Share

5. Kemarahan Radha

Author: Nanda Safitri
last update Last Updated: 2025-07-13 17:31:24

Radha mengambil satu lukisan, melihatnya tajam, lalu menjatuhkannya dengan gemetar. “Begini rasanya dihina atas sesuatu yang kamu buat sepenuh hati? Rasain!”

“Kurang ajar!” Suara Krisna mencuat di tengah hantaman hujan deras yang mengguncang atap seperti derap sepatu tentara.

Lukisan itu jatuh tak berdaya seolah tak ada lagi harapan bagi karya seni tersebut untuk bertahan. Krisna berdiri diam, tangannya mengepal erat, semburat merah padam menjalar di seluruh wajahnya. Sebelum akhirnya dia berjalan buru-buru menghampiri wanita yang sudah dikuasai api kemarahan.

Buk! Satu pukulan didaratkan Krisna pada dinding kamarnya. Nyaris saja pria itu memukul Radha. Radha tersudutkan, kepalan tangan milik Krisna hampir saja mengenai pipi mulus wanita itu.

“Bodoh!” seru Krisna yang mulai tersulut emosi

“Apa? Kamu mau marah, ha?” Wanita itu seperti tak ada takutnya sama sekali. Kepalanya mendongak, seperti ingin menantang pria di depannya berduel.

Krisna menarik napas dalam. Dia berusaha menahan emosi agar tidak menyakiti wanita yang bahkan baru dia kenal ini. Tangannya terangkat dan telunjuknya mengarah pada pintu. “Keluar! Sebelum kesabaranku habis!”

Mata Radha mengikuti ke mana arah telunjuk pria itu. Dia mendengus dan bahkan tidak beranjak sama sekali dari tempatnya berdiri. Manik indah milik Radha menatap pria di depannya remeh. “Kamu harus minta maaf atas perkataanmu padaku!”

“Aku berkata yang sebenarnya dan sampai kapanpun tak akan meminta maaf padamu!”

Radha mendecak, ternyata ada yang lebih keras kepala dari dirinya. “Jangan mentang-mentang kamu orang kaya, kamu bisa bertindak semena-mena ke rakyat kecil!”

“Keluar! Jangan sampai aku menamparmu!” Nada suara Krisna semakin tinggi. Dia sudah mulai muak dengan tingkah wanita itu.

Bukannya menunjukkan wajah takut apalagi rasa bersalah, wanita yang sangat suka merangkai diksi indah itu malah terkekeh pelan. “Memang ini kamarmu, tapi aku tidak akan keluar sebelum pemilik kamar ini meminta maaf.”

Sementara itu di tempat lain, Ros sudah selesai dengan urusannya. Dia memutuskan kembali ke kamar Krisna untuk mengajak sahabatnya itu pulang. “Dasar bibi ngga tau diuntung, dia menelponku cuman untuk minta duit. Dia pikir aku orang kaya!” ocehnya sepanjang jalan.

Sesampainya Ros di depan pintu kamar, telinganya langsung disambut oleh suara keributan yang terdengar dari dalam kamar. Wanita itu gegas membuka pintu dan masuk terburu-buru. “Ada apa ini?”

Seketika dua orang yang sedang adu mulut itu pun terdiam. Hingga akhirnya Radha angkat bicara. “Dia menghina tulisanku, siapa yang ngga marah?”

Ros menghela napas jengah. Dia sangat tahu tabiat Radha yang sangat susah mengontrol emosinya. “Ra, tapi ini keterlalulan.” Mata wanita itu menyapu lukisan yang tergeletak di atas lantai.

Radha mendecak, rautnya semakin merah. “Kamu mau belain dia, Ros?” Radha tahu dia kelewatan. Tapi rasa dikhianati menyergap lebih cepat dari logika. "Kamu suka, ya, sama dia?” tanya wanita itu tak berdasar.

“Loh, kok kamu mikirnya gitu sih, Ra? Aku cuman bilang kalau ini sudah keterlaluan.”

Radha menyeringai getir. Air matanya tak jadi jatuh, tapi matanya nyalang. "Ngga nyangka aku, Ros. Kamu lebih milih belain dia daripada aku sahabatmu sendiri."

