Share

CHAPTER 31

Author: Ri
last update Last Updated: 2021-09-02 10:00:00

       Lisa telah berada di sebuah taman luas penuh bunga. Semerbak wangi bunga gardenia terbawa semilir angin, menyebarkan aroma wewangian sepanjang Lisa menyusuri jalan setapak melewati rimbunan bunga. Tiba-tiba suara yang sangat dikenalnya memanggil. Didit telah berada di depan pintu. Ia tersenyum dan melambaikan ke arah Didit. Tanpa disadari, dirinya telah berada di pinggir tebing yang curam. 

       “Lisa!”

       Didit mengejar, tapi terlambat. Kaki Lisa ditarik oleh tangan yang tiba-tiba muncul dari bawah tebing, menyebabkan tubuhnya terjatuh ke jurang yang dalam dan panjang...

***

       Lisa membuka mata. Tatapannya panik, kaget oleh mimpinya sendiri. Nafasnya memburu seiring detak jantung yang bergerak lebih kencang. Lisa meraih android dari atas nakas. Pukul lima pagi. Lisa mengatur nafas. Ditatapnya jendela yang berada di sisi kiri tempat ia tidur. Cahaya
Ri

The Hague : Kota yang terletak di wilayah Selatan Belanda. Dikenal dengan nama Den Haag, kota ini merupakan kota pemerintahan. ❤ Ri

| Like
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BASTARD IN THE BUS   CHAPTER 41

    Akhir-akhir ini Lisa merasa kurang fit. Entah bagaimana ia merasa pusing tanpa sebab. Ia akui, selama tak lagi bersama Didit, pola makannya jadi tidak teratur, lebih banyak di kantor untuk menyibukkan diri. Sebenarnya Pak Benny telah menegur dirinya untuk tidak sering pulang terlambat. “Saya tak ingin kamu sakit, Lisa. Kita harus mengejar target sampai akhir tahun dan saya butuh kamu dan yang lain untuk fit. Lagi pula, manajemen bisa menganggap kamu tak mampu menyelesaikankan pekerjaan sesuai jam kerja.” Baiklah. Gadis itu tak punya pilihan lain. Sepuluh menit sebelum pulang kantor, Lisa telah merapikan semua pekerjaan dan bersiap-siap ke toilet. Namun sebelum melangkah, androidnya berbunyi. Sarita pasti mengajaknya pulang bareng. "Halo." "Lisa, kamu sibuk ya?" Gadis itu tak lekas menjawab. Ah, Rio. Dia sudah kembali dari Singapura? "Lisa, aku sedang di lobi bawah sekarang dan menunggu kamu turun. Aku ingin kita bisa makan

  • BASTARD IN THE BUS   CHAPTER 40

    Yeah, mestinya Lisa tidak tenggelam begitu dalam hingga lupa jika kalung itu masih ia pakai. Salahnya sendiri karena menunda-nunda untuk mengembalikan kembali kalung itu ke tempatnya karena masih merindukan sosok Didit. Tapi, apakah kamu akan seperti Lisa, begitu berat akan kehilangan dan masih mengenang benda yang menjadi bukti ikatan mereka hingga berat untuk melepasnya? Lagi pula, hell yeah, kalung ini sangat cantik. Lisa mengangguk. "Ya, Didit memberikannya padaku." ujar Lisa pelan, seraya melepas kaitan kalung tersebut. Diambilnya kotak dari dalam tas dan meletakkan kembali perhiasan tersebut. "Aku kembalikan pada kamu, Mae. Aku tidak menginginkannya, begitu juga ini." Lisa mengeluarkan satu kotak kecil berisi cincin. "Aku yakin Didit belum beri tahu kamu, tapi kami sudah tak lag

