Share

BONEKA KEMATIAN
BONEKA KEMATIAN
Author: Alya Snitzky

KEMATIAN

Author: Alya Snitzky
last update Huling Na-update: 2025-03-13 13:00:05

Arrrghhh! Ada mayat!”

Malam itu, suasana yang sunyi dan sepi mendadak pecah karena jeritan seorang wanita. Wanita itu bekerja di toko yang ada di pusat perbelanjaan. Seperti biasa, wanita yang bernama Minah itu setiap malam harus membuang sampah di tempat pembuangan yang ada di samping toko bir setelah toko tutup

Gang sempit itu menghubungkan pusat perbelanjaan ke pasar besar. Tetapi, jika malam hari tentu saja sepi. Daru yang kebetulan sedang dinas malam langsung menuju ke TKP setelah menerima laporan penemuan mayat. Gang sempit yang biasanya sepi jika malam hari itu mendadak ramai dengan kerumunan orang-orang dan juga polisi. Tim INAFIS sudah datang dan sedang memeriksa korban saat Daru turun dari mobilnya.

Saat melihat kedatangan Daru, salah seorang anak buahnya langsung mendekat.

“Pak, saya sarankan lebih baik Anda tidak melihat jenazahnya.”

                                                                                   

Daru mengerutkan dahi. Sebagai kepala polisi yang sudah hampir 10 tahun menangani kasus kriminal tentu melihat mayat adalah hal yang biasa bagi Daru.

“Memangnya ada apa?”

“Itu, ma …Pak Daru … Pak!”

Tanpa bisa dicegah lagi, Daru pun mendorong tubuh anak buahnya sehingga ia bisa melangkah lebih dekat. Dari jarak yang lebih dekat, dia melihat mayat itu tampak sangat mengenaskan. Banyak bekas tusuk di tubuh, sobekan di perutnya bahkan membuat jeroannya keluar. Dan saat ia melihat kepala mayat yang terlepas itu, Daru pun spontan berteriak.

“Anwar!”

Teriakan Daru membuat salah satu anggota INAFIS menoleh dan langsung menghampiri.

“Malam Komandan!”

“I-itu AIPTU Anwar?” tanya Daru memastikan.

“Siap betul, Dan. Itu adalah jenazah AIPTU Anwar.”

Melihat mata Anwar yang masih melotot itu, membuat Daru yakin jika temannya pasti mengalami sesuatu yang membuatnya sangat ketakutan.

“A-apa yang sudah kalian temukan?” tanya Daru.

“Sejauh ini kami tidak menemukan sidik jari atau jejak kaki yang bisa dijadikan petunjuk. Anak buah saya hanya menemukan beberapa helai benang berwarna putih, hitam dan pink di TKP. Itulah sebabnya, kami butuh banyak keterangan dan saksi, Dan. Mayat AIPTU Anwar akan segera kami autopsi.”

“Kalian pikir pelakunya bisa melayang di udara? Tanpa sidik jari saya masih bisa terima. Tapi, jejak kaki? Periksa lagi dengan lebih teliti!” seru Daru kesal.

“Siap Komandan.”

“Laporkan pada saya perkembangannya. Jika ada yang mencurigakan cepat diselidiki!”

“Siap Komandan!”

Daru menoleh kepada anak buahnya yang tadi sempat menghalangi langkahnya.

“Orang yang pertama kali menemukan jenazah sudah dimintai keterangan?” tanya Daru.

“Sudah, Dan. Bahkan kami juga sudah meminta keterangan dari beberapa pemilik toko di sekitar sini. Katanya mereka tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan.  Bahkan tidak ada yang mendengar perkelahian atau teriakan.”

Daru menghela napas panjang lalu mengembuskannya perlahan, “Itu berarti ada kemungkinan jika korban dibunuh di tempat lain, baru mayatnya dibawa ke sini. Tapi, jika begitu seharusnya ada jejak kendaraan,” ujarnya.

