“Pergilah! PERGILAH KALIAN JIKA TIDAK BISA MEMBANTU APAPUN!”
Telinga Wyatt berdenging. Ia sudah ingin berteriak sejak tadi. Apa yang dilakukan para tetangga biadab ini di depan rumah Anna. Hanya bergosip dan membuat spekulasi tanpa tahu apa-apa.
Karena teriakan Wyatt, gosip menjadi semakin panas. Pada akhirnya polisi yang datang mengusir para warga yang bergerombol di depan.
“Wyatt ....”
“Jangan katakan apapun, Kek, kumohon! Kumohon jangan katakan apapun!”
Kepala Wyatt sakit. Dadanya juga begitu. Ia bahkan tak memiliki tenaga untuk sekedar berdiri dari tempatnya duduk kini.
Setelah menurunkan tubuh Anna dari tali yang tergantung di kipas angin, Wyatt berusaha keras melakukan pertolongan pertama. Ia melakukan bantuan pernapasan, walau tahu Anna tidak akan bisa diselamatkan lagi.
Saat polisi datang begitu juga dengan petugas rumah sakit yang memeriksa datang kalau Anna sudah meninggal, Wyatt berteriak pada mereka dan memohon untuk menyelamatkan Anna. Jauh di lubuk hati Wyatt yang paling dalam, ia tahu kalau Anna tidak bisa selamat.
Eren dibawa pergi ke rumah Wyatt karena pingsan. Berada di tempat kejadian dan melihat banyak orang hanya akan membuatnya histeris saja.
Sudah dua jam sejak para polisi datang dan jenazah Anna dibawa oleh pihak rumah sakit untuk divisum. Wyatt masih duduk di sana, tidak bertenaga, berharap mengantikan Anna untuk mati.
“Terima kasih atas bantuannya, Pak polisi!”
Wyatt terkesiap saat mendengar suara kakeknya berterima kasih pada polisi yang datang. Ia berdiri, tetapi jatuh lagi karena masih tak bertenaga.
“Kami akan segera menghubungi untuk hasil visum dan pengembalian jenazah. Saya berduka atas kematian calon menantu Anda.” Lalu polisi itu pergi.
Kakeknya menunggu sedikit lagi, baru mendekati Wyatt. “Nak, ayo kita pulang! Aku akan menyewa seseorang untuk membersihkan rumah ini sebelum Eren kembali. Kamu harus istirahat!”
Wyatt mengeleng. “Tinggalkan saya di sini, Kek!” putusnya.
“Wyatt ....”
Wyatt tahu kalau kakeknya hanya peduli, tetapi Wyatt tidak membutuhkan itu saat ini. “TINGGALKAN SAYA SENDIRI DI SINI, KEK!” teriaknya. Tenggorokannya terasa sakit.
Suara langkah kakinya perlahan menjauh dan hilang, menjadi pertanda kalau Wyatt telah sendirian saja. Ia mencoba berdiri kembali, agak terhuyung sedikit. Kakinya terasa goyah saat digunakan melangkah.
Orang-orang ribut saat Wyatt menemukan tubuh Anna. Mereka mencoba untuk masuk ke dalam dan melihat Anna yang tergantung. Wyatt tidak bisa mencegahnya saat itu karena sibuk berusaha memberikan pertolongan pertama. Kini selah semua orang pergi, ruangan terlihat berantakan.
Kursi-kursi yang tersusun rapi, tergolek dan terpelanting ke sana kemari. Wyatt memunggut sebuah suvenir pernikahan yang disiapkan ibu Anna secara dadakan, ada tulisan kecil di kertas yang dijepit di sana.
Terima kasih sudah menyempatkan waktu untuk datang.
Langkah kaki Wyatt berlanjut. Anna sudah tidak ada di kamarnya, tempat itu kosong. Seprai yang digunakan Anna untuk gantung diri masih ada di kipas angin.
“Harusnya aku tidak memaksamu!” gumam Wyatt tidak jelas.
Ia memandangi seluruh ruangan. Berharap apapun yang terjadi hanya mimpi. Namun, Wyatt terlalu sadar untuk bermimpi saat ini. Anna sudah tidak ada.
Menyadari itu saja, dada Wyatt sakit lagi. Napasnya menjadi sesak dan ia menangis sesegukan. Ia masih bertanya kenapa Anna melakukan hal seperti ini.
“Apakah janjiku begitu tidak bisa dipercaya Anna? Apakah kamu tidak yakin bisa bahagia denganku?” tanya Wyatt sambil menyeka air matanya dengan punggung tangan.
Ia terus menangis seperti itu, merasa semakin buruk dari waktu ke waktu. Isakannya masih tersisa saat ia menarik seprai hingga jatuh ke lantai, lalu menginjaknya saat melintasi ruangan.
