Bill yang tidak sabar segera membopong Jess untuk menaiki mobil. Istri Nick harus segera mendapat perawatan. Velove mengekor dan terpaksa harus mendengarkan racauan tidak jelas dari mulut Jess di sepanjang perjalanan menuju rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, Jess langsung ditangani di ruangan khusus. Dokter muda yang melayani Jess sedikit tercengang ketika akan melakukan sebuah tindakan, ada cairan bening yang mengalir di kedua paha. Perempuan mabuk itu terus meracau tidak karuan seperti merasakan sakit yang luar biasa, perutnya mendadak keras. Jess benar-benar tidak berdaya.Tim dokter menyayangkan tindakan Jess yang mabuk di hari-hari menjelang kelahiran. Dengan persetujuan Bill, tim dokter memutuskan untuk mengambil tindakan operasi. Setelah beberapa waktu, tangis bayi yang kencang memenuhi ruang, tetapi tidak dapat membangunkan Jess yang hilang kesadaran. Dokter cantik dengan tanda pengenal “Joana Alexandra” keluar ruangan dengan pakaian dinas yang sudah rapi.“Tuan Bill dan Nona Velove! Selamat bayinya perempuan, untuk sementara waktu akan di tempatkan di ruang khusus untuk mendapatkan sedikit perawatan. Kalian boleh melihatnya di balik kaca saja.”“Dokter Joana, apa bayi itu baik-baik saja?” tanya Velove.“Tidak begitu baik tapi juga tidak mengkhawatirkan.”“Bagaimana dengan ibunya?” Lagi, gadis itu mengajukan pertanyaan.“Nona Jessy pingsan setelah pecah ketuban dan kontraksi. Ia melalui masa kesehatan yang buruk. Gula darah dan tensinya sangat rendah ditambah ia mengonsumsi alkohol dengan jumlah yang banyak.” Bill dan Velove diam tak bereaksi, mereka menyerahkan Jess sepenuhnya pada dokter.Sejurus dengan kepergian dokter, Bill dan Velove berencana melihat bayi Jess. Beberapa langkah yang terlewati segera terhenti, sepasang kekasih itu saling melempar pandang setelah mendengar jeritan memilukan dari ruang rawat Jess.
Di tepi sungai, Yodas membiarkan gelombang air yang menjadi lintasan makhluk mengerikan itu menerpa tubuhnya. Ia masih tidak percaya dengan apa yang dilihat, Joe mungkin tertidur nyenyak di perut predator dan ia tidak bisa menolongnya. “Dasar makhluk sialan! Jiaaahhaaaahh!” Pemilik kulit eksotis itu meraung sambil menjambak rambut. Yodas mendongak, sekali lagi menatap kepergian Joe. Sesuatu hal yang tidak disangka-sangka terjadi, Yodas terkesiap merasakan percikan air yang mengenai wajahnya hingga ia kesulitan bernapas. Ia mundur beberapa langkah melihat kepala monster yang membawa Joe tiba-tiba menyembul dari dalam sungai. “Apa dia mendengar aku menyalahkannya? Oh, God, tamat riwayatku!” lirih Yodas, matanya terlihat pasrah dan putus asa. “Apa kau juga akan memakanku seperti kau memakan temanku, huh?” Yodas berteriak lantang, seolah itu akan memuaskan hatinya di akhir hidup. Makhluk itu menatapnya dan tanpa basa-basi meleb
