Share

02. Gosipan Mas Cakra

"Jadi, kemarin pas malam minggu lo ke café si Bita?"

Nila memandang lelaki didepannya dengan sinis. Nanya sih, nanya tapi cemilan Nila gak dihabisin juga dong.

Nata tersenyum kemudian memberikan cemilan yang tadi dibawanya. Nila jadi senyum. "Makasih ya Nat, untung ada lo. Kantor berasa surga."

Nata mengangguk sementara Lani dan Diar membuka cemilan yang tadi diberikan Nata. Hari ini kerjaan mereka tak terlalu banyak dan sudah di selesaikan sejak sejam yang lalu, makanya mereka berkumpul di depan meja Nila.

Selain karna memang itu berada di tengah, meja Nila biasanya berisi banyak cemilan.

"Tau nih, Argy!" Lani mendengus, "Gak pernah beli makanan tapi selalu bagian ngabisin doang. Benalu!"

Nila tertawa mendengar sebutan yang diberikan Lani untuk Argy, sebenarnya Nila yang paling muda diantara mereka. Tapi, Argy sama Nata minta supaya Nila memanggil mereka tanpa embel-embel 'Mas'.

"Kan kemarin abis malam mingguan, Mba."

Argy tersenyum tak enak, "Habis buat jajanin 'doi'."

"Doi mana sih, Gy? Kamu mah tiap malam minggu ganti cewek, gak takut kena penyakit kelamin ya?!"

Diar mengejek sifat Argy yang suka gonta-ganti pasangan. Memang Argy termasuk kalangan pria yang 'bebas', makanya gak heran kalau Argy udah gak perjaka.

"Ssst... Nanti boss denger." Nata memperingati suara Lani dan Diar yang melengking, "Kamu juga Gy, kurang-kurangi deh sifat berbagi itu."

"Berbagi apaan?"

"Berbagi benih maksudnya Nata." Nila menimpali sambil tertawa membuat yang lain jadi ikutan tertawa. Sementara Argy cuma bisa mendengus. "Alah, Nata juga ikutan."

"Serius, Nat?" Diar masih tak yakin dengan apa yang baru didengarnya, dia tahu sih kalau jaman sekarang itu jarang banget ada lelaki yang 'bersih' tapi tetap saja aneh kalau yang dituduh itu Nata.

"Mba Diar sama Mba Lani kok kaya gak percaya gitu?"

"Gue juga gak percaya lho, Gy." Nila mengangkat tangannya membuat Argy jadi merasa tengah berada dalam sesi tanya-jawab di Sekolahan.

"Lo anak kecil, gak usah ikutan."

Nila langsung manyun, Lani yang ada disebelahnya menepuk pelan punggung Nila untuk menyemangati. "Jawab dulu, Gy."

"Iya si Nata kemarin ikutan."

"Minum?"

"Nyewa cewek?"

"Astaghfirullah," Nila menggeleng mendengar dugaan-dugaan yang tadi dikatakan Lani dan Diar. "Lo lepas perjaka, Nat?"

"Bahasanya si Nila, apa banget." Argy ngakak karna merasa lucu dengan tampang Nila yang polos.

"Sembarang," Nata menggeleng, "Kemarin si Argy minta anterin soalnya mobil dia ban-nya bocor. Jadi, ya saya anterin."

"Ih, mending kamu malam mingguan sama Mba Lani." Lani tersenyum manis ke arah Nata, "Nyerah Mba, nanti saya di tonjok sama suami Mba."

Diar ikutan mengangkat tangannya dan membuat Nata tersenyum, "Mba kan bulan depan mau nikah." Diar nyengir, "Anggap aja perayaan melepas masa lajang."

"Ih, mending sama gue aja Nat. Single, sepanjang masa." Nila bersuara membuat Nata tersenyum. "Kamu kalau di seriusin bakalan kabur. Saya lebih milih kehilangan calon istri potensial dibanding kehilangan temen kaya kamu, Nil."

Nila menepuk pundak Nata dengan kagum, "Nat, beneran minta gue lamar ya?"

"Lo mending nikah sama gue, Nil. Bisa tester duluan."

"Najis!" Tawa terdengar setelah Nila mengumpati Argy, "Tapi, serius deh. Masa Bunda nyuruh gue nikah terus."

"Makanya sama gue aja." Argy lagi-lagi berkata hal yang sama membuat Nila jengah. "Lo kalau naksir gue, jangan keliatan ngebet banget gini lah. Gak enak pas nolaknya."

Argy mendengus, "Tsk! Nyesal lo karna udah nolak gue."

Nila mencibir, "Gue udah nemu calon kok."

Dan keempat temannya langsung melotot tak percaya. "Serius?" Tanya keempatnya bersamaan.