“Kami sudah memeriksanya juga Komandan, gang kecil itu memang menghubungkan pusat pertokoan dengan pasar induk. Tetapi, gang ini tidak bisa dilalui mobil. Jadi, jika jenazah dibawa dari tempat lain, seharusnya ada saksi mata yang melihat orang membawa jenazah pak Anwar dan membuangnya di sana.”

Daru mengepalkan tangannya dengan kesal. Tidak lama kemudian ambulance pun sudah membawa kantong jenazah menuju rumah sakit. TKP juga sudah dipasangi garis kepolisian. Dan, Daru pun kembali ke kantornya dengan perasaan yang masih emosi.

Paginya, Daru pulang dengan perasaan kesal. Ia masih mengingat mayat Anwar yang mati menggenaskan itu. Kembali terbayang di dalam benaknya bagaimana tusukkan di tubuh Anwar yang mengeluarkan darah merah segar dan merah gelap di sekitar perut. Jeroannya yang berhamburan di tanah, seperti usus besar dan usus halus yang berserakan dan terlihat menjijikan.

Rasa mual mulai ia rasakan di perutnya. Daru pun menepikan mobilnya di tepi jalan dan memuntahkan isi perutnya. Setelah merasa sedikit lega, lelaki itu masuk kembali ke dalam mobilnya. Ia meraih botol air mineral yang selalu ada di dalam mobil dan meminumnya untuk menghilangkan rasa pahit yang tertinggal di mulut.

Daru menyandarkan tubuhnya dan menarik napas panjang berulang-ulang. Lelaki berusia 35 tahun itu mencoba untuk menenangkan diri. Ia tidak mau keluarganya cemas. Tidak seharusnya ia memikirkan soal pekerjaan. Semua urusan kantor harus ditinggalkan di kantor. Saat berada di rumah dia bukanlah IPTU Daru Setiawan. Tetapi, Daru … seorang suami dan ayah.

Merasa jauh lebih tenang, Daru pun kembali menyalakan mesin mobilnya dan ia meneruskan perjalanan pulang. Di jalan, lelaki itu mampir ke sebuah kedai sarapan untuk membeli beberapa kue tradisional kesukaan anak istrinya untuk dibawa pulang.

Suasana di rumah kepala polisi itu dari luar tampak sepi. Mbok Inah asisten rumah tangganya sedang sibuk menyapu halaman dan mengangguk sopan saat melihat kedatangan  Daru.

“Selamat pagi, Pak,” sapa Mbok Inah.

“Pagi Mbok. Istri saya mana?” tanya Daru.

“Ibu tadi di dapur sedang mencuci piring sambil memasak, Pak.”

Daru mengangguk kemudian meneruskan langkahnya masuk ke dalam rumah. Lelaki itu langsung menuju ke dapur. Dan ketika melihat sang istri sedang asik mencuci piring, ia pun memeluk wanita itu dari belakang.

“Mas, kamu itu kebiasaan ah. Untung aku ga kaget, kalo ga piring ini bisa jatuh dan pecah.”

Kalina sang istri membalikkan tubuh dan tersenyum pada Daru. Ah, senyuman wanita yang sudah memberinya seorang anak perempuan itu memang selalu menenangkan.

“Mana Soraya?” tanya Daru menanyakan putri mereka yang berusia 4 tahun.

“Itu, dia sedang main sambil menonton kartun.”

Daru pun mengecup kening sang istri lalu melangkah menuju ke ruang televisi untuk menemui si kecil.

“Duh, anak papa lagi main apa?”

Gadis kecil yang tadinya sedang asik menonton itu pun menoleh dan langsung memeluk Daru.

“Papa pulaaang! Papa liat deh, Aya punya boneka baru.”

Daru tersenyum melihat boneka anak perempuan di tangan anaknya itu.

“Mama beliin kamu boneka baru?”

“Nggak, aku nemu boneka ini di depan pintu. Karena bonekanya bagus dan cantik, ya aku bawa.”

