Home / Romansa / BUKAN MEMPELAI IMPIAN / Bab 73. Kapan kita nikah?

Share

Bab 73. Kapan kita nikah?

Author: HaniHadi_LTF
last update Last Updated: 2025-06-21 18:16:41

Tamu-tamu lain mulai berbisik. Beberapa saling tukar pandang, mengira-ngira apa yang sebenarnya sedang terjadi. Keya masih duduk dengan bayinya, tak bergerak, matanya hanya tertuju ke lantai.

Seseorang berdiri. Pak Wahyu. Ia membersihkan tenggorokannya lalu berkata pelan, "Maaf, kami sepertinya harus pamit. Nanti malah nggak enak suasananya."

Beberapa tamu ikut berdiri. Ada yang berpamitan ke Bu Maryam, ada yang menyalami Keya. Dan menepuk punggungnya pelan, bahkan menatapnya iba. Bagaimanapun, beberapa bulan Keya mengajar PAUD di desa sebalah, yang muridnya juga dari desa ini, telah membuat mereka menyayangi Keya.

Seorang ibu berbisik pada Keya. "Bu, yang sabar ya," ucapnya trenyuh.

Beberapa memilih langsung keluar tanpa banyak kata.

Dalam waktu sepuluh menit, ruang tamu yang tadinya penuh sudah setengah kosong. Hanya tinggal keluarga inti, Rifki dan istrinya, dan tentu saja keluarga Dania.

Liam belum bicara lagi sejak tadi. Ia memandangi wajah ibunya yang pucat. Kemudian ia menole
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 217. Yang ikut hancur

    “Key, ayo ikut aku sekarang,” ajak Lia, tangannya menggemgam jemari Keya yang masih dingin karena gemetar.Keya menoleh singkat, matanya basah. Rambutnya yang tadi sempat terurai kini sudah ia rapikan sekadarnya karena karetnya takditemukan. Untunglah kerudung yang dipakaikan Liam tadi terkesan rapi. Nafasnya tersengal, tapi ia tak kuasa menolak.“Kak…,” suaranya pecah melihat Najla yang tertegun."Kamu baik-baik saja, Kak?" tanya Liam.Najla langsung mengangguk. “Pergi aja sama Keya. Aku baik-baik saja.”Liam menatap Arfan yang berdiri tak jauh dari situ. “Kamu bawa Kak Najla pulang. Jangan biarin dia sendirian."Arfan mengangguk mantap. “Siap, Kapten.”Liam pun menuntun Keya menembus kerumunan yang masih ricuh. Beberapa mata menatap iba, sebagian lagi sinis. Suara bisik-bisik menyertai langkah mereka.“Kasihan banget, dipermalukan begitu.”“Cantik ya kalau rambutnya keliatan… pantes aja orang udah tunangan terpincut.”“Tapi tetap aja, Dania itu salah. Ngerusak rumah tangga orang. M

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 216 Saat hijab menyentuh tanah

    “Keya” Dania makin mendekat, suaranya menusuk telinga mereka yang kebetulam berada tak jauh dari sana.Keya menoleh pelan, sementara Najla berdiri kaku di samping ruangan sidang karena Liam dan Arfan yang belum keluar. Wajah Dania merah padam, langkahnya cepat. Di belakangnya, Bu Marya menyusul dengan tatapan tajam, sementara Pak Bagus tetap tenang meski raut mukanya dingin.“Aku nggak salah lihat, kan?” Dania menatap Keya dengan penuh amarah. “Kamu masih bisa ketawa-ketawa habis ngerebut segalanya dari aku?”Najla cepat melangkah maju, berdiri di depan adiknya. “Dan, jangan memulai sesuatu yang akan membuatmu rugi sendiri. Kita baru keluar dari sidang, jangan bikin keributan di sini. Masih banyak yang menyaksikan semuanya.""Tenang katamu? Aku sudah mencari kesempatan agar bisa melihatmu di sini, Keya. Dan akhirnya kesempatan itu ada. Biar semua orang tahu siapa dirimu sebenarnya, pelakor!"Nala menatapnya sinis "Pelakor? Nggak salah tuduhanmu? Kamu hanya calon bagi Liam. Dan adikk

