BASTARD IN THE BUS

BASTARD IN THE BUS

By:  Ri  Ongoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings
41Chapters
1.7Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Pertemuan Lisa dengan Didit begitu tidak biasa, jauh dari kesan mewah dan berkelas. Hubungan keduanya pun penuh dinamika. Lisa, seorang gadis yang sering kecewa dalam hubungan, bertemu dengan Didit, lelaki yang terlihat sembrono dalam penampilan, ternyata menyimpan latar kehidupan yang juga penuh dengan kecewa dan penyesalan.

View More
BASTARD IN THE BUS Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
AchmadAluwi
Alur ceritanya keren, terus berkarya thor...
2021-08-27 01:34:21
0
user avatar
AchmadAluwi
Ceritanya keren, terus berkarya..
2021-08-27 01:33:05
0
41 Chapters
CHAPTER 1
Selamat pagi.       Itu saja. Tak ada pesan apapun lagi. Lisa cuma membacanya, tanpa membalas. Kali ini ia tak lagi main-main. Rio sudah banyak mengecewakannya, dan ini sudah tak bisa ia terima. Bergegas gadis itu keluar kamar. Ojek online sudah menunggu untuk mengantarkannya ke terminal busway. Semoga tidak terlambat masuk kantor, harapnya. Tadi malam Lisa ada janji dengan Sarita. Teman kantornya itu mendapat tiket gratis nonton film di sebuah mal untuk dua orang. Mereka terlalu asyik menikmati suasana malam hingga lupa jika malam merenggut waktu istirahat.     Dan pagi ini, hampir saja ia terlambat bangun jika Uni Ami, teman kos sebelah kamarnya, tidak menggedor-gedor pintu disebabkan ingin meminjam pencatok rambut milik Lisa.        Telepon berdering dua kali dari orang yang sama. Sudah waktunya gadis itu meninggalkan harapan yang tak pernah terjadi dan tak perlu melayani permintaan di luar kebutuhan kerja. Lisa mengh
Read more
CHAPTER 2
       Rutinitas pagi yang sama. Lisa menekuri setiap pergerakan orang-orang di sekitar peron terminal. Duduk di pojok sambil memegang buku dan pensil berpenghapus di ujungnya. Wanita setengah baya yang sering terlihat berjalan sambil bicara lewat hand phone itu terlihat mondar mandir, tentu dengan ear phone di telinganya. Entah apa yang ia bicarakan hingga beberapa kali melewati bus yang menjadi tujuan tumpangannya. Dan seorang Bapak, dengan koran di tangan kiri. Sering memberikan senyum ramah pada Lisa. Bapak ini sepertinya pensiunan sebuah instansi, namun hampir setiap hari menggunakan bus. Wajahnya bersih, membawa tas kulit lusuh dan koran yang baru dibeli di pojokan peron. Baju batik yang rapih licin disetrika dan sepatu yang tak mengilat. Lisa pun sering memperhatikan seorang gadis yang usianya mungkin beberapa tahun lebih tua darinya. Memakai setelan jas dan rok selutut dengan sepatu high heel setinggi tiga senti menurut perkiraan Lisa. Wajahnya bermake up
Read more
CHAPTER 3
       Sepagi ini Lisa telah tiba di peron terminal. Tadi malam, Sarita banyak bercerita tentang isu pergantian beberapa staf pemegang brand. Dalam isu tersebut, nama Lisa termasuk yang akan memegang brand terbaru. Itu artinya kinerjanya mendapat hasil yang baik, dan diberi kepercayaan menangani produk yang pertama kali akan dijual di Indonesia. Isu itu membuatnya sulit tidur. Awalnya ia hanya  mendengar bahwa perusahaannya akan menjual beberapa brand baru, namun kabar tentang staf yang akan memegang produk baru tersebut tak pernah ia dengar sebelumnya.       “Kalau isu itu benar, kita akan berpisah. Jangan lupakan aku, ya.”       Lisa tertawa.        “Itu baru isu. Aku belum dipanggil oleh Bu Tari.”       “Semoga benar, Lis.”       Dan pagi ini, Lisa duduk di pojokan peron, memerhatikan or
Read more
CHAPTER 4
       Sarita yang menyambut Lisa pertama kali saat gadis itu tiba di kantor. Ia mengajaknya ke toilet bersama.       ”Dandan yang cetar, Lis. Siap-siap bertemu Bu Tari.” Ujar Sarita sambil mengeluarkan blush on dari dalam tas make up miliknya. Senyumnya mengembang.       “Apa udah ada kepastian?”                           “Dandan aja dulu. Masalah pasti atau tidaknya itu belakangan.”       Lisa memandang refleksi dirinya di cermin. Ia jadi teringat gadis modis pelanggan bus way. Sangat percaya diri. Sedang Lisa hanya mengerti dasar make up. Dan sekarang, Sarita telah berada di depannya, mengeluarkan alat make up yang bahkan belum terpikirkan oleh Lisa untuk dibeli.       Kegiatan dandan ini memakan waktu kurang lebih lima belas menit. Sarita memandang hasi
Read more
CHAPTER 5
