Home / Horor / BONEKA KEMATIAN / TIM BAYANGAN

Share

TIM BAYANGAN

Author: Alya Snitzky
last update Last Updated: 2025-07-19 22:48:29

“Bapak serius ingin bekerja sama dengan dia barusan?”

Suara Yudistira meninggi, membentur dinding ruangan sempit yang kini lebih mirip bunker daripada ruang rapat.

Daru mengangguk. Tatapannya dingin, teguh. “Iya. Dia memang mantan kriminal tapi justru itu yang kita butuhkan.”

“Pak Daru, dia itu pernah menculik anak Kapolsek karena utang narkoba. Bapak yakin orang seperti itu bisa dipercaya?”

Di sudut ruangan, pria yang dimaksud duduk bersandar dengan santai, merokok pelan seolah tak peduli sedang dibicarakan. Tato menyembul dari balik kerah jaket jeansnya, dan bekas luka panjang di leher kiri bicara lebih banyak daripada rekam jejak polisi mana pun.

Namanya Aldo. Eks-eksekutor jalanan. Enam tahun menghilang dari radar hukum sebelum akhirnya tertangkap—dan secara misterius dibebaskan.

“Dengar dulu. Aldo tahu banyak jalur belakang. Dia punya peta koneksi yang tidak akan kita temukan di database mana pun,” ujar Daru. “Dan dia punya satu keunggulan …”

“Nyawanya sudah digadaikan,” gumam Al
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI YANG TERKUBUR

    "Bapak mau ngapain bawa saya ke gudang kosong seperti ini? Bapak yakin ini bukan jebakan?"Aldo berhenti tepat di depan pintu besi berkarat yang menutup rapat. Wajahnya basah oleh keringat, bukan karena takut, tapi karena kenangan buruk yang tempat ini bangkitkan.Gudang itu berada di pinggiran Jakarta Utara, tersembunyi di balik deretan kontainer tak terpakai. Dulu disebut sebagai "gudang logistik cadangan" tapi bagi sebagian orang di kepolisian lama, tempat ini punya nama lain. Ruang Bayangan.Yudistira tak menjawab langsung. Ia menempelkan telinganya ke pintu, memastikan tak ada gerakan dari dalam. "Ini bukan jebakan, tapi juga bukan tempat aman. Kita cuma punya waktu sedikit."Aldo masih ragu, tapi akhirnya mengangguk. Mereka mendorong pintu itu pelan. Suara logam berderit memenuhi udara.Di dalam, bau lembap bercampur debu menyambut. Lampu neon tua di langit-langit hanya menyala sebagian. Rak-rak tua berisi berkas kusam dan alat interogasi yang ditinggalkan. Di sudut ruangan, ada

  • BONEKA KEMATIAN   TIM BAYANGAN

    “Bapak serius ingin bekerja sama dengan dia barusan?”Suara Yudistira meninggi, membentur dinding ruangan sempit yang kini lebih mirip bunker daripada ruang rapat.Daru mengangguk. Tatapannya dingin, teguh. “Iya. Dia memang mantan kriminal tapi justru itu yang kita butuhkan.”“Pak Daru, dia itu pernah menculik anak Kapolsek karena utang narkoba. Bapak yakin orang seperti itu bisa dipercaya?”Di sudut ruangan, pria yang dimaksud duduk bersandar dengan santai, merokok pelan seolah tak peduli sedang dibicarakan. Tato menyembul dari balik kerah jaket jeansnya, dan bekas luka panjang di leher kiri bicara lebih banyak daripada rekam jejak polisi mana pun.Namanya Aldo. Eks-eksekutor jalanan. Enam tahun menghilang dari radar hukum sebelum akhirnya tertangkap—dan secara misterius dibebaskan.“Dengar dulu. Aldo tahu banyak jalur belakang. Dia punya peta koneksi yang tidak akan kita temukan di database mana pun,” ujar Daru. “Dan dia punya satu keunggulan …”“Nyawanya sudah digadaikan,” gumam Al