Pukul 00.59 dini hari, kabut tebal menerjang pandangan. Udara yang dingin menghasilkan bulir-bulir basah seluruh isi hutan. Tebal jaket tidak melindungi mereka dari suhu yang semakin ekstrem. Di tengah gigil yang mendera, Nick berusaha melawan dingin dan bersikap biasa saja. Sesekali jemarinya mengusap layar yang lembab, sinar matanya menyala, seulas senyum pun melengkung di bibirnya yang eksotis. Semua anggota dapat menebak, apa yang akan dikatakan olehnya karena mereka juga melihat apa yang ada di layar ponsel. Manik mereka jatuh pada objek yang ada di depan, sebuah gua yang ditumbuhi rumput. Kabut putih di hamparan malam yang pekat membuat penampilan gua itu seperti rumah hantu. Dahi Nick mengernyit. Untuk apa Yodas berada di dalam sana? Nick mengajak teman-teman untuk masuk ke sana melalui bahasa mata. Tidak ada yang membantah, mereka semua mengangguk. Sampai di mulut gua, Nick mengisyaratkan mereka untuk berhenti. Seekor piton raksasa melintas, menghalangi
Berhari-hari menempuh perjalanan, komunitas muda itu tak jua menemukan letak sungai yang dimaksud, mereka hanya berputar-putar dan selalu kembali ke tempat semula. Stok makanan sudah habis sedangkan mereka tidak tahu kapan mereka akan keluar. Nick berpikir keras untuk mendapatkan jalan yang benar, kali ini Nick merasa benar-benar dihimpit kebingungan. Sebagai ketua, ia dibebani tanggungjawab yang besar. Lelah, Nick menuruti kemauan anggota untuk sekadar mengatur napas yang tersengal. Menuruni tanah berundak, mereka melepas penat di tanah yang datar. Satu tangkai anggur seketika menyejukkan mata, mereka terlihat seperti kawanan anjing hutan yang kelaparan. “Berikan aku sedikit!” ucap Mehmet pada Sanskar yang berhasil mendapatkan banyak bagian. “Hei, kenapa kau memakannya terus?” Sanskar tak menghiraukan Mehmet, ia terus mengunyah semua anggur hingga tak tersisa. “Kenapa kau menghabiskannya sendiri, Sanskar? Satu biji pun kau
“Aaaa!” Suara teriakan membuat orang tergopoh-gopoh ingin mencari tahu apa yang terjadi. Seorang lelaki masuk dengan sangat terpaksa. Bill, pria itu melihat panik kondisi Jess. Ia mengambil segelas air, gadis itu masih berusaha mengendalikan napasnya yang memburu. Butuh waktu lima menit sebelum air mineral itu berpindah tangan, Jess meneguknya bersama butiran pil berwarna putih yang diambilnya dari sebuah botol transparan. “Terima kasih!” Jess melempar senyum kecil pada Bill, pria itu menaruh gelas yang sudah kosong di atas nakas. “Kau memimpikannya lagi?” tanya Bill sambil merapikan perkakas ranjang yang berhamburan di lantai marmer. “Maaf, kalau aku selalu merepotkanmu!” Jemari Jess menyisir poni yang terlihat memanjang. “Bukankah aku dibayar untuk itu?” Bill berujar tanpa melihat wajah Jess, mata elangnya masih melekat di lantai. Jess menarik satu sudut bibirnya kemudian mencebik ketika tangis bayi mengisi kamarnya. Mala
Di sisi sungai, Nick membasuh wajahnya. Ia melihat pantulan wajahnya di air keruh yang sudah koyak, ia melihat kegagalan dan masa depannya yang buruk. Tiga puluh hari, Nick mengembara bersama Mehmet, mencari jalan juga teman-temannya. Seringkali ia mengingat Jess juga buah hati mereka. Penampilannya kini nyaris tak dikenali. Ia dan Mehmet bertahan hidup dengan memakan buah-buahan yang tumbuh di hutan, tiga puluh hari bukan sesuatu yang mudah. Berbagai macam kesulitan datang bertubi-tubi, dan hal itulah yang membuat mereka terlihat lebih kuat. “Nick!” Suara Mehmet membuyarkan lamunannya, ia berjalan mendekati Mehmet. “Kau mendapatkannya?” Nick melihat sesuatu di tangan Mehmet. “Yeah, ini yang ke lima puluh kali setelah aku mendapatkan piranha lebih dari dua puluh kali.” Mehmet mengangkat kayu yang berhasil menusuk buruannya. “Baguslah, setidaknya kau mendapatkan ikan gabus walau cuma satu!” “Ya, setidaknya ini bisa menjadi t