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • BONEKA KEMATIAN   BAB 17. ANCAMAN DARI ATAS

    BAB 17. ANCAMAN DARI ATASHujan tak kunjung reda sejak siang. Di luar jendela, kilatan petir menyambar langit malam, menyibak awan hitam seperti luka lama yang dipaksa terbuka. Suara rintik hujan beradu dengan genting markas kepolisian, menciptakan irama yang tak nyaman seperti detak jantung yang dipercepat rasa curiga.Daru berdiri di depan pintu kayu bertuliskan “KAPOLDA”. Jemarinya mengepal, menggenggam erat sisa-sisa kepercayaan dirinya yang terkikis. Panggilan mendadak dari IRJEN Gunawan datang tanpa aba-aba, hanya sepucuk memo rahasia dengan cap merah. PRIORITAS TINGGI.Ia mengetuk dua kali. Suara berat dari dalam menjawab, "Masuk."Ruangan itu gelap, hanya diterangi satu lampu meja yang nyalanya diredupkan. Aroma tembakau mengendap di udara, bercampur bau kayu tua dan kertas basah. IRJEN Gunawan duduk di balik meja, tubuhnya tegap seperti patung batu. Matanya tajam mengawasi Daru, tak menyembunyikan kesan bahwa pertemuan ini bukan sekadar tegur sapa antar atasan dan bawahan.“D

  • BONEKA KEMATIAN   BAB 16. SORAYA DAN BELLA

    BAB 16. SORAYA DAN BELLAPagi itu langit mendung, seperti menggantungkan awan kelabu tepat di atas atap rumah mereka. Udara terasa lembap dan dingin, menyusup ke tulang-tulang, membuat suasana semakin muram.Kalina berdiri di depan kamar Soraya dengan segelas susu hangat di tangan. Ia baru saja selesai merapikan dapur ketika suara pelan seperti gumaman menyelinap keluar dari balik pintu yang sedikit terbuka.“.... Aké selowé .... anem-laa .... kuré .... kuré ....”Kalina menegang. Suara itu terdengar lirih, seperti nyanyian atau bisikan. Tapi bukan suara lagu anak-anak, bukan pula bahasa yang pernah ia ajarkan pada Soraya. Langkahnya pelan saat ia mendekat, menempelkan telinga ke daun pintu.“Bella, bilangin Om Kurir jangan marah ya, nanti Soraya takut.”Kalina menggenggam gelas lebih erat. Tangannya gemetar. Ia mendorong pintu dengan perlahan. Engsel tua itu mengeluarkan bunyi berderit samar.Soraya duduk di lantai dengan posisi bersila, menghadap boneka Bella yang ia letakkan di ata

  • BONEKA KEMATIAN   BAB 15. GANGGUAN TENGAH MALAM

    BAB 15. GANGGUAN TENGAH MALAMSuara tawa itu datang tiba-tiba, memecah keheningan rumah yang nyaris beku oleh dingin malam.Mbok Inah terbangun dari tidurnya. Jantungnya berdebar keras. Sekilas ia pikir hanya suara dari mimpi buruk yang terbawa ke alam nyata. Tapi tidak. Itu nyata. Terdengar jelas. Lirih dan mengerikan.Tawa anak kecil.Bukan tawa riang seperti biasanya, tapi tawa pelan yang mengandung nada sumbang seperti sedang mengejek, atau menyimpan kebencian. Ia duduk tegak di atas dipan kecilnya di dapur belakang, matanya menatap ke arah lorong gelap yang mengarah ke kamar Soraya.Perasaan tidak enak langsung merayapi sekujur tubuhnya. Mbok Inah mengambil senter kecil dari bawah bantal. Langkahnya pelan, tapi gemetar. Ia meniti ubin satu demi satu, suara detak jantungnya seakan lebih keras daripada langkah kakinya.Saat tiba di depan kamar Soraya, suara itu menghilang. Yang tersisa hanya desau angin dari jendela yang sedikit terbuka.Mbok Inah mendorong pintu dengan pelan.Sor

