Home / Rumah Tangga / BERAS LIMA RIBU / Bahagia Tak selalu bersama

Share

Bahagia Tak selalu bersama

Author: Mommy Alkai
last update Last Updated: 2024-10-24 06:32:30

Sebagai wanita yang kerap mengalah dengan keadaan, tadi adalah puncak luapan amarah Rasti terhadap Wandi.

Bukan karena sekarang dia sudah bekerja. Bukan. Tapi karena kalimat Wandi yang terus melukai hatinya. Mengatakan kalau dia tidak melakukan apapun di rumah.

Kalimat yang sering didengar dari iparnya, kini didengarnya sendiri dari mulut Wandi.

"Kalau kamu jadi berani begini, mending tidak usah kerja lagi!" ancam Wandi kesal.

Rasti mencoba mengatur nafas untuk meredam amarah yang memuncak. Kali ini dia tidak boleh memakai perasaan, demi terus bisa bekerja dan menghasilkan uang sendiri.

"Aku minta maaf, Mas," kata Rasti mengalah. "Aku hanya kesal karena Mas bilang nggak melakukan apa-apa."

"Begini. Kerja di pabrik itu kejar-kejaran dengan waktu. Kalau kamu enak, capek bisa tidur."

"Ya, aku minta maaf."

"Belikan dulu rokok! Kalau kamu yang beli, mungkin harganya dikurangi." Wandi menyodorkan uang sebesar dua puluh lima ribu.

Rasti tahu apa yang dipikirkan suaminya. Untuk kali ini, terpaksa dia harus mengalah dulu.

Menyeka air mata yang tumpah, Rasti mengambil uang dari tangan suaminya.

"Eh, Mbak Rasti!" sapa Ahmad dengan suara yang sengaja dikeraskan.

Arfan yang berada di dalam, sempat berpikir kalau Ahmad berbohong dengan berpura-pura bicara dengan Rasti.

"Tumben, Mbak Rasti?" Lagi-lagi Ahmad mengeraskan suaranya.

Kali ini Arfan semakin menajamkan pendengarannya.

"Beli rokok, Bang. Harganya berapa, ya?"

Mendengar suara Rasti, Arfan langsung keluar dan berdiri di samping Ahmad yang senyum-senyum.

"Awww!" Tiba-tiba Ahmad meringis saat kakinya sengaja diinjak oleh Arfan.

"Kenapa Bang Ahmad?"

"Nggak apa-apa, Mbak. Jadi Mbak Rasti nggak tahu harga rokok suaminya berapa?"

Rasti menggeleng pelan.

"Uangnya berapa?" tanya Arfan.

"Dua puluh lima ribu, dapat berapa?"

"Sebungkus!" jawab Arfan cepat.

"Bener, Bang?"

"Iya bener." Buru-buru Arfan mengeluarkan sebungkus rokok dari dalam etalase.

Sepanjang perjalanan pulang, batin Rasti rasa teriris, saat mengetahui harga rokok suaminya yang mahal. Dua kali lipat lebih dari jatahnya belanja seharian.

Tiba di rumah Rasti langsung menyerahkannya kepada Wandi dengan perasaan kesal.

"Jadi, kamu beli ini dengan harga dua puluh lima ribu, Ras?" tanya Wandi tak percaya.

"Iya."

"Nggak nambahin uang lagi?"

"Nggak."

"Besok-besok kamu ajalah yang beli. Benar apa kata Mas, pasti dikorting harganya karena kamu kerja di situ."

"Memangnya, Mas biasa beli berapa?" Rasti bertanya kesal. Dua puluh lima ribu saja, baginya sudah cukup besar.

"Tiga puluh ribu."

"Ya Allah ... itu untuk sehari?"

"Iyalah."

Sesak kian terasa saat Rasti mengetahui harga sebenarnya.

