Pak Bondan telah tutup usia tanpa meninggalkan jejak racun sama sekali pada tubuhnya. Amira sempat membawa lelaki itu ke rumah sakti. Indikasi penyebab kematian tiba-tiba pemilik kebun teh itu ialah serangan jantung mendadak. Tiga perempuan di dalam sana, Nyonya Kasih, Amira, serta Cahaya merasakan kehilangan yang teramat sangat. Tidak ada lagi lelaki yang bisa dijadikan tumpuan dan tempat melepas keluh kesah. Pemakaman pun dilakukan sesegera mungkin. Aya yang tidak dekat dengan Amira lebih memilih bersama omanya sambil terus menaburkan bunga di makam lelaki yang tidak akan mungkin hidup lagi. Tiga perempuan beda generasi tersebut kembali menggunakan satu mobil yang sama. Terasa sekali kebekuan di antara ibu dan anak itu. Sedangkan Nyonya Kasih masih cukup terpukul dengan kehilangan yang teramat sangat. “Oma, Oma jangan nangis ya. Kan, Aya masih ada di sini sama Oma.” Aya mengusap pundak omanya. Gadis bermata biru yang sering disangka keturunan orang asing itu tidak menangis walau
Sesuai dengan firasat orang tua, oma dari Aya pun pergi selama-lamanya. Menyusul Pak Bondan yang telah lama tiada. Bukan karena keracunan atau apa pun. Melainkan memang sudah waktunya untuk beristirahat dengan tenang. Oma Kasih pergi dengan tenang, di dalam kamar usai mengunjungi Aya untuk yang terakhir kalinya. Wanita baik hati itu memeluk foto keluarga bersama Pak Bonda yang sudah duluan pergi. Cinta yang begitu mendalam dan hanya dipisahkan oleh maut saja. Pemakaman disegerakan. Oma Kasih dimakamkan di sebelah kuburan suaminya. Ramai handai taulan yang datang. Tentu sebagian dari mereka ingin berebut harta waris. Namun, kehadiran Amira yang bertangan besi tidak akan membuat semua pencapaian itu jatuh ke tangan orang lain. Aya memegang nisan milik omanya. Gadis kecil itu tidaklah menangis. Harus ada alasan yang benar-benar kuat untuknya meneteskan air mata. Dia sangat kuat seperti ayahnya. “Oma, yang tenang di sana,” ucap Aya sambil mengelus nisan omanya. Satu demi satu pelayat
Cahaya keluar dari toilet sekolah. Gadis bermata biru yang sering disangka keturunan bule Eropa itu, mengeluarkan lip balm untuk menjaga kelembaban bibirnya. Mata indah warisan Abhiseka itu mengerjap cepat sesaat. Terkadang Aya seperti melihat dirinya dalam wujud yang lain. Seorang putri dengan memakai pakaian sutra berwarna putih sangat halus. Rambutnya diikat dan diberi makhkota. Tak lupa perhiasan yang indah ya gunakan di leher, telinga, lengan bagian atas, lengan bagian bawah, gelang dan banyak lagi. Indah luar biasa, bahkan ia sampai menyangka bahwa khayalan di cermin itu adalah benar dirinya. Lalu wujud di dalam kaca itu menyentuh cermin dengan telunjuk, Aya melakukan hal yang sama, beberapa detik setelahnya sosok asli Aya menghilang. Dia tidak berwujud harimau putih seperti ayahnya. Untuk bisa berubah, Aya harus meningkatkan kemampuan yang hanya bisa dilatih oleh guru dari Abhiseka sendiri. “Jabang bayik, ngagetin aja, sih kamu!” Aya terkejut ketika menoleh ke kiri lip glosny
“Hai, jerangkong, apa kabar, kok kamu baru nongol sekarang?” Aya bukannya takut berhadapan dengan tengkorak yang dihidupkan oleh Astina. Justu ia mengucapkan salam pada yang dianggap ingin berteman dengannya. Kerangka bahan praktek anak-anak IPA itu menoleh ke kiri dan ke kanan. Dia menununjuk dirinya sendiri. Memastikan kalau yang dimaksud jerangkong itu dirinya. “Iya, kamu jerangkong, terus siapa lagi? Kan, cuman kamu yang tinggal tulang aja.” Aya masih mencoba mengalihkan perhatian hantu tak jelas di depannya. Tengkorak yang dihidupkan Astina itu garuk-garuk kepala terus manggut-manggut. Aneh. “Nah, yuk, sini sama aku. Cuman aku yang mau terima kamu apa adanya. Kalau perempuan lain minimal good looking habis itu rekening harus good juga.” Putri Abhiseka meraih tangan tengkorak plastik itu. Gadis bermata biru itu mengajak si jerangkok berjalan, tepatnya ke dekat lemari tempat menyimpan bahan kelasnya praktek. “Masooook,” ucap Aya terus tutup lemari cepet-cepet. Geser meja sama k