°°°°°

"Dek.." Cakra memanggil Nila yang asik cekikikan dari tadi. Mungkin adiknya itu tengah membaca chat lucu.

"Mas ada gosip nih." Panggilnya lagi, berharap Nila akan menatap ke arahnya.

Dan berhasil.

"Kenapa sih, Nila selalu dapat bagian dengerin gosip. Dosa tau Mas."

"Berisik banget kamu Dek, jadi mau tau gak?"

Nila mendekat, "Mau lah. Makanya Nila berhenti main handphone kan?"

Cakra langsung mendengus, "Ya udah. Sinian."

"Gosip apa sih, Mas?"

Cakra terdiam membuat Nila jadi gemes sendiri. "Cepetan Mas, emangnya Nila bisa baca pikiran Mas Cakra?"

Cakra tersenyum, adiknya memang gampang di buat kesal dan menurut Cakra itu lucu. "Salah satu staff Marketing di tempat kerja Mas, katanya Gay."

"Ha?" Nila mundur untuk memastikan kebenaran dari ucapan Abangnya, "Mas tahu darimana?"

"Soalnya dia gak punya pacar."

"Ini Adik Mas, juga gak punya pacar lho." Nila menunjuk dirinya sendiri dengan kesal. "Jangan-jangan, Nila juga dikatain lesbi."

"Emang!"

"Ih!" Nila manyun, "Nila masih doyan cowok kali Mas."

"Mas juga gak yakin sih, Dek." Cakra menyahut dengan tampang serius membuat Nila kesal, "Adeknya Mas beneran masih naksir cow—" Cakra menutup mulut Nila sebelum makin banyak omongan yang terdengar dari mulut adiknya. "Maksud Mas, soal staff yang Gay itu. Bukan, Adek."

Nila mengangguk, "Iya sih, Mas. Bisa aja itu cuma rumor dan isu yang simpang siur supaya penilaian soal dia jadi jelek. Dia kerjanya gimana Mas?"

"Bagus sih, ada yang bilang kalau tahun depan dia bisa di promosiin jadi Manager."

"Tuh!" Nila berteriak kecil, "Bisa aja emang gosip gak benar dari orang-orang yang iri sama kesuksesan dia." Cakra mengangguk, merasa kalau apa yang dikatakan Nila bisa saja benar.

"Ya udah, kamu test deh Dek."

"Kok Nila, Mas?"

"Kamu kan jomlo."

Nila mendelik, "Alasan apa tuh, Mas? Lagian gimana mau nge-test-nya?"

Cakra senyum, "Tapi Dek, dia ganteng lho."

"Terus?"

"Pinter juga."

"Mas kan udah bilang tadi." Cakra nyengir, "Siapa tau kamu gak paham maksud Mas."

Nila mendelik, "Tetep aja dia kan Gay."

"Kata kamu tadi bisa aja itu cuma isu yang masih diragukan kebenarannya." Nila menggeleng, "Ih, kan cuma dugaan Adek."

"Kamu gimana sih, omongannya gak bisa dipertanggungjawabkan."

"Mas gimana sih, omongannya kok gak konsisten."

Kedua kakak beradik itu saling menatap dengan pandangan kesal, tak lama Cakra menarik sudut bibirnya membentuk senyuman dan Nila juga ikut tersenyum. "Adek nih, gak jelas."

"Mas juga gak jelas, Mas kan Mas-nya Nila."

Cakra mengusap gemas rambut Nila membuat adiknya berteriak, "Mas Cakra! Jangan berantakin rambut Nila. Nanti daya tarik Nila berkurang, nih."

"Sok cantik, kamu!"

"Nila mah emang cantik, Mas tuh jelek!"

"Enak aja, kalau dibandingin tuh Mas sama Biru ya cakep Mas dikit. Biru cakepnya banyakan." Nila mendengus, tapi —tunggu sepertinya dia pernah mendengar nama Biru sebelumnya deh.

"Biru?"

Cakra mengangguk, "Iya, itu nama staff yang digosipin Gay tadi. Eh—" Nila ditarik Cakra untuk kembali mendekat, "—kamu tau gak Dek, pas pertama denger namanya. Mas langsung ingat kamu, lucu aja gitu. Ternyata ada juga orang tua yang namain anaknya dari warna gitu."

Nila tak terlalu mendengar perkataan Cakra barusan, dia masih terfokus dengan nama yang disebutkan sebelumnya. Apa Biru yang dikatakan Cakra ini sama dengan Biru yang disebut Kara sebagai teman kuliahnya dulu? Kalau iya, berarti ini takdir.

"Mas.." Panggil Nila pelan. "Kalau Nila mau nikah, Mas pasti kasih restu kan?"

Cakra yang sedang mengunyah kacang jadi tersedak dan batuk-batuk. Adiknya sudah gak waras —pikir Cakra.

Tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status