Aroma lili menyeruak ke sudut-sudut ruang. Jess mematut dirinya di cermin hias, gaun hitam sepanjang lutut melekat apik di tubuhnya. Gaun ketat tanpa lengan dengan kualitas super itu melekat sesuai pahatan tubuhnya yang indah tanpa memberi efek panas dan alergi. Jess terlihat sempurna dengan sapuan lipstik glossy berwarna karamel. Rambut ikalnya digelung, memamerkan leher jenjang berhiaskan berlian kecil yang cantik. Tanpa penebal alis dan maskara, warna alis dan bulu matanya tampak tegas dan menyala. Jess berputar, memindai pantulan dirinya di cermin, raut wajahnya berubah redup. Ia mengelus bagian tangannya yang berotot. Sebelum melahirkan, bahkan urat halus pun tak terlihat. Beruntung, badannya yang sempat kurus kini mulai berisi sehingga ia tak perlu malu mengenakan pakaian-pakaian seksinya kembali. Jess menyambar kunci mobil setelah selesai mengenakan sepatu hak tinggi berwarna serupa dengan pakaiannya. Tak lupa, kacamata hitam bertengger di pangkal hidungnya yang t
Nick dengan kesendiriannya melawan rasa putus asa yang semakin kronis. Dia berjalan terseok-seok karena kehabisan tenaga. Sengatan matahari membuatnya sedikit terhuyung. Ia sangat haus dan kelaparan. Sepanjang perjalanan ia tak menjumpai makanan, hutan tropis itu seakan kering. Nick terjatuh dan kesadarannya menghilang, jiwanya terbang ke sebuah sungai. Seorang perempuan cantik bermata biru mengajaknya bermain air. Gadis itu menarik Nick ke dalam air dan pada saat ia akan tenggelam, kelopak matanya terbuka diiringi deru napas yang tak beraturan.Nick mengangkat beban tubuhnya, mimpi buruk yang baru terjadi menyuntikkan tenaga baru ditubuhnya. Ia berjalan menaiki bukit, ada gumpalan asap yang menarik perhatiannya. Susah payah melewati medan ekstrem, akhirnya ia menemukan sumber asap yang dilihatnya. Nick berjalan menembus kepulan yang membuat perih kedua aksanya, bahkan pemuda itu sama sekali tak ingat dengan peringatan pemimpin suku waktu itu.Nick terus be
Jess duduk di balkon, menyesap gulungan putih yang mengandung tar dan nikotin. Sebuah potret dilihatnya berkali-kali dengan gelisah. Elfara kecil tiba-tiba berlari ke arahnya, gadis itu tersenyum membawa sebuah lukisan di hvs. Jess menaruh foto Nick di sisi kopi panasnya. Sejak Nick pergi, kopilah yang menemani hari-harinya, tidak ada lagi cokelat panas yang menenangkan pikirannya. “Mommy!” Jess melihat kertas yang diberikan Elfara, anak itu menggambar dirinya yang diapit oleh Jess dan Nick dengan sematan sebuah kalimat “perfect family”. Jess tersenyum miris, lima tahun tumbuh menjadi gadis cantik, anak itu menginginkan hal yang sama, sosok ayah dan tentu saja kasih sayang darinya. Jess mengulurkan kembali lukisan itu tetapi ketika belum sempat diraih, kertas itu terbawa angin. Elfara berusaha meraihnya lalu tak sengaja menyenggol kopi ibunya yang masih mengepul. Pecahan gelas terdengar, cairan hitam mengenai kulitnya yang lembut. Ia segera menunduk mendapati