Padahal, entah sudah berapa kali dia dan Faiz menahan keinginan untuk sekadar membeli makanan yang lewat di depan rumah. Setiap kali Rasti meminta, Wandi selalu mengatakan kalau mereka harus berhemat. Kenyataannya rokok pun harus dibeli dengan harga segitu.

Sementara itu di warung Ahmad terus saja menggoda Arfan.

"Ternyata jatuh cinta itu modalnya besar ya, Fan? Kalau memperkerjakan Mbak Rasti, sih, aku masih nggak masalah, tapi kalau sudah mengurangi harga jual, sudah luar biasa ini namanya!"

"Bukan begitu maksud saya, Mat. Melihat sikap dia ke istri dan anaknya, membuat saya malas lihat dia. Saya yakin, dengan mendapat harga segitu, orang itu nggak akan membeli rokok ke sini."

"Kamu sebal karena sikapnya atau karena dia suaminya Mbak Rasti? Jangan-jangan, kamu bukan nggak suka dia ke sini, tapi ingin Mbak Rasti yang datang berbelanja."

Arfan sebenarnya ingin mengelak, tapi rasanya sia-sia saja. Ahmad memang lebih mengenalnya ketimbang dia mengenal dirinya sendiri. Percuma.

Sejak terpuruk karena ditinggal menikah oleh Saskia dua tahun yang lalu, Ahmad baru melihat lagi binar cinta di mata sahabatnya.

Sayang, perasaannya jatuh kepada orang yang sudah memiliki pasangan. Kalau saja Ahmad tidak mengetahui kedzholiman Wandi terhadap anak istrinya, mungkin dia takkan. mendukung.

"Mat, sudah saya bilang berkali-kali, jangan sembarangan bicara. Kalau didengar warga sini, bukan hanya warung kita yang kena imbasnya, tapi juga Mbak Rasti. Cukup ...." Arfan tidak melanjutkan kalimatnya.

"Cukup apa? Cukup aku aja yang tahu kalau kamu suka sama dia? Oke!" Lagi-lagi Ahmad menggodanya.

Membuat keduanya terdiam untuk beberapa saat.

"Kita nggak tahu doa apa yang dilangitkan Mbak Rasti setiap malam. Mungkin, terselip keinginan supaya suaminya bisa berubah menjadi lebih baik. Untuk saat ini nikmati saja perasaan kamu, Fan. Asal jangan terlalu berharap kalau mereka berdua akan mengambil jalan perpisahan. Satu hal yang pasti, aku berdoa untuk kamu dan Mbak Rasti. Bahagia nggak harus selalu bersama, kan?"

Arfan melongo memandang Ahmad yang berkata sangat bijak kali ini. Arfan tahu, perasaannya salah. Dia juga tidak mungkin mendoakan keburukan untuk wanita yang dicintainya. Meski perasaannya tak pernah terbalas sekalipun.

"Ngomong-ngomong, Mbak Wita ke mana ya? sudah beberapa hari nggak lihat dia. Kamu lihat, Fan?" tanya Ahmad dengan pandangan mata ke jalan. Mengalihkan Arfan dari pembahasan tadi.

"Ah, itu. Saya lupa cerita sama kamu, Mat!"

Ahmad langsung menoleh.

"Lupa apa?"

"Saya lihat Mbak Wita sama laki-laki waktu saya lagi beli ayam tadi."

Wajah Ahmad langsung berubah begitu mendengar pengakuan Arfan. Dia memang memiliki banyak harapan kepada pelanggannya itu.

"Mungkin kakaknya," kata Ahmad mencoba berpikir positif.

"Di-dia manggil laki-laki itu dengan sebutan 'yang'."

"Mungkin namanya kuyang?"

"Bahagia nggak selalu harus bersama, Mat!" nasihat Arfan. Meledek lebih tepatnya.

