21+!!!
Tusukan lidah Benedict semakin cepat dan tidak beraturan, ia mengerahkan kemampuannya untuk menaklukan Rihana lewat permainannya. Dari pertama bertemu, Benedict menginginkan hubungan yang lebih dari sekadar teman biasa, entah itu hubungan jangka pendek atau pun panjang.
"Bennnn." Rihana beberapa kali tersentak, pikirannya melayang dengan sejuta fantasi. Ia mengerang, menegang lalu lemas. Benedict benar-benar tidak memberinya kesempatan untuk kembali ke titik kewarasannya. Rambut tebal Benedict menjadi pelampiasan tangan Rihana yang menariknya dengan kuat.
Setelah di rasa cukup, Benedict membalik tubuh Rihana, ia ingin memulainya dari belakang. Kepala Rihana ia tumpukan di bantal, kakinya ia tekuk seperti sedang bersimpuh, Benedict membelai lembah terlarang Ri
New York City. Garner Tower Building. "Pagi, seksi." Benedict menepuk pantat kyle, sekretarisnya di Garner Corp. "Pagi, pak." Kyle kelihatan sangat senang, ia tidak marah dengan perlakuan Benedict padanya, Kyle bahkan sengaja membusungkan dadanya, kemeja ketat yang ia pakai, hampir terbuka karena kancingnya tertekan oleh push up bra. Beberapa kali, Kyle merayu Benedict, tapi usahanya sia-sia karena mendapat penolakan Benedict. Tidak disangka, Benedict yang terkenal playboy itu membatasi dirinya untuk tidak mempunyai hubungan khusus terhadap sekretaris atau koleganya. "Ada yang penting, hari ini?" "Nona Barbara, menunggu anda di dalam, pak?" "Barbara?
"Dia tak sepintar dirimu, Ben. Bawa dia, pulang. Opa rindu." "Baiklah, Opa. Tapi aku harus ke Los Angeles dulu." "Los Angeles?" Jack membulatkan matanya. "Yah, Los Angeles, ada seseorang yang akan mengubahku untuk berhenti menjadi seorang playboy." Benedict tersenyum dengan penuh percaya diri. "Bullshit, terus yang berada di dalam kamar mandi itu apa?" Jack baru saja menutup mulutnya, Barbara keluar dari kamar mandi, ia masih merasa canggung kepada Jack. Dengan langkah pelan, ia berpamitan kepada kakek dari laki-laki pujaannya. "Ehmmm permisi tuan Garner, saya pamit dulu." Barbara memasang senyum sambil
"Hello cousin." Ashton tepat berdiri, di hadapan Benedict."A Ashton." Benedict mengerjap, seakan tidak percaya, orang yang sangat di rindukannya, muncul di hadapannya. Selama ini Benedict mencari Ashton, namun selalu gagal karena sebelum Benedict bertemu, Ashton sudah pindah ke tempat lain. Benedict mempunyai feeling, jika Ashton sengaja menghindarinya. Tapi mengapa, kini Ashton tiba-tiba muncul di hadapannya?""Kauuu," Benedict menunjuk baju chef yang di kenakan Ashton ber tag name ASHTON GARNER. "Jangan bilang kau kerja di sini, dan selama ini menghindariku."Ashton tersenyum remeh."Bajingan, berengsek, kau tahu selama ini aku bagaikan orang gila mencarimu, bisa-bisanya kau menghindar dariku, mempermainkanku, hah!" Bene
"A Ashton, kamu------""Ya Ri, aku menginginkanmu."Rihana memejamkan matanya, tangannya mencengkeram sofa, ia menahan napas. Sesuatu yang hangat menempel di bibirnya sekilas."Kau menutup matamu, supaya aku melakukan yang lebih dari ini?" Tawa Ashton pecah seiring tubuhnya bangkit dari atas tubuh Rihana."Berengsek." Rihana mengambil bantal sofa lalu melemparkannya ke arah wajah Ashton yang sangat menyebalkan."Aku tidak akan buru-buru, sebelum kau menerima cintaku, aku tidak akan menyentuhmu, Riri sayang."Keluar, aku muak melihat wajah jelekmu itu." Rihana sangat marah karena merasa di permainkan oleh Ashton.
"Ben, mmmm," Rihana berusaha menghindar dari ciuman panas yang dilancarkan oleh Benedict."Anaaa, aku menginginkanmu malam ini." Benedict mendorong Rihana menempel di dinding kamar hotel, tangannya ditarik ke atas. Ciuman Benedict turun ke leher Rihana, Benedict sengaja meninggalkan kissmark."Ben, jangan tinggalkan jejak di leherku." Rihana terengah, mencoba menghentikan aksi Benedict."It's okay, hanya satu tanda tidak lebih." Benedict mulai meraba dada Rihana."Ben, malam ini jangan------"Benedict ingin menghentikan protes dari Rihana, berbeda dengan malam itu, malam ini Rihana berusaha menolak sentuhan Benedict. Ia membungkam Rihana dengan ciuman liar, bertukar
Napas keduanya memburu.Ashton ingin sekali menerjang Rihana saat ini, ia memejamkan mata, menarik napasnya dalam."Ash," Rihana juga ikut memejamkan matanya setelah gagal untuk melepaskan diri dari kungkungan Ashton.Sebuah ciuman lembut mendarat di kening Rihana lalu suara berat Ashton terdengar di telinga kanannya."Tidurlah di sini, aku akan menjagamu, jangan khawatir, aku laki-laki yang terhormat, tidak akan memaksa seorang wanita untuk melayani napsu birahiku." Setelah selesai berbicara Ashton berdiri lalu menarik selimut, menyelimutinya.Rihana mengedipkan matanya, ia tidak menyangka, Ashton sangat pintar mengendalikan hawa napsunya.&nbs
"Kalian tidak ons kan, semalam?" "Plak." Rihana menampar laki- laki yang dipanggil Jo, itu. "Riri, siapa dia?" Rihana tidak menjawab. Ia berlari meninggalkan dua lelaki yang berdiri mengapitnya. Ashton berjalan, sengaja menabrakkan bahunya kepada laki-laki asing itu, menatap tajam sekilas lalu meninggalkannya. Ia berlari mengejar Rihana dan mengabaikan umpatan orang yang ditabraknya. Rihana berusaha menghentikan taksi, namun tidak ada satupun taksi yang berhenti. "Naik," Ashton menarik tangan Rihana, bermaksud mengantar pulang dengan mobilnya. "Lepas," Rihana menolak, m
"Ana.""Kamu! Bagaimana bisa masuk kemari?" Rihana membulatkan matanya"Aku minta izin kepada Daddymu dan beliau mengizinkannya.""Cepat katakan apa maumu dan tinggalkan tempat ini!"Jonathan menarik kursi lalu duduk di depan Rihana. "I miss you."Rihana mencengkram dokumen yang sedang di bacanya."Sampai detik ini aku masih mencintaimu, perasaanku padamu tak pernah berubah sedikit pun, Ana.""Semua sudah berakhir, jangan bicara omong kosong lagi padaku. Aku bukan Rihana yang begitu bodohnya kau bohongi seperti lima tahun yang lalu, Jo." Rihana menahan emosinya aga