidak terlihat di mata Esme.“Ayah tidak ada di sini!” Suara Esme tercekat saat mengatakannya. Rasanya dada Esme direngut keluar dengan sekuat tenaga. Menyakitkan, tetapi anehnya ia masih saja tetap hidup setelah semua kekerasan yang ditujukan padanya.“Kenapa Ayah tidak ada di sini?” tanya William lagi.Usianya empat tahun lebih sekarang. Sebentar lagi William akan dimasukan ke taman kanak-kanak. Dengan begitu intensitasnya berada di sekitar Esme berkurang. Mungkin dengan begitu William tidak akan terus-terusamn bertanya tentang ayahnya yang bahkan tidak dilihat Esme pemakamannya.“Will ... tolong ke sini sebentar!” Suara Wyatt membuat anak laki-;laki Dominic itu cemberut.Ia menghentakan kaki sebanyak dua
“Mil, ini bisa saja hanya karena cahaya. Kita tidak bisa langsung ke sana dan mendobrak Arul!”Alan mencoba untuk memberi pngertian pada istri dan juga mamanya. Akan tetapi, tampaknya sama sekali tidak berhasil. Kedua wanita ... ralat, ketiga wanita yang ada di sana, sang mama, istrinya dan Delilah tampaknya tidak dengar apa yang baru saja Alan katakan.Alan hanya bisa menghela napas dan kemudian mengelengkan kepalanya lembah. Saat akan minta bantuan pada papanya yang juga ada di ruangan itu dan lebih sibuk dengan Arion, Alan tahu kalau tidak ada yang bisa menghentikan ketiga orang tersebut dengan alasan biasa-biasa saja.Otak Alan berpikir keras untuk bisa menemukannya. “Kalau kita melakukan kesalahan dengan datang ke sana dan menuduh, kemungkinan kita akan dilarang untuk bertemu dengan Nazril!”Keheningan mencekam ruangan seketika. Rencana separatis yang disusun mamanya mengambang di udara, senyap. Lalu para wanita yang penuh semangat tadi duduk dengan manis di kursi sofa masing-mas
“Ah, aku kecewa sekali!” Suami Yulia mengeluh untuk kesekian kali. Ia memegang erat-erat setir mobil dan wajah cemberutnya mampu membuat orang yang menangis tertawa terbahak-bahak.Putri mereka Amanda telah tertidur setelah menganggu ayahnya dengan pertanyaan seperti jalan apakah ini, atau siapa orang yang hidungnya bengkok itu? Selama setengah perjalanan.“Hei ... ini kan hari refreshingku! Kan kamu sendiri yang bilang kalau aku boleh memilih tempat yang ingin kutuju hari ini. Ya, kan?” tanya Yulia sambil mengedip.Suaminya masih saja cemberut. “Ya, aku memang mengatakan yang seperti itu sih! Tapi aku sama sekali tidak yakin kalau mengatakan itu perjalanan ke rumah temanmu. Siapa namanya? Esme? Mantan suamimu juga bekerja di sana, kan?” tanya suami Yulia dengan nada tidak senang.Yulia menjulurkan tangannya untuk menyentuh punggung tangan sang suami yang saat ini di atas setir mobil. Ia menepuknya beberapa kali untuk bisa mendapatkan perhatian.“Aku akan memberitahumu sekali lagi. Ba
Tangan wanita itu merangkul leher suaminya. Lipstik yang mewarnai bibir merah wanita itu sama sekali tidak cantik lagi. Seolah sesuatu telah menghapusnya dengan cepat, membuat wanita itu kewalahan untuk sekedar mempertahankan warna di bibirnya.“Esme?” Pria yang dipeluk oleh wanita itu terkejut, malahan melebih perasaan Esme yang menyaksikan.Mendengar namanya disebut, Esme hanya tertawa kecil. Ia merasa kalau kejadiannya akan lebih seru seandainya ia terlambat datang sedikit lagi. Ia membiarkan William pergi memeluk kaki ayahnya dan berbalik pergi.Begitu tak dapat lagi melihat wajah Dominic, Esme merasakan perih di dadanya tiba-tiba. Ia berhenti berjalan dan menunduk lebih dalam. Kenapa rasanya ia seperti sendirian sekarang ini.“Nyonya, Anda baik-baik saja, kan?”Esme mengangkat kepalanya, terpana selama beberapa saat dan kemudian berdiri dengan tiba-tiba. Ia lekas memeluk pria yang menunduk bertanya itu. Lalu menangis layaknya anak kecil yang dijahati oleh semua orang.Rasanya leb
“Nyonya, Tuan menolak menerima makanan yang Anda kirimkan lagi!” Pelayan yang diutus oleh Esme ke kantor Dominic kembali membawa rantang yang sama sekali tidak disentuh sedikit pun.William yang mendengar suara seseorang mendekat berhenti dan menaruh perhatian pada ibunya beberapa saat sebelum kemudian sibuk dengan permainannya kembali.“Jam berapa Pak Azzar biasanya kembali ke pavilliun?” tanya Esme.“Sekitar jam 7 malam, Nyonya! Apa saya perlu menghubungi beliau untuk menemui Nyonya saat pulang?” tanya si pelayan. Ia lebih gelisah dibandingkan biasanya.“Tidak! Tolong panggilkan Pak Wyatt kemari. Ada yang mau aku katakan padanya!”Si pelayan pergi dengan rantang yang belum disentuh Dominic. Esme hanya memandanginya sampai menghilang dan membelai kepala putranya saat anak itu mendekat dengan langkah lambat.Sudah hampir tiga bulan Dominic tidak berada di rumah. Langkah kaki William yang awalnya ragu-ragu sudah menjadi sangat mantap. Kalau dibiarkan terus maka anaknya keburu pandai be