"Tapi kalau bisa menikung, kenapa nggak?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BERAS LIMA RIBU   RENCANA AHMAD

    "Ah itu ... Rasti cuma kepikiran siapa yang gantiin Ibu popok. Bukannya Ibu nggak nyaman kalau nggak sering-sering ganti?""Memang ... tapi kan, jadi menyita banyak waktu kamu?""Nggak masalah, selagi saya bisa. Cuma ya gitu, Rasti nggak bisa datang tepat waktu, Bu."Mata Sulastri mengembun. Segenap penyesalan menghampirinya. Bagaimana dia tidak bisa merasakan ketulusan Rasti?"Nanti kalau mau ke sini lagi, telepon Arfan saja.""Nggak perlu, Bu. Saya masih bisa sendiri. Kasihan kalau Bang Arfan harus ninggalin toko terus-terusan," kata Rasti sambil mulai membuka pakaian Sulastri. Tanpa sungkan, apalagi merasa jijik."Ibu juga nggak nyangka sama mereka berdua. Toko ini makin ramai setiap harinya. Mungkin, keduanya sudah butuh karyawan baru.""Di sini kan, nggak ada agen, Bu. Dan toko ini membedakan harga ecer dengan harga rencengan. Jadi pembeli yang mau selisih harga, pasti lebih memilih ke sini.""Ya, Ibu nggak ngerti soal begituan. Kamu juga. Katanya, laundryan kamu sekarang makin m

  • BERAS LIMA RIBU   PERHATIAN RASTI

    "Sudah jam berapa, Fan?" tanya Sulastri dengan wajah gelisah. Seperti sedang menunggu seseorang."Baru jam sepuluh, Bu. Ada apa?""Nggak apa-apa."Seingat Arfan, ini sudah ketiga kalinya Sulastri bertanya mengenai waktu Dan setiap ditanya kenapa, jawabannya juga selalu sama.Saat ini, Arfan begitu yakin kalau ibunya sedang menunggu kedatangan Rasti. Mungkin karena melihat ketulusan wanita itu saat mengurusnya tadi pikirannya berubah. Begitu dugaannya.Ada segelintir perasaan bahagia yang menghampiri Arfan. Mungkinkah ibunya akan segera merestui hubungannya dengan Rasti?"Ibu mau ke kamar mandi?" Arfan kembali bertanya untuk memastikan. Khawatir ibunya ingin buang air dan menunggu Rasti membantunya."Nggak, Fan ....""Terus, kenapa Ibu gelisah begitu?" Arfan makin penasaran dan berharap ibunya memberi jawaban sesuai harapannya."Nggak apa-apa.""Arfan sudah dapat nomor yayasan yang biasa menyalurkan ART untuk merawat lansia. Cuma masih dua hari lagi mungkin." Arfan kembali memancing p

  • BERAS LIMA RIBU   PENGORBANAN RASTI

    "Bang, jadi saat ini kita pacaran?""Terserah Dik Wita mau menyebutnya apa. Abang masih nggak percaya semua ini bisa terjadi dengan cepat.""Ya ampun, Bang. Wita juga nggak sesempurna yang Abang bayangin. Banyak kekurangan aku yang mungkin bikin Abang kaget nanti.""Apa?""Aku nggak pinter masak!""Abang cari pendamping, Dik, bukan cari tukang masak!""Yakin?""Serius.""Eh, bentar! Kata Mbak Rasti, Abang aktifin handphonenya!""Habis baterai. Kenapa memang?""Katanya, ibunya Bang Arfan jatuh di kamar mandi. Sekarang masih di klinik.""Inalillahi wa innailaihi rojiun ... terus, Mbak Rasti bilang apalagi? Keadaannya bagaimana?""Tadi masih diperiksa, Bang. Coba telepon Bang Arfan.""Kamu punya nomornya?""Nggak. Kan bisa minta sama Mbak Rasti.""Jangan!""Kenapa?""Abang takut kamu berubah pikiran.""Abang ... !!! Sini lihat mata aku! Aku tuh udah nggak naksir lagi sama Bang Arfan. Masa mikir gitu, sih?""Abang cemburu karena merasa jauh kalau dibandingkan sama Arfan.""Masya Allah Aba