Rak buku Anna tertata rapi. Ia lekas menemukan buku harian gadis itu yang terselip di sana. Ditariknya buku harian Anna dan dibuka.
KALAU TIDAK BISA JADI MILIKNYA, LEBIH BAIK AKU MATI SAJA!
***
Esme menangis lama sekali. Dominic memberinya obat tidur untuk bisa membuat wanita itu tenang. Kini Esme ada di kamarnya, lelap, tetapi tidak akan baik-baik saja setelah bangun nangis. Kemungkinan akan menangis lagi.
“Bagaimana kondisi rumah itu?” tanya Dominic pada Azzar.
Azzar yang memberinya kabar tadi, kalau Anna ditemukan telah meninggal karena gantung diri. Andai saja Esme tidak ada bersamanya, Dominic yakin kalau dirinya tidak akan peduli. Tetapi, Esme peduli pada Wyatt.
“Mayat Anna dibawa ke rumah sakit untuk autopsi, tetapi besok pasti telah sampai ke rumah kembali.”
“Sebaiknya aku menemui Wyatt, ya?” gumam Dominic pelan.
Ia tidak mau terlibat dengan Anna atau Wyatt. Tidak, jika saja Esme tidak menaruh perhatian pada Wyatt dan cara pria itu mencintai Anna. Menurut Esme, Dominic harus membuat Anna sadar kalau Wyatt adalah yang terbaik untuk wanita itu.
“Sebaiknya begitu, Tu ... ah, sepertinya kita tidak perlu menemuinya!”
Perubahan yang terjadi pada kalimat Azzar membuat Dominic mengangkat kepala dan langsung menemukan Wyatt berdiri di ambang pintu ruang kerjanya. Di belakangnya para pelayan berlari mengejar, tetapi sudah terlambat.
“Tidak apa! Biarkan dia masuk!” kata Dominic supaya para pelayan tidak mencoba menarik paksa Wyatt keluar ruangan.
Sebagai tuan, Dominic tentu didengarkan. Para pelayan mundur, meninggalkan Wyatt.
Wyatt berjalan dengan tergesa-gesa dan melemparkan buku yang tak disadari keberadaannya oleh Dominic.
“APA YANG SEDANG KAMU LAKUKAN?”
“Bacalah! Bacalah dan menyesal!”
Dominic tidak melakukannya. Ia menutup buku tersebut dan meletakannya di pinggir meja. “Sepertinya ini bukan sesuatu yang harus aku ketahui Wyatt. Apa kamu baik-baik saja?”
“AKU MENYURUHMU MEMBACA ITU!”
Dominic mengeleng kembali. “Aku tidak akan membacanya karena aku tidak melakukan kesalahan dengan menolak Anna. Jika Anna tidak bisa menerima penolakanku, ini tetap bukan salahku!”
Dominic bisa melihat kalau Wyatt mau melihatnya membaca buku itu. Hanya saja, ia tidak akan melakukannya. Jika Wyatt memaksanya terus untuk melakukan hal itu, ia akan membuat buku yang diterima.
“Kalau saja kamu menerimanya. Aku sudah bilang tidak masalah dengan menjadikannya yang kedua. Tidak masalah.”
Hatinya terenyuh saat melihat Wyatt menangis. Ia bisa mengerti betapa hancur perasaan Wyatt. Ia tidak hanya ditolak, tetapi juga melihat orang yang dicintainya gantung diri.
Dominic tidak akan bisa seperti Wyatt. Ia bahkan tidak bisa mengalahkan cinta yang dimiliki Wyatt.
“Wyatt, hatiku dan Esme tidak selapang itu. Apa yang kamu akan lakukan? Apa yang akan Anna lakukan? Kamu tahu betul kalau Anna tidak akan bahagia walau menjadi yang kedua dalam kehidupanku.”
Wyatt masih menangis. “Tapi, aku kehilangannya gara-gara kalian! Aku kehilangannya gara-gara kalian!”
Dominic tidak menyangkal. Tidak ada gunanya. Wyatt terguncang dan apapun yang dikatakan orang-orang tak akan didengar. Ia hanya membiarkan Wyatt menangis saja, berharap kalau perasaan pria itu menjadi lebih baik. Atau tidak sama sekali.