“Kalau kalian mau berdebat, berdebat di luar saja. Cepat keluar dari rumahku!” Suara itu terdengar lantang. Kesabaran Krisna pun sudah mulai habis.

Ros mendesah pelan, tidak peduli sahabatnya itu mau marah padanya. Dia menarik tangan Radha secara paksa dan membawanya keluar dari sana. “Ayo, Ra! Jangan bikin masalahnya jadi rumit!”

Radha mendecak, dia masih ingin menunggu pria itu mengucapkan kata maaf padanya. “Tunggua, Ros! Pria itu harus minta maaf!”

Ros tidak menggubris ocehan Radha, dia tetap pada pendiriannya membawa sahabatnya yang keras kepala itu keluar.

***

Hujan kembali turun, kini disertai badai dan petir. Angin kencang menggerakkan jendela rumah Ros ke sana kemari, hingga menimbulkan bunyi yang sedikit mengganggu. “Ros, tutup aja pintunya. Aku jadi ngga fokus nulis,” teriak Radha yang berkutat dengan kertas dan pulpen di meja belajar milik Ros.

Ros yang sibuk menyiapkan makanan di atas meja, berjalan menuju jendela tersebut, lalu menutup dan tak lupa menguncinya. Setelah menutup jendela, wanita yang masih mengenakan celemek itu pun memanggil Radha dan sang adik untuk makan malam terlebih dahulu.

“Ra … Debi … yuk makan!” teriaknya sedikit keras.

Sudah cukup lama Ros menunggu, namun tak ada yang datang untuk makan. Radha sibuk dengan tulisannya, sedangkan sang adik tak mau keluar kamar. Akhirnya, wanita itu makan sendiri ditemani televisi yang bahkan tidak memiliki gambar yang jelas.

Tak terasa air mata wanita itu mengalir, dia sangat ingin merasakan rasanya makan dengan sang adik. Tapi, semenjak Debi bekerja, gadis berumur 23 tahun itu lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kamar.

Sementara itu, di tempat lain Radha terlihat fokus dengan telpon genggamnya. Tangannya sibuk mengetik dan mulutnya tak henti menggerutu. "Andai kau tahu luka ini, kuharap kau terjebak dalam ragaku, dalam hidup yang tak pernah kau pahami.” Begitulah wanita itu menuliskan bait puisi dan mengirimkannya di media sosial.

***

Krisna memandangi lukisan yang sudah susah payah dirinya buat. Dia menghela napas pasrah karena harus mengulang membuat karya itu lagi.

Dia pun menoleh ke belakang, tempat di mana pria itu menaruh komputer yang dirinya pakai untuk bekerja. Di layar, gambar komik yang masih belum selesai terpampang.

Mana yang harus kukerjakan dulu, semuanya ingin selesai secepatnya, monolognya dalam hati.

Krisna menarik napas dalam. Dia lebih memilih merebahkan tubuh di atas kasur empuk miliknya. Tangan kekar pria itu meraih telpon genggam yang disimpannya di saku belakang celana.

Dia mengetikkan sebuah kalimat di akun media sosial yang hampir tidak pernah dia buka. "Mata yang penuh benci tapi tak tahu dunia. Rasakan saja jadi aku, kalau kau mampu!"

Begitulah mereka menuliskan keluh kesah di media sosial masing-masing. Mereka tidak sadar banyak pasang mata yang melihat tulisan tersebut dan tidak sedikit dari mereka yang mengaminkannya.

***

Matahari muncul malu-malu dari timur. Hujan sudah reda, namun aroma tanah basah masih menyeruak di mana-mana. Krisna menguap, lantaran tidurnya terganggu oleh kokok ayam yang setia membangunkan setiap pagi.

Dia duduk sejenak, mengumpulkan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul. Mata pria itu masih separuh terpejam. Dia menggosok-gosok tangannya agar terasa lebih hangat.

Beberapa menit kemudian, manik indah milik Krisna mulai terbuka, nyawanya pun sudah terkumpul sempurna. Sekarang adalah waktunya untuk memulai pagi dengan motivasi dan semangat baru.

“Aku bisa! Aku tidak akan menyerah!” serunya menyemangati diri sendiri.

