 LOGIN
LOGINDi sebuah dunia di mana kekuatan elemen menentukan martabat dan derajat seseorang, Itachi tumbuh sebagai anak yang dianggap lemah dan tidak berbakat. Di desa Aokami, di mana anak-anak seusianya telah menguasai api, angin, atau tanah sejak kecil, Itachi hanya mampu menyalakan percikan kecil yang segera padam. Cemoohan, ejekan, bahkan penolakan menjadi makanan di setiap harinya. Namun, takdir Itachi jauh lebih besar dari yang pernah dibayangkan siapa pun. Pada ulang tahunnya yang ke-15, sebuah peristiwa langit yang langka terjadi. Gerhana Kosmik. Pada malam itu, segel kuno yang tersembunyi dalam darahnya terpecah, membangkitkan kekuatan yang telah lama tersembunyi, kekuatan elemen alam semesta. Tidak hanya satu, tetapi seluruh elemen, yaitu api yang membara, air yang menenangkan, angin yang menggulung, tanah yang kokoh, petir yang menyambar, dan bahkan kekuatan langit dan bintang. Dari seorang anak yang diremehkan, Itachi berubah menjadi kunci keseimbangan dunia. Namun, kekuatan besar selalu datang dengan ujian yang berat. Sekte Kegelapan yang selama ini mengintai kebangkitan kekuatan elemen alam semesta langsung bergerak ketika mengetahuinya. Itachi harus belajar menguasai semua elemen, menemukan jati dirinya, dan membuktikan bahwa dirinya bukanlah anak yang lemah. Perjalanan Itachi bukan hanya tentang kekuatan, tetapi tentang bagaimana seorang anak yang dianggap hina dapat menjadi pahlawan yang mengubah nasib dunia.
View More***
Desa Aokami diselimuti kabut pagi yang tipis. Matahari baru saja terbit, memancarkan sinarnya yang keemasan melalui celah-celah pepohonan lebat yang mengelilingi desa. Burung-burung kecil berkicau riang, tapi suasana hati Itachi tidak seceria pagi itu. Itachi menarik napas panjang, lalu mengencangkan ikatan kain lusuh di pinggangnya. Kaki-kakinya yang kurus melangkah pelan melewati jalanan tanah yang becek. Di kejauhan, suara gemuruh terdengar, anak-anak seusianya sedang berlatih di Lapangan Api. “Itachi! Mau ke mana kau?” teriak seseorang. Itachi menoleh. Di belakangnya berdiri Aishi, anak kepala desa, dengan tubuh kekar dan tatapan meremehkan. Di sampingnya, beberapa anak lain ikut terkekeh, seolah sudah tahu jawaban yang akan keluar. “Aku… aku hanya ingin menonton latihan,” jawab Itachi, mencoba terdengar percaya diri. Aishi mendengus. “Menonton? Hah! Sudah berusia lima belas tahun tapi masih belum bisa menyalakan percikan api. Lebih baik kau berhenti bermimpi menjadi Petarung Elemen.” Anak-anak lainnya tertawa keras. Itachi menundukkan kepala, wajahnya memanas. Tapi dia tidak membalas, hanya melangkah pergi menuju bukit kecil di tepi lapangan, tempat biasa ia duduk sendiri. Di lapangan, para pemuda Aokami tengah berlatih dengan semangat. Ada yang mengendalikan api merah membara, ada yang memanggil pusaran angin, bahkan ada yang mampu menggoyangkan tanah di bawah kakinya. Setiap gerakan mereka penuh kekuatan, seolah-olah mereka telah ditakdirkan untuk menjadi pejuang hebat. Sementara Itachi, hanya mampu merasakan hawa hangat tanpa bisa mengendalikannya. Hari-hari latihannya berakhir dengan kegagalan, membuatnya dijuluki "Anak Tanpa Elemen". Tapi jauh di dalam hatinya, Itachi tahu ada sesuatu yang berbeda. Setiap malam, mimpinya dipenuhi cahaya misterius dan suara asing yang berbisik pelan. Ia tidak pernah menceritakan hal ini kepada siapa pun, bahkan kepada ibunya. Pagi itu, ketika semua orang sibuk dengan latihan, Itachi mengalihkan pandangannya ke langit. Awan-awan putih perlahan bergerak, menyisakan langit biru yang luas. Angin berdesir pelan melewati kulitnya, seolah berbicara kepadanya. “Itachi.” Sebuah suara lembut terdengar di telinganya. Itachi terlonjak, menoleh ke sekeliling. Tidak ada siapa pun. “Itachi, dengarkan panggilan di dalam hatimu….” Suara itu kembali terdengar, lebih jelas, lebih dalam. Itachi memegang dadanya. Jantungnya berdebar keras, bukan karena takut, tetapi karena sesuatu dalam dirinya merespons panggilan itu. Tiba-tiba, langit mulai meredup. Awan hitam menggelayut cepat menutupi mentari pagi. Para pemuda yang sedang berlatih berhenti, menatap