  • BONEKA KEMATIAN   BAB 14. Kematian Tak Terhindarkan

    Hujan deras menyelimuti Jakarta malam itu, menyapu jalanan yang lengang dengan suara berirama. Di sebuah rumah susun kumuh di daerah Tanjung Priok, lampu koridor berkedip-kedip, menciptakan bayangan panjang yang menari-nari di sepanjang dinding berlumut.Seorang pria paruh baya tergeletak di lantai ruang tamunya sendiri. Mulutnya terbuka lebar seolah hendak berteriak, tapi tak pernah berhasil. Lehernya teriris bersih, darah mengering di lantai. Tubuhnya masih dalam posisi sujud. Di meja kecil dekat jenazah, hanya ada secarik potongan benang berwarna pink.Daru berdiri di tengah ruangan dengan tubuh kaku dan wajah muram. Yudistira berdiri di sampingnya, sama pucatnya."Tatang Salim. Mantan sopir pengantar logistik. Saksi kunci kasus narkoba lima tahun lalu," kata Yudistira perlahan.Daru mengangguk tanpa suara. Tubuhnya tegang. Tatang adalah satu dari sedikit orang yang tahu tentang rantai pasokan narkoba dari gudang fiktif di Marunda. Ia yang dulu sempat membocorkan jalur pengiriman r

  • BONEKA KEMATIAN   BAB 13. MANTRA TERLUPAKAN

    Daru memandangi papan tulis putih yang penuh dengan catatan merah dan foto-foto korban. Di ruang penyelidikan khusus yang kini hanya diisi oleh dua orang penyidik tua dan tumpukan berkas, ia merasa kembali ke masa lalu. Pekerjaan yang dulu ia jalani dengan keyakinan mutlak kini menjadi labirin tak berujung dan boneka itu, Bella, berada di tengah-tengahnya.“Apa kau yakin pembunuhan-pembunuhan ini berkaitan dengan kasus lama?” tanya Kompol Hendra, salah satu senior yang dulu pernah membimbing Daru.Daru mengangguk pelan. “Polanya mirip, Pak. Luka-luka aneh, tidak ada saksi, dan ... bau terbakar samar di TKP. Sama seperti di penggerebekan narkoba lima tahun lalu.”Kompol Hendra menyandarkan tubuhnya. Napasnya berat. “Kasus itu ... terlalu banyak yang ditutupi. Termasuk soal salah satu kurir yang kabur malam itu.”“Kurir yang kecelakaan?” potong Daru cepat.“Iya. Namanya Bayu Darmawan. Masih muda. Saat tertangkap kamera CCTV terakhir, dia memegang sesuatu ... seperti boneka.”Daru bergid

  • BONEKA KEMATIAN   Bab 12. Pengantar Terakhir

    Bab 12. Pengantar TerakhirFlashbackGerimis membasahi aspal yang sudah mengilap sejak siang. Angin sore menggiring aroma tanah basah bercampur asap knalpot dari jalan raya utama. Di antara puluhan kendaraan yang lalu-lalang, sebuah motor bebek tua melaju pelan, sesekali goyah diterpa angin.Di atasnya, seorang pemuda kurir berjaket lusuh dengan logo jasa pengiriman "Satria Express" menatap jalan di depannya dengan mata sayu.Namanya Bayu, dua puluh lima tahun. Tubuhnya kurus, wajah tirus, dan kulit legam khas anak jalanan yang terbiasa diterpa matahari. Ia baru dua bulan bekerja sebagai kurir lepas. Gaji kecil, kerja berat, tapi cukup untuk menyambung hidup bersama istrinya, Ratih, dan anak perempuannya yang baru menginjak usia lima tahun. Hari ini, ulang tahun si kecil.Di dalam tas pengiriman berwarna biru yang tergantung di belakang motornya, terdapat satu paket khusus tanpa label pengirim, hanya alamat tujuan dan tulisan besar merah VIP - URGENT. Bayu sempat bertanya kepada petug

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status