Home / Horor / BONEKA KEMATIAN / PEMBUNUHAN LAGI

Share

PEMBUNUHAN LAGI

Author: Alya Snitzky
last update Huling Na-update: 2025-03-13 13:04:07

Daru tiba di rumah sakit dari kejauhan tampak rekannya  yang bernama Yudistira berlari kecil menyongsong kedatangannya.

"Bagaimana keadaan di TKP?"tanya Daru tanpa basa-basi. 

"TKP sudah dipasangi oleh garis kepolisian komandan. Saksi yang pertama menemukan jenazah sudah diperiksa juga."

"Di mana Restu diketemukan?" tanya Daru. 

"Di apartemennya komandan. Orang yang pertama menemukannya adalah kekasihnya. Karena ponsel Restu tidak diangkat-angkat maka kekasihnya berinisiatif untuk datang ke apartemen. Lalu ketika dia masuk kondisi jenazah sudah ...."

Yudistira tampak tidak meneruskan ucapannya. Sementara Daru yang sudah penasaran dengan kondisi jenazah langsung menarik tangan rekannya itu menuju ke kamar tempat dilakukannya autopsi.

Daru dan Yudistira segera mendatangi dokter Anastasia di ruangannya. Di sana tampak seorang dokter cantik dengan tinggi dan berat badan ideal sedang duduk santai sambil mendengarkan lagu dan mengunyah sebatang coklat. 

Saat melihat kedatangan Daru dan Yudistira dokter cantik itu segera menghentikan kegiatannya lalu bangkit berdiri dan menyambut keduanya. 

"Komandan Daru Setiawan, sejak tadi kami semua sudah menunggu Anda. Apa kabar komandan?" Siapa dokter Anastasia sambil mengulurkan tangan kanannya. 

"Baik, Dok. Saya baik-baik saja tetapi tidak dengan rekan-rekan saya,"jawab Daru sambil menyambut uluran tangan dokter Anastasia. 

Sudah beberapa kali dokter Anastasia bertemu dengan Daru. Dan dia tahu Kombes polisi Daru Setiawan adalah orang yang sangat pintar. Terkenal dengan tangan dingin dan juga sering menyelesaikan kasus-kasus yang rumit. 

"Komandan kan baru datang. Apa komandan mau minum secangkir kopi dulu? Hari sudah malam dan sebenarnya ini sudah masuk jam tidur. Tapi, Bapak Gunawan meminta untuk dilakukan otopsi malam ini juga sehingga terpaksa saya lembur," kata dokter Anastasia dengan ramah. 

Akan tetapi darul langsung menggelengkan kepalanya."Tidak. Terima kasih Dokter. Akan lebih baik jika kita langsung saja. Saya juga sudah tidak sabar untuk melihat kondisi jenazah sekarang," kata Daru dengan tegas.

"Baiklah kalau begitu kita mulai saja ya."

Dokter Anastasia pun memasang sarung tangan latex dan masker kemudian ia juga memberikan kepada Yudistira dan juga Daru masing-masing sepasang sarung tangan dan juga masker. 

Setelah memasang masker mereka bertiga berjalan menuju ke ruang jenazah. Di sana sudah ada satu asisten dokter Anastasia yang menunggu. Melihat kedatangan mereka bertiga asisten itu segera mengeluarkan jenazah itu restu dari dalam kulkas penyimpan jenazah. 

Daru mengusap keringat dingin yang berada di dahinya dengan kasar saat melihat jenazah rekan kerjanya yang tampak sangat pucat dengan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan rekannya yang bernama Anwar. 

"Saya sudah menjahit kembali perut jenazah. Jika anda tadi datang ke sini 1 jam lebih awal mungkin anda tidak akan bisa makan selama 1 minggu,"kata dokter Anastasya. 

Daru mengurutkan dahi kemudian bertanya,"memang apa yang terjadi dengan jenazahnya?"

"Seperti juga IPTU Anwar, jenazah IPTU Restu tidak jauh berbeda. Hanya saja ... kali ini bukan hanya usus dan organ dalamnya yang terburai keluar akan tetapi jantungnya pun berada di luar tubuhnya," kata dokter Anastasya.