langit dengan kebingungan. “Gerhana Kosmik…” bisik seorang tetua yang berjalan tertatih-tatih ke tengah lapangan. "Sebuah pertanda… pertanda warisan kuno." Itachi meneguk ludah. Kepalanya terasa berat, penglihatannya mulai kabur. Tubuhnya lemas, lututnya bergetar hebat. Ia jatuh berlutut di tanah yang dingin. Dalam kesadarannya yang kabur, ia melihat cahaya putih menyelimutinya. Suara gemuruh terdengar dari segala penjuru. Di balik cahaya itu, siluet makhluk raksasa tampak: naga api yang meliuk ganas, harimau putih berlari di puncak salju, burung besar bersayap petir, dan sosok perempuan dengan mahkota bintang di kepalanya. "Pewarisku… akhirnya kau terbangun," suara gaib itu menggema. Tubuh Itachi terasa seperti akan meledak. Seluruh syarafnya terbakar, darahnya seperti mengalir cepat dalam nadi. Ia meraung, menahan rasa sakit yang luar biasa. Aishi dan anak-anak lain yang tadinya mengejek, kini hanya bisa menatap ngeri. Mereka menyaksikan tubuh Itachi terangkat ke udara, dikelilingi pusaran energi yang tidak dapat mereka pahami. Angin berputar kencang, tanah berguncang, kilatan petir menghiasi langit, dan air dari sungai terangkat membentuk pusaran raksasa. “Itachi! Itachi!” suara ibunya, Nari, terdengar berlari dari arah rumah mereka. Wajahnya pucat pasi melihat pemandangan mengerikan itu. Namun mata Itachi kini bersinar keemasan. Tangan-tangannya menyatu di depan dada, membentuk simbol kuno yang tak pernah diajarkan siapa pun padanya. "Putra langit…" Tetua desa terjatuh berlutut. "Dia… dia mewarisi kekuatan alam semesta." Dalam sekejap, kabut hitam tersedot masuk ke dalam tubuh Itachi, langit kembali cerah, dan tubuhnya perlahan turun ke tanah. Ia terbaring diam, nafasnya terengah, tubuhnya basah oleh keringat. Semua orang mendekat, takut sekaligus penasaran. Tak ada lagi yang berani menertawakannya. Dengan sisa tenaga, Itachi membuka matanya, tatapannya tidak lagi kosong seperti biasanya. Ia merasakan semuanya—angin yang berhembus, panasnya api jauh di perut bumi, aliran air di sungai, getaran tanah, bahkan bisikan bintang di angkasa. Di dalam dirinya, sesuatu telah bangkit. Dan hidupnya tidak akan pernah sama lagi.Pagi hari di Kuil Roh diselimuti kabut lembut yang bergulung seperti tirai sutra putih. Embun menggantung di ujung dedaunan, dan hawa spiritual yang tenang menyelimuti seluruh puncak. Cahaya mentari pertama menembus awan tipis, memantulkan warna keemasan di atas atap kuil kuno itu.Di tengah halaman batu yang luas, Itachi berdiri dengan tubuh tegap. Di hadapannya berdiri Guru Shunri, sang pengendali roh agung, berpakaian jubah putih panjang dengan bordiran simbol spiral yang melambangkan keselarasan antara alam dan jiwa. Tatapannya lembut, namun penuh kedalaman seperti samudra yang tak terukur.Di sisi lain, Aoka dan Nala berdiri memperhatikan dari bawah pohon suci. Keduanya tampak menahan napas, karena atmosfer pelatihan hari itu terasa berbeda. Aura spiritual yang begitu pekat memenuhi udara.“Elemen roh,” ucap Guru Shunri perlahan, suaranya bergema lembut namun penuh wibawa, “adalah elemen tertua yang lahir sebelum bahkan api dan air diciptakan. Roh adalah nafas alam semesta, pengh
“Guru,” katanya perlahan, “apakah… aku akan mengalami hal yang sama?”Guru Shunri menatapnya lama. “Tak ada dua jalan takdir yang benar-benar sama, Itachi. Namun sejarah memiliki kebiasaan buruk ia selalu mencoba berulang, menunggu seseorang yang cukup kuat untuk memutus rantainya.”Aoka menatap Itachi, hatinya berdesir tak tenang. Ia bisa melihat kegelisahan di mata pemuda itu, bayangan Artheon seolah menempel di dalam dirinya.Shunri lalu berdiri, berjalan ke arah Itachi dan menepuk pundaknya.“Artheon gagal karena ia tak bisa menyeimbangkan hati dan kekuatannya. Kau berbeda. Kau memiliki rasa takut… dan itu baik. Karena hanya orang yang takut kehilangan, yang benar-benar tahu arti melindungi.”Zentarion muncul sepenuhnya, menatap Shunri dan mengangguk hormat. “Ia mungkin belum sehebat Artheon… tapi aku tahu, api dalam dirinya berbeda. Ia bukan hanya ingin melawan kegelapan, ia ingin mengubahnya.”Guru Shunri tersenyum. “Maka biarlah sejarah memberi kesempatan kedua bagi semesta ini