Dia tetap menggosok-gosokkan telapak tangan karena cuaca pagi ini terasa sangat dingin. Hingga, pria itu tersadar akan satu hal. “Sejak kapan aku memakai kutek warna pink? Aku baru sadar jariku semungil ini.” ujarnya keheranan.

Krisna merasakan hal aneh pada tubuhnya. Rambut pria itu terlihat lebih panjang dari sebelumnya. Merasa semakin janggal, dia bergegas menghampiri cermin.

“Arghhhh!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   24. Hampa

    Malam semakin larut, tak ada lagi suara yang terdengar kecuali suara jangkrik yang selalu menemani istirahat orang-orang. Bulan pun tampak malu-malu, tertutup kabut malam.Di satu tempat, terlihat Krisna yang masih fokus dengan telpon genggamnya. Menggulir layar cerah itu hampir ke akar tanpa henti. “Apa penulis artikel ini tau sesuatu?” gumamnya pelan. Sudah lama pemuda yang sudah memakai piyama itu terpaku di tempat yang sama. Hingga kantuk pun datang. Sambil menguap, Krisna beranjak dan berhambur ke tempat tidur. “Radha harus tau ini,” gumamnya, lalu kemudian mulai tertidur.Di sisi lain, terlihat Radha yang tengah fokus menggoreskan alat gambarnya pada kertas di atas kasur. Perempuan itu terlihat mengayunkan kakinya sambil tengkurap. “Gini bukan, sih?” tanyanya pada diri sendiri.Karena kurang yakin dengan karyanya sendiri, Radha pun kembali menghapus gambar yang sudah hampir selesai tersebut. “Susah banget gambar ginian doang!” keluhnya.Lama perempuan itu merenung, memandangi k

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   23. Sedikit Rasa Nyaman

    Krisna menahan tawa ketika wajah Radha berlumuran lumpur. “Kalau makan coklat jangan kemaruk,” ejeknya. “Aku ngga makan coklat, loh, dari tadi.” Radha menggeram. Dia mengobrak-abrik tasnya guna mencari cermin kecil yang selalu dia bawa ke mana-mana. Ketika cermin itu menampakkan wajah Radha. Mata perempuan itu langsung menyalang, ada lumpur di hampir seluruh bagian mulutnya. “Apa-apaan ini!” “Kok bisa kamu ngga sadar, Ra?” Krisna terkekeh pelan. “Ya, aku fokus ngomong sama kamu,” kesalnya. “Ya, udah, sini aku bersihin!” Tangan pria itu terangkat. Hendak membersihkan lumpur yang berlumuran di sekitar mulut Radha. Radha diam terpaku, kenapa rasanya sedikit berbeda ketika disentuh oleh pria itu? Jantungnya pun berdetak lebih cepat dari biasanya. Elusan tangan Krisna, membuat perempuan itu merinding. Dengan cepat Radha menepis tangan Krisna dari mulutnya. “Biar aku aja yang bersihkan!” Krisna mengangguk paham, dia pun kembali duduk manis seperti sedia kala. Kemudian pria

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   22. Sebuah Rencana

    Dunia langsung berubah gelap, ketika kepala Radha tersungkur masuk ke dalam ember berukuran sedang yang hampir menutupi seluruh kepalanya. Krisna yang berlari menghampiri Radha tak kuasa menahan tawa melihat Radha berkepala ember. “Makanya, Ra, jangan banyak tingkah.”“Tolongin dong! Jangan ketawa aja!” teriak Radha. Suara Radha terdengar samar karena tertutup ember.“Ha? Apa? Aku ngga denger,” teriak Krisna.Radha mendecak kesal, ember berwarna hitam itu sangat bau dan sempit. “Jangan becanda dulu, Kris!”“Ini ngga bisa secara manual, nih. Kayaknya harus panggil damkar,” celetuk Krisna asal.“Krisna! Kalau kamu ngga bantuin aku, aku ngga akan kasih tahu kamu sebuah info penting tentang kita,” ucap Radha penuh ancaman. Napasnya juga sudah mulai sesak dan bau yang tidak nyaman sangat menyiksa dirinya.Akhirnya, Krisna pun menurut, dia berusaha menarik ember yang menutupi kepala Radha de