Manusia harimau kuning itu menjentikkan jemarinya di depan wajah Aya, bermaksud untuk membuat sang putri tertidur. Namun, tidak menimbulkan reaksi apa-apa pada keturunan manusia harimau putih. Saka lupa kalau gadis itu seorang putri dari majikannya“Apaan, mau lomba jentik jari?” Aya ikut melakukan hal yang sama. Taksaka heran. Ia ulang lagi beberapa kali tapi tak mau juga Aya tertidur. “Ih, seru ginian, sampai pagi pun aku betah. Nggak minat gitu, Om, buka topeng waja—” Belum selesai Aya berbicara, ia sudah lemas tak sadarkan diri. Tubuhnya ditangkap oleh Taksaka. Pengawal itu menggunakan mantra sirep tingkat tinggi untuk makhluk sekelas Aya. Setelah itu sang putri dibawa kembali ke kamar yang tidak berubah sejak Aya masih bayi. Gadis itu dibaringkan di ranjang yang spreinya baru saja diganti. Pada saat itu, pintu kamar putri Abhiseka dibuka oleh Amira. Wanita yang belum memasuki usia 40 tahun itu melihat dengan mata kepala sendiri putrinya terlelap menggunakan sepatu dan seragam
Putri Cahaya berdiri di sebuah tempat dengan menggunakan pakaian kebesarannya. Serba berwarna putih dan ditambah perhiasan yang sangat mewah. Ia melihat dirinya sendiri. Serasa tak percaya dengan penampilannya yang sekarang. Kepulan asap hitam melingkari Cahaya lalu berpendar di udara dan membentuk sebuah wujud perempuan cantik dengan pewarna bibir cokelat tua. Riasan rambutnya yang rumit serta pakaian berwarna hitam membuat Aya tak kenal siapa perempuan di depannya. “Gusti Putri, lama tak berjumpa,” ucap Astina sambil tersenyum. “Siapa?” tanya Aya kembali. Siluman kelabang itu kemudian mengeluarkan sebuah pedang panjang yang telah ia gunakan untuk menghabisi banyak keturunan Abhiseka. Pedang itu diarahkan ke dada Cahaya, tetapi dalam waktu bersamaan, seorang lelaki muncul lagi yang telah berkali-kali menolong dirinya. Namun, lelaki itu kalah dan jantungnya ditikam oleh pedang tersebut. “Jangan, jangan, jangan mati, jangan.” Aya membuka matanya. Yang pertama ia lihat ialah langit-
Tangan kanan Saka menarik perlahan gulungan rambut sang putri. Pengawal itu memperhatikan benda plasti berwarna pink tersebut. Di kerajaannya tidak ada, para perempuan menggunakan kayu gaharu dan cendana untuk melurusan rambut dan yang lebih membuat Saka bingung, apa arti dari kiyowo yang diucapkan Aya dari tadi. Saka melirik sang putri dari spion, mata biru itu sedang diberi pelembab di bawah mata. Entah apa yang digunakan oleh manusia terutama perempuan di zaman modern, Saka tidak terlalu mengerti. Hanya saja penampilan sang putri sekarang belum ada apa-apanya nanti ketika ia sudah kembali ke gunung. Lipbalm pink yang digunakan Aya perlu disapu ulang, tidak dengan pewarna di dalam kerajaan. Semuanya lebih hebat dari buatan manusia biasa. “Kan, aku sudah cute dibandingkan yang lain.” Rambut sang putri terkembang sempurna. “Eh, sek, sek, kok aku ubanan.” Satu rambut berwarna putih muncul begitu saja di kepala Aya. Hampir ia cabut, tetapi refleks ditahan oleh Saka. Hingga dua mata it
“Aya, nggak sakit itu kepala dihantam telur rebus?” tanya Luna. “Nggak, kepalaku keras, beda sama hatiku yang lemah lembut,” jawab Aya sambil memasukkan satu butir telur rebus bulat-bulat ke dalam mulutnya. Dalam waktu tidak sampai lima menit sudah habis sisa sepuluh butir telur rebus. “Tumben kamu di sini lama-lama?” Aya menenggak minuman agak asam rasanya, katanya untuk mengisi ion tubuh. “Nungguin Riko.” Luna menjawab sambil wajahnya celingukan ke sana sini. “Muka Riko kayak ikan buntal, bisa dapat pacar kamu yang cantik gini, itu gimana ceritanya, sih? Cobak yang bener cari pacar, Lun? Emang nggak malu punya pacar udah jelek, hobi ganti-ganti cewek, hobi follow akun IG cewek cantik, eh, habis itu nggak di folback lagi,” cibir sang putri. Nggak habis pikir Aya sama pilihan Luna. Dari sekian banyak anak sultan di sekolahnya, kenapa harus milih Riko yang ganteng nggak, jelek ya hampir. Entah pelit untuk perawatan muka atau gimana, Aya nggak paham.“Ya, namanya juga cinta, Ay.