Eren terlalu pendiam. Wyatt berharap wanita itu histeris seperti kemarin. Meminta seseorang untuk menghidupkan putrinya kembali. Bertanya pada Wyatt ke mana Anna pergi padahal sudah malam.Tetapi, Eren bersikap seperti Anna masih hidup. Ia memasak, bernyanyi, dan memanggil-manggil Anna beberapa kali dari dapur.“Nyonya ....”Melihat sikap Eren yang seperti ini hanya membuat Wyatt yang berusaha menerima kenyataan menjadi lebih sakit. Rasanya tubuhnya melayang, jantungnya seperti ditumbuk, dilumat, dan kemudian diinjak-injak.“Ah, Wyatt ... apa kamu bisa membangunkan Anna? Nanti kita akan makan bersama!” Eren tersenyum saat mengatakannya.Wyatt bisa melihat mata Eren yang sendu. Mata yang sedang berusaha menolak kenyataan kalau anaknya ditemukan telah meninggal karena gantung diri.“Nyonya, Anna sudah ....”Suara ambulans menghentikan Wyatt.Ia dan Eren sama-sama terperanjat kaget. Spatula yang digenggam Eren jatuh, begitu juga dengan tubuhnya yang melorot turun dan jatuh terduduk. Lalu
“Apa yang sedang kamu rencanakan Wyatt?”Wyatt berhenti berkerja di atas bekas meja belajarnya saat masih sekolah dahulu. Ia meletakan balpoin yang telah berhasil memberi warna pada buku yang ada di depannya. Isinya berbagai cacatan yang diambil dari ingatan tentang kenapa hal buruk bisa terjadi pada Anna.Semakin ia memikirkannya, semakin ada banyak hal yang salah. Tetapi, setiap kali ia merumuskan jalan keluar, Wyatt tidak mendapatkan apa-apa.“Tidak ada! Saya tidak melakukan apapun, Kek!”Wyatt berbohong. Kini di otaknya hanya ada kata balas dendam yang berkumandang. Bagaimana mungkin hal buruk terjadi pada Anna yang tak tahu apa-apa. Bagaimana bisa semua itu terjadi pada Anna yang hanya mengharapkan cinta saja.“Wyatt, kalau kamu seperti ini, kamu akan sakit!” Kakek Wyatt memperingatkan.“Bukannya memang sudah!” jawab Wyatt sama sekali tidak memutar tubuh untuk bisa melihat betapa cemas lelaki tua itu padanya.Langkah-langkah kaki yang dengan cepat datang dan muncul lalu menarik b
Walau sudah menuliskan apa yang harus dilakukannya di selembar kertas, tetapi ia nyaris tidak paham apa yang harus dilakukan. Ia tak mungkin muncul di depan Dominic dan berkata: Aku butuh pekerjaan di dekatmu.Jika mendengar hal itu, Dominic akan mendepaknya dan memastikan Wyatt berada setidaknya 100 meter darinya.“Wyatt ... ayo makan!”Wyatt menoleh ke arah pintu, tempat suara itu berasal. Akan tetapi, tidak ada sosok kakeknya yang belakangan dengan sekuat tenaga memberikan perhatian padanya. Aneh memang, walau selalu saja mengatakan untuk menyerah soal Anna, pria tua itu adalah orang yang paling peduli padanya saat kejadian buruk terjadi.“Ya!” Wyatt tidak akan membuat pria tua yang sudah membesarkannya tersebut khawatir.“Apa lagi yang sedang kamu kerjakan?’ tanya kakek Wyatt sambil menjulurkan kepalanya ingin tahu.Wyatt tersenyum dan mengeleng. Lalu didorongnya punggung pria itu ke ruang makan. Di meja telah terhidang beberapa lauk. Ayam goreng, perkedel jagung, dan sayur bayam
“Terima kasih sudah menghubungi saya, Pa!”“Ya, temui dia dan coba jelaskan kalau apa yang dia lakukan ini sia-sia!” kata si penelepon.“Ya!” Setelah itu Dominic meletakan kembali gagang teleponnya di tempat semula. Lalu mengambil napas dalam dan menengelamkan dirinya dalam keempukan sofa santainya.“Azzar ... apa kamu ada di depan!” seru Dominic ke arah pintu.Terdengar langkah kaki pelan dan daun pintu berayun terbuka. Azzar, pria yang dipanggil Dominic berdiri di sana. Wajahnya tanpa ekspresi. Tatapannya juga tak mengarah lurus ke depan, menunduk, layaknya seekor anjing yang patuh.“Ya, Tuan muda?” tanya Azzar datar.“Kemarilah! Ada yang mau aku katakan padamu!” panggil Dominic.Langkah kaki Azzar berirama tetap, tidak terlalu cepat dan tak juga lambat. Akan tetapi, sama sekali tidak ada kemalasan di dalamnya. Begitu ia sampai di depan Dominic, ia menunduk kembali. “Ada apa, Tuan?” tanya Azzar.“Kamu sering mengobrol dengan Esme, kan?” tanya Dominic.“Ya, Tuan, saya cukup sering m