Mendengar perkataan dokter Anastasia darupun langsung membelalakkan kedua matanya. Dia tidak bisa mempercayai apa yang baru saja ia dengar. 

"Saya memiliki foto-foto jenazah ketika ditemukan di TKP, Komandan. Kalau komandan memang mau memeriksa ke TKP sekarang saya bisa mengantarkan," kata Yudistira. 

Daru menarik nafas panjang, menatap jenazah yang saat ini terbaring di hadapannya. Saat ini kondisi jenazah sudah lebih rapi dan mungkin sudah dimandikan juga. Semua organ dalamnya pun sudah dikembalikan ke dalam tubuhnya dan dijahit. Karena Daru melihat ada titikan benang di tubuh korban. 

"Apa yang dokter dapatkan?" Tanya Daru kepada dokter Anastasia. 

Dokter Anastasia mengela nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. 

"Korban meninggal kira-kira sudah empat jam. Semua organ dalamnya keluar termasuk juga jantung. Dan sepertinya senjata yang digunakan adalah pisau yang berukuran besar. Karena ... Ketika mayat ditemukan ada beberapa bagian organ dalamnya yang dicincang halus seperti menggunakan pisau cincang daging," kata dokter Anastasya menjelaskan.

"Pisau?"

Daru lalu menoleh ke arah Yudistira kemudian berkata, "apakah senjata pembunuh ditemukan di TKP? Kalau memang ditemukan sudah diperiksa sidik jarinya?" 

Tetapi Yudistira menggelengkan kepalanya dengan cepat. 

"Maafkan kami, Komandan. Ketika kami datang dan memeriksa kondisi apartemen. Tidak ada pintu yang rusak karena memang kekasih itu Restu juga datang dan pintu dalam kondisi terkunci. Tidak ada barang-barang yang berantakan juga tidak ada barang yang hilang termasuk perhiasan maupun laptop atau juga handphone milik korban. Kami juga tidak menemukan alat yang digunakan untuk membunuh ataupun sidik jari di TKP. Hanya ada sidik jari itu Restu dan juga kekasihnya,"jawab Yudistira. 

"Apakah senjata yang digunakan untuk membunuh itu restu sama dengan senjata yang digunakan untuk membunuh itu Anwar?" tanya Daru kepada dokter Anastasia. 

Dokter cantik itu menggelengkan kepalanya. 

"Ketika saya memeriksa jenazah IPTU Anwar, kemungkinan besar korban dibunuh dengan menggunakan alat seperti golok atau celurit bukan pisau. Hal itu bisa dilihat dari luka yang menganga di leher dan juga di perut korban. Akan tetapi luka yang saya temukan pada IPTU Restu jelas sekali jika itu menggunakan pisau daging yang sangat tajam. Mungkin saja pembunuhnya bukan orang yang sama. Kalaupun mereka adalah orang yang sama berarti pembunuhnya senang menggunakan senjata yang berbeda mungkin untuk mengecoh petugas kepolisian."

Daru menghembuskan nafas dengan kasar lalu berkata, "siapapun pelakunya Dia pasti sudah merencanakan semua ini dengan rapi dan sebaik mungkin. Hanya saja yang aku herankan adalah kenapa pintu apartemen tidak dirusak? Artinya pembunuh adalah orang yang sangat dekat dengan korban. Apakah kamu sudah memeriksa keterangan dari kekasih itu Restu?" 

"Sudah komandan. Bahkan kami juga sudah memeriksa CCTV. Dan keterangan dari saksi yang bernama Amelia itu memang benar. CCTV menangkap kedatangan saksi pukul dua belas  malam tadi."

"Apakah tidak aneh perempuan datang ke apartemen pacarnya malam-malam? Bisa jadi dia memang sudah datang ke apartemen itu sebelumnya," kata Daru.

"Amelia bekerja sebagai resepsionis di sebuah hotel. Dan kebetulan hari ini dia bertugas sampai malam komandan. Jadi dia mampir ke apartemen Restu sepulang dari bekerja. Dan hotelnya juga berada tidak jauh dari apartemen korban. Sehari sebelumnya memang mereka bertengkar. Tetapi sejak pukul delapan malam, korban sempat mengirimkan pesan kepada Amelia. Setelah itu ketika Amelia menelpon tidak diangkat-angkat," kata Yudistira menjelaskan.