  • BERAS LIMA RIBU   SIKAP BERBEDA

    lMenggigit ujung bibirnya, Rasti kebingungan harus menjawab apa. Haruskah mengatakan kalau dia juga merasa sangat kehilangan?Hanya dengan mengambil banyak orderan, dia bisa sedikit mengalihkan perasaan itu. Meski di dalam dirinya masih merasa hampa."Biasa saja," jawabnya berbohong. Bagaimanapun juga, Sulastri belum memberi restu. Dan Rasti tidak ingin jawabannya menyisakan harapan untuk Arfan."Nggak masalah."Rasti menoleh cepat. Kenapa Arfan merespon begitu?"Nggak masalah kalau saat ini kamu merasa biasa saja. Saya akan menunggu sampai kamu merindukan saya. Entah kapan.""Ka-kalau tidak pernah?""Tidak apa-apa. Saya akan terus menikmati perasaan ini. Anggap saja kamu masih bersama dia. Tak bisa digapai!" kata Arfan melebarkan senyumnya.Rasti bergeming. Kehabisan kata-kata untuk menanggapi pengakuan Arfan barusan. Padahal, dia sudah berusaha memberikan jawaban yang tidak sesuai dengan isi hatinya."Jangan anggap pengakuan saya menjadi beban buat kamu sampai harus menghindar begi

  • BERAS LIMA RIBU   KEPUTUSAN AHMAD

    Pernyataan Faiz membuat Wandi terkejut bukan main. Matanya langsung tertuju pada sosok wanita yang masih menyisakan rasa di dalam hatinya."Jadi kalian mau menikah? Kapan?" Wandi masih memburu pertanyaan dengan mata melotot tajam. Seolah tak peduli ada Santi dan Mak Saroh di samping kanan dan kirinya. Juga tetamu yang mungkin saja mendengarnya.Rasti tidak menjawab. Dia membiarkan saja Wandi bergelut penuh teka-teki. Meski selintas rasa tak enak pada Arfan yang berada di sampingnya."Doakan saja!" Arfan menimpali meski tak kuasa menahan tawa melihat ekspresi Wandi."Kalau kalian sampai menikah, aku akan ambil Faiz untuk tinggal sama kami!" ancam Wandi dengan emosi yang semakin menjadi-jadi. Entah apa yang membuatnya jadi marah begitu."Apakah ini sebuah ancaman, Mas? Kamu kan, sudah hidup bahagia dengan Santi. Kenapa harus mencampuri urusanku lagi?" Rasti tak mau kalah. Wandi sendiri yang membuatnya berubah menjadi perempuan kuat dan tidak menerima begitu saja perlakuan buruk yang men

  • BERAS LIMA RIBU   PENOLAKAN WANDI

    "Di sini?" Rasti menatap ke sekeliling. Syukurlah, mereka semua paham situasi. Satu persatu beranjak pergi menuju meja prasmanan supaya Rasti dan Arfan bisa bicara."Di mana lagi selain di sini? Kamu selalu menghindar belakangan ini," ceplos Arfan tak sabar melihat wanita yang dicintai kini ada di hadapannya.Wita yang datang menghampiri untuk mengajak mereka makan, justru mendengar perkataan Arfan. Dia bisa membaca situasi dan langsung menggandeng Faiz pergi ke tempat es krim, diikuti Ahmad yang mengekor di belakangnya."Bang Ahmad mau juga?" tawar Wita yang berbalik badan ketika menyadari Ahmad mengikutinya."Bo-boleh ...," jawab Ahmad gugup setelah 'tertangkap basah'.Wita lalu berjalan lebih dulu dan meminta tiga cup es krim untuk mereka. Setelah itu, baru kembali pada Ahmad dan Faiz."Bang, sebenarnya aku mau hubungin Bang Ahmad. Tapi malu, takut ganggu!" kata Wita jujur, sambil menyerahkan satu cup es krim pada lelaki yang wajahnya terlihat sangat gugup itu."Lho kenapa harus m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status