“Apa kalian menyangka kalau aku tidak bisa membedakan mana sesuatu yang salah dan tidak?” tanya Esme dengan kecerugian yang sama sekali tidak disembunyikan.Azzar menghela napas dalam, memaksakan paru-parunya terisi dengan oksigen hingga penuh. Ia kemudian memandangi wajah Esme yang tampak mengemaskan melalui kaca spion tengah. Jika menghadapi Esme yang sedang keras kepala, Azzar harus ekstra sabar melebihi saat menghadapi Dominic.“Tidak! Anda adalah wanita yang cerdas dibandingkan yang lainnya. Akan tetapi, Anda juga wanita yang baik hati, Nona. Saya tidak mengatakan kalau Anda mudah ditipu. Saya mengatakan kebaikan hati Anda bisa jadi melemahkan Anda.”Esme memalingkan wajah, tampaknya yang baru saja dikatakan Azzar benar dan ia sama sekali tidak bisa membantah hal tersebut. Kebaikan hatilah yang memaksa Esme mengenalkan Dominic pada Anna. Kebaikan hatilah yang membuatnya bersikap keras kepala seperti ini.“Tapi, memang benar aku juga jadi penyebab kematian Anna. Kalau saja aku bis
“Ada tamu rupanya!”Entah apa yang sedang dipikirkan Wyatt saat ia membelokan mobil ke pekarangan rumahnya dan tidak melihat keberadaan mobil lain. Begitu mendengar suara kakeknya memberitahu, barulah ia sadar dengan keberadaan mobil sedan lain yang lebih baru dibandingkan kendaraannya sendiri.Mata Wyatt menyipit, dan ia menyadari dengan cepat kalau mobil itu milik Dominic. Setidaknya sampai ia melihat Azzar berdiri di teras dengan tubuh tegap. Hatinya sedikit kecewa, tetapi ia bisa saja mendapatkan kabar baik dari Azzar.Kakeknya lebih dulu turun dari atas mobil, menyalami Azzar yang datang dan bertanya ada keperluan apa. Melalui jendela mobil, Wyatt bisa mendengar kalau Azzar berkata ini menemui Wyatt.“Ah, sebentar lagi Wyatt akan kemari!” Kakeknya menoleh dan menemukan Wyatt telah turun dari mobil sekarang. “Ada temanmu mencari!” kata kakek Wyatt saat ia baru akan melangkah.Wyatt meleparkan senyuman yang berkata: saya sudah tahu lalu mendekat ke tempat Azzar yang berdiri. Ia men
Sialnya Wyatt tidak bertanya waktu tepat pada Azzar tadi. Ini menyebalkan harus menunggu di dalam keambiguan yang tidak disenanginya. Ia telah bersiap untuk pergi ke keluar setelah makan siang bersama dengan kakeknya.“Kenapa kamu rapi sekali?” kakek Wyatt membawa secangkir kopi pahit dan meletakannya di meja santai dekat jendela besar yang menghadap ke halaman samping rumah.“Mau pergi keluar, Kek!”“Buat apa? Kamu jangan coba macam-macam ya Wyatt!” Pria tua itu khawatir kalau Wyatt akan meninggalkannya.“Apa yang Kakek katakan, aku sama sekali tidak mau macam-macam. Ingat temanku yang datang tadi, dia mengajakku keluar sebentar. Aku tidak akan sendirian.” Wyatt menjelaskan dengan bahasa yang paling baik tentang Azzar. “Ada Esme juga di sana,” tambahnya kepada sang kakek yang menjelaskan ada seorang wanita di sana.Ekspresi pria tua yang sudah membesarkan Wyatt tampak lebih baik setelah mendengar ada wanita dalam pertemuan yang dituju Wyatt. Apakah kakeknya berharap kalau ia akan mel
Wyatt memakai motor untuk pergi ke Kafe Rose yang terletak di tengah kota. Walau terletak di tengah kota dan di jalan utama, kafe itu dikelilingi taman beraneka jenis bunga, terutama jenis mawar.Saat Wyatt parkir, ia melihat mobil yang selalu digunakan Esme bepergian dan sopir yang biasa membawanya. Selain itu juga ada Azzar dan Domini. Sialan. Wyatt merasa terjabk. Harusnya ia bertanya pada Azzar kemarin siapa saja yang akan ditemuinya di sini.Ia berniat kembali menyalakan motor dan pergi saja. Namun, niat tersebut tinggal niat karena Azzar sudah menyadari kedatangannya dan menunduk memberitahukan itu semua pada para majikan. Sekali lagi yang bisa dilakukan Wyatt hanya memaki di dalam hati saja.“Kenapa kamu tidak masuk?” tanya Azzar pada Wyatt.Karena Wyatt masih berdiri saja di luar, jadi Azzar menghampirinya.“Aku sedang menyiapkan hatiku!”Sebab Wyatt tidak tahu apa yang akan dilakukan untuk bisa bertemu saling berhadapan dengan Dominic dan Esme. Bisa saja, bukan mulutnya yang