         Sore telah menghiasi langit. Beberapa teman Lisa telah pulang, termasuk Sarita. Lisa masih menyiapkan berkas-berkas yang akan diserahterimakan saat hand phone miliknya berbunyi.        “Lisa, apa kabar?” Suara berat Rio menyapa.        “Hai, Rio. I am good, trims.”       “Akhirnya dijawab juga teleponku setelah lama kamu cuekin aku.” Ujar Rio, lalu, “Apa sekarang aku tak bisa lagi mengajak kamu untuk sekedar makan malam?”       “Aku sedang banyak pekerjaan. Bisa jadi pulang larut malam ini.”       “Aku akan merindukan kerja bareng kita.”       “Maksud kamu?”       “Kapan kamu akan pindah divisi?”Bahkan Rio sudah mengetahui sebelum 24 jam.       “Kok tahu?”Rio tertawa kecil.        “Hal-hal yang berkaitan de
Read more
CHAPTER 6
       Buku tulis tebal dengan hard cover sebagian sudah penuh oleh tulisan iseng Lisa saat menunggu bus datang. Kadang jika tak ada inspirasi menulis, ia hanya membaca hasil tulisan tangannya.  Kebanyakan tulisannya diambil dari pengamatan saat menunggu bus.     Ternyata banyak inspirasi  yang mudah dilihat dalam rutinitas sehari-hari yang bisa ditulis. Sering ia tersenyum sendiri melihat hasil tulisannya karena teringat bagaimana tingkah manusia sangat aneh dan lucu. Dan bisa jadi ia juga aneh, senyum-senyum saat membaca tulisannya sendiri.       Tapi hari ini cukup aneh. Beberapa orang tersenyum padanya termasuk seorang perempuan yang pernah menjadi bahan tulisannya. Mungkin karena mereka adalah sesama penumpang bus yang rutin menunggu pada jam yang sama. Lisa membalas senyum mereka. Ada yang salah dengannya, hingga di satu titik, Lisa merasakan jantungnya seakan berhenti berdetak dan mukanya memerah. Saat m
Read more
CHAPTER 7
       Entah bagaimana ia muncul dan menyeringai ke arah Lisa. Dan, entah bagaimana gadis itu merasakan kesenangan sekaligus rasa malu.       “Simpan rasa malu kamu.” Suara beratnya berbisik.Bagaimana ia…       “Muka kamu memerah. Tanda kamu ingat kejadian kemarin saat melihatku.”Lisa melirik ke arah kakinya.        “Bagaimana kabar kamu hari ini?” Ia bertanya.       “Tebak.”        “Senang?”       “Apa tandanya?”       “Wajahnya kamu memerah jambu, senyum kecil dan menghindar kontak mata denganku. Tandanya kamu senang saat kamu tahu orang yang kamu cari sudah ada di sini.”       Ia kembali menyeringai. Lelaki itu, seperti kemarin-kemarin, tak berg
Read more
CHAPTER 8
       Di ujung senja, Lisa masih berkutat dengan pekerjaannya. Ia merasa akan terlambat dengan janji bertemu, atau sama sekali tidak datang. Dan lucunya, mereka berdua tak ingat bertukar nomor. Lisa tersenyum dan menggelengkan kepala. Mungkin besok mereka akan bertemu di tempat yang sama, dan Lisa bisa jadi akan melihat wajah sebal Didit.        Menjelang malam, messenger berbunyi.       "Hei Lisa, ini Didit. Jangan lupa dengan janji kita.'       Pesan disertai emo senyum. Huft, dia mencariku juga di media sosial.        'Hei. Aku masih sibuk di kantor.'       Dan enter.       Lalu ia melanjutkan pekerjaannya. Tak lama balasan masuk.       'Baiklah.'Hanya itu? Baiklah.  Lalu apa lagi setelahnya? Huft. Ada sedikit kecewa karena Didit tak bertanya lebih jauh. Berbeda dengan Rio. A
Read more
CHAPTER 9
       Lisa mematut diri di depan cermin. Hari Senin sangatlah sibuk di kantor. Seperti biasa, awal pekan banyak laporan yang harus ia kerjakan. Sejak pertemuannya dengan Didit seminggu lalu, mereka hanya berhubungan lewat chat. Lisa menolak jika Didit ingin menghubungi lewat video call. Nanti saja, saat bertemu pasti akan melihat langsung, begitu alasannya. Namun sejak Didit hadir, Lisa menjadi terbiasa memberi kabar pada saat malam sebelum tidur dan pagi sebelum berangkat ke kantor. Saat makan siang, Lisa lebih sering mengirim gambar menu makanannya. Hah! Sangat biasa pada orang-orang yang sedang menjajaki suatu hubungan. Sedang Didit lebih sering mengirim video kegiatannya. Ah…jadi begini rasanya sebuah rindu, pikir Lisa.        Dulu, saat bersama Rio, Lisa tak pernah merasa rindunya terbalas. Hubungan mereka hanya sebatas kebutuhan lelaki itu belaka. Rio butuh Lisa karena pekerjaannya yang sangat memerlukan jasa perusahaa
Read more
CHAPTER 10
       Lisa bergegas keluar kamar. Pagi ini Ia akan berangkat bersama Sarita yang rutenya searah dengan letak rumah kos gadis itu. Lisa menunggu di depan jalan rumah. Hanya menunggu sekitar lima menit, mobil milik Sarita tiba. Gadis itu melambaikan tangan sambil tersenyum lebar.        “Hei, Lisa. Aku lupa beritahu kamu. Tiga hari lalu Rio meneleponku. Ia kesulitan menghubungi kamu. Katanya ada pemesanan barang yang mandeg. Aku bilang itu bukan pekerjaan Lisa lagi.”Lisa tersenyum.        “Ignore him, Ta. Itu cuma alasannya saja.”Sarita mengerti. Ia yang paling tahu kisah Lisa dengan Rio. Dari awal, Sarita melihat Rio bukanlah lelaki yang tepat bagi Lisa, tapi ia tak bisa menahan perasaan temannya.       “Untunglah kamu dipindahkan menangani brand baru jadi tak lagi berurusan dangan bastard itu.”Lisa menoleh ke arah Sarita l
Read more
DMCA.com Protection Status