Aoka tersenyum haru. “Itachi… kau sudah melangkah jauh sekali.” Nala yang duduk di sampingnya juga menatap kagum, “Rasanya… auramu kini seperti bukan manusia biasa.” Guru Tua kemudian menepuk bahu Itachi dengan lembut. “Istirahatlah malam ini. Besok, aku akan memperkenalkanmu pada Roh Penuntun Langit, roh yang hanya akan muncul di hadapan mereka yang benar-benar selaras dengan dirinya.” Sambil menatap langit sore yang mulai memerah, Itachi menggenggam Reizenkai dan berbisik lirih, “Zentarion… terima kasih. Aku tahu, perjalanan ini baru dimulai.” Roh pedang itu menatapnya tenang. “Dan aku akan terus di sisimu… sampai hari di mana langit dan bumi berhenti berputar.” Pada keesokan harinya... Langit pagi di puncak Kuil Roh tampak tenang, namun hawa spiritual di sekitarnya terasa berat dan dalam. Kabut lembut menari di antara pilar-pilar batu, seolah menyembunyikan rahasia ribuan tahun di balik tempat suci itu. Itachi, Aoka, dan Nala berdiri di hadapan Guru Tua Shunri, sang pen
“Aku... takut suatu saat segel kutukan ini membuatku kehilangan kendali. Sama seperti bagaimana Api Abadi mencoba menguasaimu.” Itachi menatapnya lembut. “Kalau itu terjadi, aku akan ada di sana untuk menahanmu.” Aoka menambahkan dengan senyum penuh keteguhan, “Dan aku akan melindungimu, bahkan kalau itu berarti harus melawan seluruh langit.” Nala tersenyum kecil, air matanya hampir jatuh. “Kalian berdua... selalu bicara seperti pahlawan. Tapi... terima kasih.” Itachi memandang dua orang yang kini sudah seperti keluarganya sendiri. Dalam hatinya, ia berjanji tak akan membiarkan siapa pun lagi menderita seperti dulu. Di langit, bintang jatuh melintas sejenak, meninggalkan jejak cahaya putih keperakan di udara. Aoka menatapnya dan berkata pelan, “Kau lihat itu, Itachi? Itu pertanda.” “Pertanda apa?” “Bahwa perjalanan kita belum selesai.” Itachi menatap jauh ke cakrawala, di mana langit dan bumi bertemu. Dalam hatinya, suara Zentharion bergema pelan suara yang hanya bisa ia deng
Aoka dan Nala saling berpandangan. Ada rasa tenang yang aneh di sekitar pria tua itu, tapi juga kekuatan yang begitu dalam, seperti lautan tanpa dasar. Sementara Ba Xian duduk di atas bahu Itachi sambil tertawa kecil. “Hati-hati, ya. Kalau beliau mulai bicara soal keseimbangan alam semesta, siap-siap kepalamu berasap.” Guru tua itu tersenyum tipis mendengar celoteh si kera, lalu menatap kembali pada Itachi. “Baiklah, anak pewaris elemen semesta. Malam ini kalian akan beristirahat di bawah atap langit. Besok, pelajaran pertama akan dimulai, bukan tentang kekuatan, tapi tentang diri kalian sendiri.” Suasana mendadak hening. Hanya terdengar suara hewan-hewan roh yang bernafas lembut di sekitar mereka, dan langit yang perlahan diselimuti cahaya bintang. Itachi menatap ke langit, lalu ke arah kuil yang berdiri megah di hadapannya. Ia tahu… langkah berikutnya akan menjadi awal dari ujian baru, bukan hanya melawan kegelapan di luar, tapi juga kegelapan yang tersembunyi di dalam dirinya
Langit sore di kaki gunung itu berwarna perak kebiruan, bergulung-gulung awan tipis seperti selimut roh yang menari di antara puncak-puncak batu. Di hadapan mereka terbentang jalan sempit dari batu giok pucat, berliku menembus kabut tebal menuju tempat yang disebut Aoka sebagai Puncak Sembilan Langit kediaman sang guru tua, legenda yang hanya muncul dalam bisikan para pengelana roh. “Apakah… ini benar jalannya?” tanya Nala dengan napas terengah, matanya menatap sekitar. “Kita sudah berjalan hampir satu jam, tapi semuanya terasa sama.” Itachi berhenti sejenak, menatap ke sekeliling. Bebatuan giok di sisi jalan masih sama, pepohonan putih seperti kristal itu pun seolah tak berubah sedikit pun. Hanya suara angin yang berdesir lembut di sela dedaunan, membawa aroma harum roh. Namun… setiap kali mereka mencoba naik lebih tinggi, langkah mereka justru berakhir di tempat semula. “Ini bukan jalan biasa,” gumam Itachi, menatap ke langit. Matanya yang menyala redup dengan warna oranye
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments