Share

03. Lamaran Nila

Nila memang salah satu staff Humas yang paling sering diminta untuk mengurus masalah hubungan eksternal antara perusahaannya dengan relasi. Tapi, dia selalu malas kalau disuruh datang ke Perusahaan tempat Cakra bekerja.

"Kenapa lo manyun?"

Nah, Nila makin sebal karna kali ini yang menemaninya si Argy. Padahal kalau itu Nata, mungkin Nila bakalan terus senyum. Argy itu nyebelin.

"Kok bukan Mba Lani atau Nata aja yang nemenin gue sih? Kenapa mesti lo?"

"Karna yang senggang cuma gue." Argy turun dari mobil membuat Nila tersadar jika mereka telah sampai ke tujuannya. "Lagian Mba Lani sama Mba Diar kan lagi ngurusin internal, kalau Nata lagi pergi ke Media."

Iya juga sih, Perusahaan tempat Nila bekerja mau merayakan anniversary jadi semua pasti sibuk. Masih syukur ada yang bisa menemani Nila, kalau tidak ya Nila bakalan pergi ke Perusahaan lainnya sendirian.

"Ya udah, gue ke kamar mandi dulu deh."

Argy mendengus, "Lo kan jadi Humas udah hampir 3 tahun, masa masih grogi aja?"

"Siapa yang grogi? Gue mau pipis, lo mau gue ngompol pas lagi ketemu sama Pak Harya si Kepala Divisi Humas?" Argy nyengir, "Jangan lama-lama."

"Iya, bawel lo!"

Nila melangkah menuju toilet yang berada di dekat lobby. Dia sih, udah hapal semua lokasi di Perusahaan ini. Sebelum bekerja seperti sekarang, dia sering datang kesini untuk mengantarkan makanan Mas Cakra.

"Lho, Nila ngapain?" Nila berbalik ketika mendengar seseorang menyebut namanya. "Mas Karis, cabut ya?" Tuduhnya.

"Cabut apanya? Emangnya kamu kira ini sekolahan?" Karis gantian memandang penuh selidik ke Nila. "Kamu ngapain? Mau curi informasi soal produk baru ya?"

"Ih, ngapain?! Nila tuh mau kasih undangan sama Pak Harya eh, malah kebelet." Karis mengangguk, "Toilet tinggal lurus aja."

"Tau kok, Mas mau kemana?"

"Mau manggil si Biru."

Nila yang awalnya berjalan ke arah depan langsung berbalik, dia gak jadi pipis. "Biru? Staff Mas ya?" Karis kaget karna Nila yang tiba-tiba menghadapnya. Untung tidak dia tabrak, bisa mental tubuh Nila karna ditabrak dirinya.

"Iya."

"Biar Nila yang jemput Mas."

"H-hah?" Karis gak sempat merespon apapun ketika melihat Nila yang berlari, tapi pria itu masih bisa berteriak. "Nila itu mau ke toilet, si Biru kan di Kantin."

"Iya, Nila pipis dulu Mas." Jawab Nila yang membuat Karis menggeleng. "Adeknya si Cakra sama anehnya kaya Cakra."

°°°°°

Nila tersenyum ketika menatap ke arah Kantin, syukurlah cuma ada satu orang disana. Dan, itu laki-laki berarti dia Biru. Soalnya, Nila kan gak tahu gimana muka Biru. Langkah kakinya semakin dipercepat karna dia melihat Biru mau berdiri dari duduknya. Mungkin dia sudah selesai.

"Kamu Biru kan?" Untung Nila cepat jadi kini dia sudah berada didepan laki-laki yang sedikit terlihat kaget karna kemunculannya.

"Siapa?"

"Nila."

"Siapa? Gak kenal." Nila tersenyum, karna sejujurnya dia juga gak kenal sama lelaki dihadapannya ini. "Ayo, kita menikah."

Dan laki-laki dihadapannya langsung tersenyum.

Wow! Kalau ada satu kata yang bisa mendefinisikan Biru, maka itu adalah tampan. Wajahnya mempunyai rahang yang tegas, pandangan matanya cukup tajam tapi Nila melihat jika laki-laki ini cukup cute.

"Saya gak kenal kamu, kenapa kita harus menikah?" Tanyanya dengan sorot mata jenaka. Nila jadi pengen tersenyum karna Biru begitu lembut dan bukan mengusirnya. Seperti, teman-temannya yang lain kalau Nila dianggap sudah terlalu aneh.

"Karna saya udah di suruh nikah."

"Terus?" Biru kembali duduk, mungkin capek jika mesti ngobrol sambil berdiri. Lagipula, bakalan aneh menurut Nila kalau Biru tetap bertahan untuk berdiri.

"Kamu mesti nikahin saya."

"Kenapa saya mesti nikahin kamu?"

"Karna saya cantik?" Nila terdengar tak yakin dengan pendapatnya barusan dan lagi-lagi Biru tersenyum. Nila memberi plus untuk kesabaran Biru yang mendengar ocehan tidak pentingnya ini.

"Kamu memang cantik." Nila tersenyum, dia udah tau sih sejujurnya. "Tapi, saya gak akan nikahin kamu cuma karna kamu cantik."

Nila langsung manyun, berarti dia mesti cari alasan lain.

"Karna saya mandiri, baik, dan tidak rewel." Ucapannya membuat senyum tipis Biru kembali muncul. "Kamu gak punya kekurangan?"

"Ada."

"Apa?" Tanya Biru penasaran.

"Saya gak punya calon suami kaya kamu."

Biru terdiam, mungkin gak menyangka kalau ada cewek gila yang bakalan nyamperin dia di Kantin dan tiba-tiba ngajak nikah. Tapi, ekspresi kagetnya gak bertahan lama karna laki-laki itu kembali tersenyum. "Saya punya orientasi yang sedikit berbeda."

Nila mengangguk, "Saya tahu, makanya kamu mesti nikah sama saya." Gadis itu berdiri dan tersenyum tipis, "Omong-omong kamu tadi dicari Mas Karis."

Nila melambai ke arah Biru yang masih diam. Gadis itu berlalu seperti biasa, seakan tak ada pembicaraan soal pernikahan.

"Biru? Kamu ngapain bengong?" Biru tersentak ketika mendengar suara disebelahnya, "Eh, itu si Nila bukan?"

"Mas Satria kenal?"

"Itu adiknya Cakra. Dia ngapain kamu?" Pertanyaan Satria membuat Biru tersenyum.

°°°°

"Lama amat lo, gue kira tadi pingsan di toilet."

Nila nyengir melihat wajah Argy yang kesal. Salahnya sih, terlalu lama mengobrol dengan Biru. "Sorry, tadi ketemu temen jadinya ngobrol dulu."

Argy berdecak, "Ck! Lo emang Duta Persahabatan ya? Berasa semua orang itu temen lo." Nila mendengus, "Kenapa sih? Bawel amat, laper ya lo?"

"Iya, traktir makan ya?" Argy menaik-turunkan alisnya untuk menggoda Nila.

"Boleh. Asal lo jawab pertanyaan gue."

"Dih! Pakai acara tanya-jawab terus, curiga pas hamil lo pasti Bunda ngidam menangin kuis." Nila cuma tertawa mendengar gerutuan Argy.

"Mau makan gratis gak?"

"Apa pertanyaannya? Cepetan! Biar abis ketemu Pak Harya kita langsung makan. Lapar gue, abis 'olahraga malam'."

Nila menatap Argy dengan jijik. "Too much Information, gue gak butuh."

Argy ngakak, "Udah cepetan."

"Kalau gue ajak nikah, lo mau gak?"

"Mau lah!" Jawab Argy cepat, "Ini pertanyaannya?"

Nila mendengus, "Untung aja gue gak beneran ngajak lo nikah ya Gy, dan bukan. Bukan itu pertanyaannya. Pertanyaannya kenapa lo mau aja nikah sama gue?"

"Ini lo sengaja kan? Biar gue jawabnya kek muji lo gitu."

Nila mengibaskan rambutnya di depan wajah Argy membuat lelaki itu mendengus. "Apa sih, lo Nil!"

"Maaf ya Gy, kalau ternyata gue emang semengagumkan itu. Sampai alasan kenapa mau nikah sama gue itu isinya pujian semua."

Nila tak menanggapi seruan kesal Argy barusan, dia lebih fokus soal pertanyaan Argy sebelumnya. Kalau Argy yang notaben-nya pemangsa wanita saja mengakui jika dirinya calon istri idaman maka gak ada alasan bagi Biru untuk menolaknya.

"Kalau mengabaikan tingkah ajaib lo sih sebenarnya, lo udah terlalu siap untuk jadi seorang istri." Nila tersenyum senang mendengar perkataan Argy, "Coba lo waras dikit Gy."

"Kenapa? Mau lo ajak nikah?"

Nila menggeleng sambil tertawa, "Telat lo! Gue udah ajak nikah cowok lain."

"Serius?" Argy memegang lengan Nila dan menatap gadis itu dengan tatapan menyelidik. "Iya, gak usah cemburu gitu kali Gy."

"Gue gak cemburu! Gue penasaran sama orang yang ketiban sial karna diajak kawin sama lo."

"Nikah, bangsat!" Dan Argy langsung terbahak mendengar umpatan Nila yang ditujukan untuknya.

Tbc

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status