Daru memijit keningnya yang terasa pusing. Dia benar-benar menemukan jalan buntu untuk kasusnya kali ini. Biasanya serapi apapun pelaku pasti dia akan meninggalkan jejak ataupun petunjuk tanpa disengaja. Akan tetapi kali ini semuanya benar-benar bersih termasuk juga tidak diketemukannya sidik jari. 

"Hanya manusia yang tidak kasat mata yang bisa melakukan hal seperti ini. Tapi di zaman milenial seperti ini memangnya masih ada hantu yang bisa membunuh manusia seperti di film-film?" kata Daru dengan kesal.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • BONEKA KEMATIAN   BUKTI TAK TERBANTAHKAN

    "Reza, kalau ini cuma rekayasa, sumpah, aku bakar semua server di sini!"Yudistira berdiri di depan layar monitor dengan wajah tegang. Matanya membelalak, tangan terkepal, napas memburu. Di layar, tampak rekaman hitam-putih dari sudut rumah Daru—dapur sempit yang tak pernah terlihat istimewa. Sampai malam itu.“Bapak pikir saya sedang bercanda?" sahut Reza dari balik meja kerja, jari-jarinya masih menari di atas keyboard. "Ini hasil retasan dari kamera tetangga Pak Daru. Saya sudah memverifikasi checksum file-nya tiga kali. Tidak ada manipulasi. Bukan deepfake. Ini ... asli.”Daru, yang duduk di sisi lain ruangan bawah tanah mereka, masih terdiam. Wajahnya tertutup bayangan cahaya dari layar, tapi dalam sorot matanya tergambar campuran antara pengakuan dan penolakan. Seolah ia tahu apa yang akan muncul berikutnya—tapi tetap berharap itu tidak terjadi.Di layar, waktu menunjukkan pukul 03.11 dini hari.Pintu dapur terbuka sedikit. Lalu ... boneka Bella muncul. Sendiri. Tanpa siapa pun

  • BONEKA KEMATIAN   MIMPI BURUK KALINA

    "Soraya! Lepaskan itu!"Kalina menjerit dalam gelap. Suaranya menggema di ruang tak dikenal yang dikelilingi kabut dan bayangan. Soraya berdiri beberapa meter darinya, mengenakan gaun tidur putih yang biasa ia kenakan di rumah. Namun ada yang janggal. Wajah anak itu menunduk, tubuhnya gemetar ... dan di tangannya, boneka Bella tergenggam erat."Soraya ... Nak, itu bukan mainan lagi. Mama mohon, kasih ke Mama," ucap Kalina, matanya berkaca-kaca.Anak itu mendongak perlahan. Wajahnya masih wajah Soraya — tapi matanya kosong. Bukan kosong biasa. Gelap, dalam, seolah lubang tak berdasar mengintai di balik pupilnya."Papa ... bilang waktunya balas dendam. Kan, Ma?"Suara itu bukan suara Soraya. Lebih berat, lebih tua. Seperti suara dari kerongkongan yang lupa cara menjadi manusia.Tiba-tiba, dari perut boneka Bella, merayap keluar kabut hitam pekat. Kabut itu berwujud seperti tangan—panjang, ramping, dan menjulur ke arah dada Soraya. Kalina menjerit, berlari ke depan, tapi tubuhnya seperti

  • BONEKA KEMATIAN   LUKA SEORANG AYAH

    Flashback – Lima Tahun Sebelumnya "Aku udah kerja sampai malam, Ratih. Aku nyoba semua cara! Tapi Ayu butuh operasi itu sekarang, bukan nanti!"Suara Bayu menggema di ruang kontrakan sempit yang dindingnya tipis dan lantainya lembap. Di depannya, Ratih—istrinya—duduk dengan wajah lelah, tubuh kurusnya menggigil sambil memandangi termos kecil yang hanya berisi air hangat.“Mas ... kita bisa cari pinjaman lain. Mungkin dari koperasi ... atau Pak RT…”Bayu menggeleng keras. “Udah! Semua pintu udah gue ketok! Mereka cuma mau jaminan. Kita punya apa, Ratih? Kompor rusak? TV kecil? Semua itu nggak cukup!”Ratih terdiam. Matanya mulai berkaca-kaca, tapi ia menahannya.Di balik tirai kamar sempit, suara batuk kecil terdengar. Lembut. Lemah.Ayu.Mereka segera beranjak. Di ranjang kecil dengan seprai kusam, Ayu terbaring. Wajahnya pucat, napasnya pendek-pendek. Selang oksigen menempel di hidungnya. Di tangannya, boneka tua bergaun merah muda—Bella—tergenggam erat. Boneka itu dulunya milik ibu

