"Jadi kalian ini orang suruhan Bu Sarah?" Emosiku memuncak."Benar! Kalian tidak bisa membayar utang kalian pada Bu Sarah, jadi dia meminta kami untuk mengambil kembali rumah ini!" jawab pria bertampang garang itu.Kedua tanganku seketika mengepal. Bu Sarah pasti melakukan ini sebagai balas dendam karena sudah membuatnya malu kemarin. Dan juga karena kami memutuskan kerja sama dengan perusahaan suaminya."Bu Sarah itu bukannya istri sah dari pria yang digoda Aisyah, ya?" Tiba-tiba terdengar suara Bu Dewi menyeletuk."Sepertinya betul, Bu. Wajar kalau dia dendam sekali dengan Aisyah. Wong suaminya digoda wanita lain kok," sahut Bu Siti."Haduh, kalau kayak gini kan kita sebagai warga juga tidak bisa membantu. Wong sudah jelas siapa yang salah."Aku seketika menatap ke arah para tetangga yang ada di sana."Kalau tidak bisa membantu, setidaknya kalian diam!" teriakku.Mereka semua seketika menutup mulut. Aku kembali menatap ke arah para orang suruhan Bu Sarah itu."Lebih baik kalian semu
"Kurang ajar kamu ya, Lana!" Bu Sarah segera berhambur ke arah suaminya, membantunya berdiri.Pak Firman terlihat mengusap ujung bibirnya yang sedikit berdarah. Dia kemudian menatap ke arah putranya."Ada apa ini, Lana?" tanyanya kemudian."Jangan pura-pura tak tahu, Pa!" jawab Mas Lana. "Papa pasti tahu kan, kalau hari ini Bu Sarah mengirim orang untuk merusak rumah kami?""Apa?" Pak Firman membulatkan mata, sepertinya kaget mendengar ucapan Mas Lana."Apa benar yang Lana katakan, Ma?" Pak Firman akhirnya bertanya pada istrinya."Aku hanya minta tolong orang untuk memberitahukan agar mereka pindah, Pa," jawab Bu Sarah."Jangan berdusta, Bu!" sahut Mas Lana. "Gara-gara orang suruhan Bu Sarah, ibu saya terluka parah dan masuk ke dalam rumah sakit!""Aisyah masuk rumah sakit?" Pak Firman lagi-lagi terkejut. "Bagaimana kondisinya sekarang, Lana?""Apa-apaan sih kamu ini, Mas! Jangan percaya omongan mereka begitu saja. Bisa jadi mereka cuma mengarang cerita agar aku kelihatan salah di dep
"Tunggu dulu, Mas," ucapku kemudian ketika sudah selesai membereskan pakaian milik Ibu. Aku masih membuka-buka album milik Ibu, dan seketika ingat sesuatu."Kenapa, Dek?" tanya Mas Lana, menatapku dengan kening berkerut."Mas Lana dan Nikita ... umurnya cuma berjarak beberapa bulan saja?""Iya kah, Dek? Mas justru tidak tahu," jawab Mas Lana."Ish, Mas Lana ini. Masa sama adek sendiri gak tahu kapan lahirnya?" sahutku, seketika cemberut."Habisnya kami kan hampir tidak pernah bertemu, Dek. Seingat Mas, umur kami beda tahun, kok," jawab Mas Lana lagi. "Adek dari mana tahu hal itu?""Mas Lana kan lahir tanggal 12 Desember tahun 2000, kan? Nikita lahir 17 Februari 2021. Aku tahu karena dia mencantumkan tanggal lahir di banner pernikahannya," ucapku kemudian."Terus, Dek?" Mas Lana sepertinya masih belum mengerti ucapanku."Itu artinya, Ibu dan Bu Sarah melahirkan hampir bersamaan, yang artinya mereka hamil hampir bersamaan juga," jawabku.Kening Mas Lana semakin berkerut, membuat wajahny
"Mas Rafka!"Aku kaget dan seketika mendorong tubuh Rafka sekuat tenaga, sehingga hampir membuatnya terjatuh. Tapi sepertinya Rafka tidak peduli pada kedatangan Nikita."Tolong, Dara. Aku ingin bicara. Aku ingin minta maaf. Kamu tidak tahu aku sudah seperti orang gila beberapa tahun ini," ucapnya dengan pandangan memelas padaku.Aku tak menjawab ucapannya. Minta maaf? Karena sudah meninggalkanku dalam kondisi terpuruk? Atau karena alasan lain?"Apa-apaan ini, Mas?!" Nikita menarik tangan Rafka menjauh dariku, lalu menatap ke arahku dan Rafka bergantian dengan amat gusar."Maaf, silakan kalian selesaikan ini berdua. Aku harus pulang. Aku tidak mau ikut campur," ucapku, sambil membalikkan badan."Jangan kabur, Kak!" Nikita menghalangiku saat bersiap membuka pintu mobil. "Kak Dara rupanya mau menjadi duri dalam rumah tanggaku? Mau merayu suamiku?"Aku menoleh ke arah Nikita, menatapnya dengan berani."Ayolah, Nikita. Najis sekali aku merayu pria penge--cut seperti suamimu itu," sahutku.