  • BONEKA KEMATIAN   TAHANAN MISTERIUS

    “Bapak yakin ingin membawa dia ke tempat ini? Gila, Pak Daru.”Yudistira berdiri di ambang pintu ruangan bawah tanah dengan wajah tak percaya. Napasnya masih memburu, seolah baru menempuh delapan lantai tanpa lift.“Bapak tahu sendiri siapa dia. Mantan peretas paling dicari. Orang ini hampir membuat sistem Polri kolaps dua tahun lalu.”Daru, yang duduk di balik meja dengan ekspresi datar, menoleh pelan ke arah Reza. Pria kurus dengan hoodie hitam itu duduk bersila di lantai, tangan terborgol ke pipa besi yang tertanam di dinding. Namun yang paling mencolok bukanlah borgol atau bekas luka di pelipisnya, melainkan sorot matanya. Dingin, tenang, seolah dunia ini hanya permainan algoritma baginya.“Saya tidak punya pilihan lain, Yudis,” kata Daru tenang. “Kalau kita mau masuk ke dalam jaringan si bajingan berseragam itu, kita butuh seseorang yang menguasai medan.”Yudistira mendekat, suaranya lebih rendah. “Tapi dia ini ... hacker dari dark web, Pak. Dulu dia jual exploit zero-day ke siap

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI TAK TERBANTAHKAN

    "Reza, kalau ini cuma rekayasa, sumpah, aku bakar semua server di sini!"Yudistira berdiri di depan layar monitor dengan wajah tegang. Matanya membelalak, tangan terkepal, napas memburu. Di layar, tampak rekaman hitam-putih dari sudut rumah Daru—dapur sempit yang tak pernah terlihat istimewa. Sampai malam itu.“Bapak pikir saya sedang bercanda?" sahut Reza dari balik meja kerja, jari-jarinya masih menari di atas keyboard. "Ini hasil retasan dari kamera tetangga Pak Daru. Saya sudah memverifikasi checksum file-nya tiga kali. Tidak ada manipulasi. Bukan deepfake. Ini ... asli.”Daru, yang duduk di sisi lain ruangan bawah tanah mereka, masih terdiam. Wajahnya tertutup bayangan cahaya dari layar, tapi dalam sorot matanya tergambar campuran antara pengakuan dan penolakan. Seolah ia tahu apa yang akan muncul berikutnya—tapi tetap berharap itu tidak terjadi.Di layar, waktu menunjukkan pukul 03.11 dini hari.Pintu dapur terbuka sedikit. Lalu ... boneka Bella muncul. Sendiri. Tanpa siapa pun

  • BONEKA KEMATIAN   MIMPI BURUK KALINA

    "Soraya! Lepaskan itu!"Kalina menjerit dalam gelap. Suaranya menggema di ruang tak dikenal yang dikelilingi kabut dan bayangan. Soraya berdiri beberapa meter darinya, mengenakan gaun tidur putih yang biasa ia kenakan di rumah. Namun ada yang janggal. Wajah anak itu menunduk, tubuhnya gemetar ... dan di tangannya, boneka Bella tergenggam erat."Soraya ... Nak, itu bukan mainan lagi. Mama mohon, kasih ke Mama," ucap Kalina, matanya berkaca-kaca.Anak itu mendongak perlahan. Wajahnya masih wajah Soraya — tapi matanya kosong. Bukan kosong biasa. Gelap, dalam, seolah lubang tak berdasar mengintai di balik pupilnya."Papa ... bilang waktunya balas dendam. Kan, Ma?"Suara itu bukan suara Soraya. Lebih berat, lebih tua. Seperti suara dari kerongkongan yang lupa cara menjadi manusia.Tiba-tiba, dari perut boneka Bella, merayap keluar kabut hitam pekat. Kabut itu berwujud seperti tangan—panjang, ramping, dan menjulur ke arah dada Soraya. Kalina menjerit, berlari ke depan, tapi tubuhnya seperti

  • BONEKA KEMATIAN   LUKA SEORANG AYAH

    Flashback – Lima Tahun Sebelumnya "Aku udah kerja sampai malam, Ratih. Aku nyoba semua cara! Tapi Ayu butuh operasi itu sekarang, bukan nanti!"Suara Bayu menggema di ruang kontrakan sempit yang dindingnya tipis dan lantainya lembap. Di depannya, Ratih—istrinya—duduk dengan wajah lelah, tubuh kurusnya menggigil sambil memandangi termos kecil yang hanya berisi air hangat.“Mas ... kita bisa cari pinjaman lain. Mungkin dari koperasi ... atau Pak RT…”Bayu menggeleng keras. “Udah! Semua pintu udah gue ketok! Mereka cuma mau jaminan. Kita punya apa, Ratih? Kompor rusak? TV kecil? Semua itu nggak cukup!”Ratih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahannya.Di balik tirai kamar sempit, suara batuk kecil terdengar. Lembut. Lemah.Ayu.Mereka segera beranjak. Di ranjang kecil dengan seprai kusam, Ayu terbaring. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Selang oksigen menempel di hidungnya. Di tangannya, boneka tua bergaun merah muda—Bella—tergenggam erat. Boneka itu dulunya milik ibu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status