  • BONEKA KEMATIAN   JEJAK DI JALUR GELAP

    "Harga naik dua ratus per strip. Kalau nggak suka, cari yang lain."Suara pria itu serak, dengan tatapan mencurigakan dan tangan yang tak pernah berhenti bergerak di bawah meja. Daru—dengan hoodie abu-abu pudar, celana jeans belel, dan kumis palsu tipis—menyodorkan segepok uang tunai tanpa banyak bicara.Matanya tak berkedip, memperhatikan sekitar warung kopi semi-terbuka yang jadi titik pertemuan di gang sempit belakang Stasiun Kota."Gue bukan nyari harga murah. Gue nyari akses langsung ke yang ngatur jalur tengah," kata Daru, suaranya serak dibuat-buat. "Gue bukan pemula. Orang dalam bilang, lo bisa bawa gue ke orang yang bisa atur pengiriman."Pria itu—dikenal di lapangan sebagai Jalu—mengangkat alis. "Siapa orang dalam lo?""Bayu."Jalu langsung diam. Wajahnya menegang. Ia menyipitkan mata, menilai Daru dari ujung kaki hingga kepala. "Bayu udah mati.""Justru itu. Gue nyari tahu kenapa dia mati. Dan siapa

  • BONEKA KEMATIAN   TIM BAYANGAN

    Malam itu, Jakarta diguyur hujan tanpa jeda, seolah langit sedang menyembunyikan sesuatu yang tak sanggup lagi ditahan. Di sebuah kafe tua yang sudah tak beroperasi sejak pandemi, Daru duduk di sudut ruangan gelap bersama Yudistira.Bau lembap dan kayu lapuk bercampur dengan aroma kopi basi dari mesin tua di pojok bar. Lampu neon menggantung rendah, berkedip pelan seperti bernapas berat."Kau yakin tempat ini aman?" bisik Yudistira, matanya tak lepas dari jendela berdebu."Kalau pun disadap, kita nggak bicara lewat saluran resmi," jawab Daru. Suaranya pelan tapi tegas. "Mulai malam ini, kita bergerak di luar sistem."Yudistira mengangguk pelan. Tak ada seragam. Tak ada badge. Hanya dua penyidik yang menolak tunduk pada kenyataan yang dipelintir kekuasaan.Daru membuka tas ranselnya, mengeluarkan map lusuh yang berisi sketsa, foto korban, dan cetakan potongan laporan forensik. Di tengahnya, peta koneksi."Setiap korban ini punya jejak ke satu

  • BONEKA KEMATIAN   BENTURAN KEKUASAAN

    Ruang rapat lantai empat kantor Kepolisian Daerah Jakarta itu dingin, terlalu dingin untuk ruangan penuh orang. Di tengah ruangan bundar, tujuh pejabat tinggi kepolisian duduk berjajar. Setiap mata memancarkan tekanan, setiap diam memuat banyak pesan.Daru berdiri di depan proyektor. Tubuhnya tegap, tapi sorot matanya menyimpan bara. Di layar belakangnya, terbuka lembaran laporan visual peta pengiriman narkoba tahun 2018—jalur Marunda ke Tanjung Priok. Di bagian bawah ada foto si kurir, wajahnya tersorot dari rekaman dashcam yang diperoleh Reza."Lima tahun lalu," suara Daru terdengar jelas, meski tenang, "operasi penggerebekan ini menghasilkan dua puluh satu penangkapan dan barang bukti bernilai miliaran. Tapi ada satu nama yang menghilang dari laporan resmi. Bayu Darmawan, kurir freelance yang diduga bagian dari jaringan, tapi tidak pernah diadili. Ia tewas dalam pengejaran."Beberapa kepala mulai menoleh. Daru melihatnya, tapi tetap tenang.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status