POV Author"Ada apa ini, Niki, Rafka?" Bu Sarah keluar dari dalam rumahnya ketika mendengar suara keributan di luar rumahnya.Nikita seketika berhambur ke arah Mamanya, mengadu apa yang baru saja dia ketahui."Mas Rafka itu ternyata mantannya Kak Dara, Ma!" ucapnya."Apa?" Bu Sarah seketika melotot ke arah Rafka. "Apa benar itu, Rafka?"Rafka tak menjawab pertanyaan ibu mertuanya. Dia hanya memijit keningnya yang mendadak pening."Itu benar, Ma! Dia bahkan mengaku jika dulu mereka saling mencintai!" ucap Nikita lagi, lagi-lagi merengek seperti anak kecil.Bu Sarah membuang napas kesal, lalu menatap putrinya."Itu kan cuma masa lalu, Nikita! Lagipula, Rafka sekarang itu sekarang sudah menjadi suamimu. Jadi tidak perlu mempermasalahkan hal itu lagi," ucapnya kemudian."Tapi, Ma ....""Sudah, diam kamu!" hardik Bu Sarah lagi, lalu berjalan mendekat ke arah Rafka."Maafkan Nikita, Rafka. Dia itu kadang memang suka kekanak-kanakan. Mama tidak akan mempermasalahkan masa lalumu. Cuma mantan
"Apa yang kamu lakukan di sini, Nikita?" tanya Pak Firman seraya menatap putrinya itu dengan penuh tanya."Ah, tidak, Pa ... hanya tes kesehatan," jawab Nikita gugup."Apakah hasilnya tidak bagus? Wajahmu pucat begitu," ucap Pak Firman lagi, lalu menatap sekeliling. "Rafka tidak menemanimu?""T-tidak, Pa ...." Nikita berusaha untuk bersikap biasa. "Papa sendiri ... sedang apa di sini?"Kali ini, giliran Pak Firman yang sedikit gugup mendengar pertanyaan Nikita."Papa ... juga melakukan tes kesehatan," jawabnya kemudian.Nikita terdiam cukup lama mendengar ucapan Papanya. Apa benar Papanya melakukan tes kesehatan? Dia tidak tahu apa yang terjadi jika Papanya tahu jika diam-diam dia menjalani tes DNA, dan hasilnya ternyata tidak sesuai.Bayangan jika Papanya akan menceraikan Mamanya saat itu juga, dan akan mengusir mereka berdua seketika merasuk ke dalam otaknya. Bukan hanya itu saja. Jika keluarga Rafka tahu jika dia adalah anak hasil hubungan di luar pernikahan ... bisa-bisa .... Tida
"Demi Allah, saya tidak ikhlas dengan tuduhan kalian! Jika memang benar saya yang mengambil uang itu, silakan po--tong kedua tangan saya! Tapi jika ini fitnah, semoga Allah akan mengangkat derajat saya lebih tinggi dari kalian semua!"Aku mengerjapkan mata berulang kali ketika mendengar suara Bu Aisyah, ibu mertuaku, dari luar sana. Aku yang memang tadinya masih terlelap, akhirnya bangkit dan duduk. Kepala masih terasa pusing karena semalam hampir tak bisa tidur. Ini memang baru pertama kalinya aku tidur di rumah mertua, setelah resmi menikah beberapa waktu yang lalu, dan belum terbiasa dengan suasana kampung.Aku meraih ponsel dari samping bantal. Masih jam tujuh pagi. Kenapa ada ribut-ribut di luar sana sepagi ini? Apa ini kebiasaan orang-orang kampung?"Halah! Ngaku saja kamu, Aisyah! Jangankan uang, suami orang saja berani kau curi!" Terdengar suara seorang wanita yang sepertinya sedang memaki ibu.Aku seketika bangun dan berjalan keluar, memastikan apa yang sebenarnya terjadi. T
Aku ... Dara Larasati Atmajaya, putri dan pewaris tunggal dari pemilik perusahaan dengan brand yang menguasai hampir seperempat perekonomian di negeri ini. Nyatanya ... lahir dalam keluarga yang bergelimpang harta tak selalu bisa membuat seseorang bahagia ...."Dara, Papa membawakan calon suami untukmu."Aku memutar kepala perlahan, menatap ke arah pria yang merupakan cinta pertamaku itu. Di sampingnya, terlihat Mama menatap ke arahku dengan pandangan sendu. Pandangan yang setiap hari kulihat sejak kejadian laknat beberapa tahun yang lalu.Persaingan bisnis. Sungguh alasan yang tidak masuk akal seseorang membayar para preman untuk menghancurkan masa depan penerus bisnis saingannya tersebut. Tapi mereka berhasil. Mereka berhasil membuatku hancur dengan merenggut kehormatanku.Bahkan ketika para preman itu tertangkap, para polisi tidak membuat mereka mengakui siapa yang telah membayar mereka. Sedangkan aku yang jadi korban, tak bisa berbuat apa-apa. Kenapa mereka tidak membu--nuhku saja