  • BASTARD IN THE BUS   CHAPTER 39

    Android Lisa beberapa kali berdering. Nomor tak dikenal. Gadis itu hanya melihat sekilas lalu melanjutkan pekerjaannya mengecek stok barang dalam gudang kantor. Beberapa minggu ini pemesanan brand baru yang ia pegang semakin meningkat. Ini menjadikannya bertambah sibuk mengatur produk yang ingin didistribusikan berdasarkan pemesanan. Setidaknya pekerjaan ini mengalihkan pikirannya dari Didit. Lelaki itu tidak menghubunginya lagi sejak terakhir Pak Sapri mengantarnya ke kantor. Namun Lisa merasakan jika dirinya diikuti. Ada kekhawatiran Didit sudah kembali ke Jakarta dan menguntitnya. Atau bisa jadi bukan dia. Bisa saja orang yang dibayar untuk mengikutinya kemana pun ia pergi. Ah, semoga itu hanya perasaannya yang masih merasakan kesepian. Suara ketukan di pintu mengagetkannya. "Hei, Lisa. Sudah sore, kamu enggak siap-siap pulang?" "Sedikit

  • BASTARD IN THE BUS   CHAPTER 38

    Tatapan mata Lisa menerawang ke halaman dari balik jendela kamarnya yang berada di lantai atas. Halaman samping rumah kosnya terdapat parkiran kecil dengan beberapa kendaraan milik penghuni kos. Pukul enam pagi di hari Rabu. Beberapa kali Didit menelepon dan mengirim pesan, tapi tidak ia gubris. Tak ada telepon dari lelaki itu yang ia jawab. Bahkan ia menolak saat Pak Sapri menjemputnya. Sudah dua hari ini ia menerima tawaran Sarita untuk ikut berangkat kerja bareng. Sebenarnya ia enggan karena sering Sarita berangkat kerja bersama suaminya. Namun lebih baik dari pada harus diantar Pak Sapri. Tiga hari ini sangat berat. Lisa tak mengira ia jatuh begitu dalam. Mata bengkak sebagai pertanda sisa air mata berikut kurang tidur, sesuatu yang belum pernah terjadi selama ia menjalin hubungan dengan seorang lelaki, tidak juga dengan Rio. Hal ini cukup mengganggu ritme kerja. Ia jadi lebih suka berada dalam gudang, memeriksa barang sam

  • BASTARD IN THE BUS   CHAPTER 37

    Yang terlihat di depannya sekarang adalah satu kesempurnaan yang telah tuhan ciptakan. Wajahnya bersih bersinar, hidung bangir dengan mata indah berkelopak ditambah alis yang dibentuk alami oleh sang pencipta, tulang pipi menawan, dan bibirnya itu. Bibir Melissa begitu indah dan senyumnya bagai magnet, bahkan Lisa sesaat terpesona olehnya. Belum lagi postur tubuh perempuan yang berdiri tepat di depan Didit. Kulit putih dengan bentuk tubuh proporsional, begitu terawat. Tak ada yang kurang dari perempuan ini. Bahkan kedipan mata Melissa mampu menggoda setiap yang menatapnya. "Kamu belum mengembalikan kunci seperti yang kuminta." "Sudah, tapi aku hanya meminjam pada Mae. Ada barang-barangku yang masih tertinggal." Pandangan Melissa beralih pada Lisa. Dua pasang mata beradu, bertatapan tanpa senyum sama sekali. Oh, dia sungguh cantik, desis hati Lisa. &nbs

  • BASTARD IN THE BUS   CHAPTER 36

    Lisa duduk berhadapan dengan Sarita di sudut kafe dekat jendela, memegang secangkir besar moccachino. Sebenarnya, Lisa bukan pecinta kopi. Ia lebih menyukai teh dengan perasan jeruk, atau tanpa jeruk pun tak masalah. Rasa teh yang simpel menyimpan kesederhanaan dan tak rumit. DIsajikan hangat atau dingin, teh tetaplah teh. Simpel, sederhana, mudah. Tapi ia tak menolak jika harus berhadapan dengan kerumitan kopi, yang memiliki rasa lebih kaya dan sensasi yang diberikan. Demikian juga dirinya dan hidup yang sekarang ia jalani. Ia tak berpikir jika hubungannya dengan Didit sedemikian rumit. Mestinya simpel; mereka menjalin kasih, Didit melamar, lalu menikah. Layaknya teh, rasa ringan dan menenangkan. Kalaupun ada senggolan-senggolan, tentunya takkan serumit yang sekarang ia hadapi. Tapi, entah bagaimana, Lisa justru tak memiliki kekuatan untuk menjauh. Inikah cinta? “Hei, apa sekarang kit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status