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 215. Mediasi

    “Silakan masuk, para pihak,” ucap petugas pengadilan.Liam menggenggam tangan Keya erat, menuntun istrinya masuk ke ruang mediasi. Aroma kayu tua bercampur hawa segarmemenuhi ruangan. Bangku panjang sudah terisi beberapa orang yang sibuk berbisik.Di depan, seorang pria berjas hitam dengan wajah berwibawa duduk sebagai mediator. Di sisi kanan, Dania sudah siap, mengenakan gamis mahal warna pastel, bibirnya melengkung menyeringai. Di sisi kiri, Arfan berdiri, jasnya rapi, wajahnya serius. Tepat di sampingnya, Najla menunduk sopan sambil merapikan map berisi berkas.Keya sempat menoleh ke arah kakaknya. Najla menyambut tatapan itu dengan senyum tipis penuh dukungan. Ada kehangatan yang membuat dada Keya sedikit lega.Mediator membuka map, lalu menatap semua pihak. “Baik, kita di sini untuk mencari jalan damai. Pihak penggugat, silakan menyampaikan tuntutan.”Dania berdiri, suaranya lantang. “Saya menuntut ganti rugi satu miliar rupiah seperti janji awal dia. Itu sebagai kompensasi atas

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 214. Jelang sidang

    "“Fan, bukti yang kemarin udah kamu siapkan?” Liam membuka percakapan lewat telepon. Bicaranya terdengar tenang tapi ada sedikit nada waspada. Ia baru saja keluar dari mushola, habis sholat Dhuhah. Arfan di seberang tertawa singkat. “Sudah, semua beres. Jangan khawatir. Aku pastikan uang kamu nggak akan sampai keluar satu M ke Dania. Aku yang atur biar tuntutan itu mentok seperti harapanmu."Liam menjatuhkan tubuh ke kursi malas. “Bagus kalau gitu. Aku nggak mau ada celah. Kamu yakin?”“Yakin sekali,” jawab Arfan mantap. “Aku udah siapin semuanya. Dania nggak bakal bisa geser kursi kita. Tenang saja.”Liam mengangguk pelan, meski dalam hati masih ada yang mengganjal. “Kalau begitu, siapa saja yang ikut mendampingi kamu nanti?”“Najla jelas ikut,” ucap Arfan tanpa jeda. “Sekarang dia sudah resmi jadi pegawaiku. Aku butuh dia untuk dampingi langsung. Aku nanti samperin dia, biar semua siap.”Liam langsung duduk tegak, sarung yang melingkari pinggangnya merosot. “Hati-hati, Fan. Itu kak

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 213. Aneh

    “Liam, angkat teleponnya, cepat,” Dengan jengkel berguman. Suaranya terdengar agak mendesak dari dalam mushola, sambil mengusap wajahnya yang masih basah karena wudhu.Keya yang sedang duduk di dekat sofa, melirik layar ponsel suaminya. “Kak, Arfan telepon. Mau aku angkatin?”Liam yang masih meringkuk di kursi malas, selimut tipis melingkari pinggangnya, menggumam manja. “Nanti aja… kamu dulu yang ngobrol, aku masih males gerak.”Keya menghela napas, lalu menekan tombol terima. “Halo, Fan?”“Oh, Keya. Liam ada?” tanya Arfan cepat.“Sebentar, aku kasih ke dia.” Keya menyodorkan ponsel, tapi Liam malah menarik tangan Keya, memeluknya dari samping. “Ngapain buru-buru, Yang? Kamu kan baru duduk di sini. Temenin aku sebentar,” ujarnya sambil menempelkan dagu ke bahu istrinya. "Sini, cium aku duluh, baru aku bangun."“Kak, itu Arfan…” Keya mencoba memprotes, tapi Liam memejamkan mata. “Hmm… tapi peluk kamu lebih penting dari suara Arfan,” gumamnya.Arfan yang mendengar jelas dari seberang,

  • BUKAN MEMPELAI IMPIAN   Bab 212. Hotel

    "Tapi ini bintang lima, Angga!" ucap Dania saat Angga sudah membelokkan mobilnya dan tak mungkin berbalik arah mengingat di jalan itu hanya ada jalur satu arah. Untuk memutar lagi amatlah jauh.Angga baru nyadar setelah mendengar ucapan Dania. Namun karena keinginnya yang sudah di ubun-ubun, dia tak menghiraukannya. "Hanya sebentar," gumannya pelan.Dania menatap Angga, bibirnya terkatup, tapi matanya tak bisa menyembunyikan senyum kecil. "Sebentar itu... maksudnya bayarnya nggak sama, Angga? Sama kan?"Angga melirik ke papan nama hotel bintang lima yang menyala di depannya. "Nggak usah basa-basi. Yang pasti aku udah kangen sama itu kamu."Dania mengangkat dagu sedikit, "Kangen apa?""Tanganmu, matamu, semuanya," jawab Angga tanpa ragu. "Termasuk rasanya saat kamu di pelukanku."Dania tidak menjawab. Tapi tubuhnya yang sejak tadi menempel di lengan Angga terasa hangat. Getaran itu memancing napasnya menjadi lebih cepat. Ia menunduk sedikit, lalu tersenyum kecil. "Kalau aku bilang te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status