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   21. Penyihir

    “Apa jangan-jangan dia penyihir, dan dia yang udah sihir kamu sama Krisna,” tebak Ros asal. “Hus, ngga boleh gitu. Zaman sekarang mana ada yang kayak gitu, Ros.” “Tapi … bisa aja, ‘kan, Ra? Mungkin dia ada dendam sama kamu.” Ucapan Ros sukses membuat Radha berpikir ulang. Perempuan itu terdiam, apa yang dikatakan Ros tidak sepenuhnya salah. Bisa jadi memang seperti itu, mengingat Radha sempat membuat Raksa sakit hati. “Benar juga yang kamu bilang, Ros. Raksa sempat nembak aku, tapi aku tolak,” jelasnya. “Nah, mungkin karna itu, dia nyihir kamu!” “Oh, ya, aku jadi teringat soal perempuan yang datang ke rumah Krisna kemarin,” ucap Radha mengubah topik pembicaraannya. “Perempuan? Siapa? Pacar Krisna?” tanya Ros ingin tahu. Perempuan itu tampak sangat tertarik dengan pembahasan Radha. “Aku juga ngga tau, sih, Ros. Kemarin dia datang nangis-nangis. Trus, dia cerita kalau ibunya dirawat di rumah sakit jiwa, ayahnya bawa cewe ke rumah,” jelas Radha panjang lebar. Ros mengangg

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   20. Satu Hal Yang Begitu Aneh

    “Ngga nyangka banget kita bakalan ketemu di sini Ra!” Pria berjas hitam, berambut pendek dan lurus terlihat sangat kegirangan. Dia bahkan sampai menjatuhkan kertas yang dipegangnya.Radha tersenyum canggung, sudah bertahun-tahun mereka tidak bertemu. “Raksa, kamu pemilik minimarket ini?”Pria bernama Raksa pun mengangguk. Dia berjalan cepat menghampiri Radha yang masih berdiri di ambang pintu. “Kamu sendiri ngapain? Apa kamu yang mau melamar kerja di sini?” tanya Raksa.“I-iya, aku dipaksa sama temanku,” jawabnya gugup.“Oh … nggak masalah, kok. Ya, udah, sekarang kamu diterima kerja,” ucapnya tanpa basa-basi.Sontak perkataan Raksa membuat Radha seakan tidak percaya. “Loh, apa ngga diinterview dulu?” tanya Radha basa-basi, meski perempuan itu tahu apa alasan yang membuat Raksa langsung menerima dirinya.“Udah lama aku cari kamu, Ra! Kabarnya kamu, adik, dan ibu kamu pindah rumah. Setelah aku dapat alamatnya, kamu malah ngga ada

  • BERTUKAR TUBUH DENGAN MUSUHKU   19. Mencari Kerja

    “Jadi Papa kamu bawa lima perempuan ke rumah?” Radha tampak sangat terkejut.Sambil berlinang air mata, perempuan itu mengangguk. “Mama aku sekarang ada di rumah sakit jiwa,” tambahnya lagi.“Apa? Jadi, gara-gara Papa kamu selingkuh, mama kamu jadi, maaf, gila?” Radha sungguh tidak habis pikir. Rupanya, kehidupan orang kaya tidak selamanya indah. Dilihat dari penampilan, perempuan itu sangat jauh dari kata kekurangan, tapi, cobaanya ada di keharmonisan keluarganya.“Lukisan yang kasih ke aku, rusak dirobek papa aku,” sambung perempuan itu lagi.“Lukisan?”“Iya, maaf, ya! Aku ngga bisa jaga lukisan kamu dengan baik,” ujarnya merasa sangat bersalah.“Ngga apa-apa, itu bukan salah kamu,” jawab Radha lagi.***Pagi ini dunia terasa begitu dingin, namun tidak ada hujan sama sekali. Hanya udara yang berhembus kencang. Matahari pun enggan menampakkan diri, Radha bergumul di dalam selimut tebal, dan seperti tidak mau bangun untuk melakukan aktivitas.“Dingin banget, latihan hari ini tunda aja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status