"Ra, siapa yang narok ini di sini?" Tanya Nadya heran begitu mendapati beberapa kotak dengan berbagai ukuran sudah berjejer rapi di atas meja kerjanya. Di dalamnya terdapat beberapa peralatan kerja Nadya, lengkap dengan note di depannya, yang menunjukkan barang apa harus diletakkan di kotak yang mana. Bukannya tidak setuju barang tersebut ada di sana, karena dengan begitu Nadya jadi lebih teratur dalam menata perkakas kerjanya. Selama ini, Nadya memiliki kebiasaan suka menempatkan barang-barangnya secara sembarangan. Meski ia bisa mengingatnya dimana ia meletakkan peralatannya terakhir kali dengan cukup baik. Namun, ada kalanya ia juga lupa untuk mengingatnya dengan jelas. Dengan adanya, pengaturan seperti ini. Nadya akan lebih mudah mengelola perkakasnya tanpa perlu pusing lagi harus mengingat dimana ia menempatkan peralatan kerjanya terakhir kali. Pertanyaannya sekarang, siapa yang membuatkan kotak-kotak ini untuknya? Semakin dilihatnya, kotak itu sendiri juga sangat unik deng
"Yeaayy... weekend." Gira tiba-tiba berteriak senang begitu jam kerja terakhir di hari jumat telah menunjukkan pukul tiga sore. Yah, bagi sebagian besar profesional seperti mereka, akhir pekan adalah hari yang paling ditunggu. Karena itulah kesempatan bagi mereka untuk refreshing dan terlepas dari segala macam tekanan pekerjaan. Adam baru saja jalan melewati mejanya Gira, saat ia mengantarkan minuman ke mejanya Nadya. Bukan vanilla seperti biasanya, itu hanya segelas air putih. Tapi, Adam yang sudah paham dengan segala kebiasaan Nadya, sengaja memberikannya air putih untuk menjaga metabolisme gadis cantik tersebut dan itu semua tanpa diminta oleh Nadya sebelumnya. Tanpa disadari oleh Nadya, ternyata begitulah cara Adam mendekatinya tanpa kentara. Bukankah dalam cinta itu yang dibutuhkan adalah memahami? Itulah pendekatan yang coba dilakukan Adam. Pertama, ia mulai dengan mamahami setiap kebiasaan Nadya. Lalu, pada tahap berikutnya, memahami apa saja yang dibutuhkan oleh gadis cant
Adam merasa dirinya terlihat seperti orang bodoh ketika berjalan dengan kedua tangan dipenuhi oleh tas belanjaan. Saat itu, ia melihat seorang pria yang nasibnya tidak jauh beda dengannya. Beruntungnya, meski terlihat kesulitan membawa barang yang segitu banyak, ada pasangan yang menemani di sampingnya. Adam melihat dirinya sendiri. Ia tidak ubahnya terlihat seperti pria yang hobi belanja dan Adam merasa tidak nyaman dengan kondisinya saat itu. Itu terlihat begitu feminim, bertolak belakang dengan karakternya. Andai saja ada Gira di sana. Tapi, gadis itu ternyata lebih memilih bersama mantan gebetannya. "Huft, hari yang apes." Keluh Adam dalam hatinya. Saat Adam sedang terlihat seperti kebingungan harus pergi kemana, tanpa sadar ia menabrak seorang wanita yang juga sedang berjalan terburu. Tas belanjaan Adam sempat terjatuh, beruntung gadis yang ditabraknya tidak kenapa-kenapa. "Maaf-maaf, mbak. Saya tidak sengaja." Ucap Adam merasa bersalah sambil membereskan barang bawaannya
"Gira? Kamu sudah lama berdiri di sana?" Tanya Adam tanpa bisa menutupi kegugupannya. Gira yang sebelumnya merasa bersalah pada Adam karena meninggalkannya begitu saja. Padahal, Adam sudah sangat baik hati menemani dan membawakan semua barang belanjaannya. Akhirnya, Gira memilih untuk pergi dan mengabaikan Alex. Gira memang pernah memiliki perasaan pada Alex di masa lalu, tapi itu hanyalah masa lalu. Saat Gira masih labil dalam urusan percintaan. Ia hanya melihat seorang pria berdasarkan penampilan dan status semata. Melihat cara Alex merendahkan Adam sebelumnya, membuat Gira yakin kalau dirinya yang sekarang tidak menyukai Alex. Karena itu, ia segera mencari alasan untuk segera pergi dari sana. Namun, satu hal yang tidak disangkanya, saat Gira melihat Adam, saat itu Adam sedang terlibat pembicaraan dengan seorang wanita. Tepatnya, wanita tersebut terlihat sedang menghina Adam. Gira hendak maju untuk membela dan menyelamatkan muka Adam. Namun, ketika ia mendengar isi pembicaraan
"Kak, temani Zahra ke toko buku yah, please!" Rajuk Zahra dengan mata membulat. Wajahnya yang memohon dan terlihat imut itu, membuat Adam tidak sanggup untuk menolaknya. Kebetulan itu adalah hari sabtu, ia juga tidak ada pekerjaan. Sehingga tidak ada alasan bagi Adam untuk menolaknya. "Boleh, ayok!" Jawab Adam langsung menyanggupi. "Yeay, kak Adam mau nemanin." Teriak Zahra senang. Mendengar Zahra pergi ditemani Adam, si bungsu Raya yang masih duduk di bangku SLTP pun tidak mau kalah. Ia juga mau ikut, meski tujuannya hanya pergi main dan bukan untuk mencari buku seperti kakaknya. Akhirnya, jadilah hari itu Adam menemani dua gadis cantik yang sudah seperti adiknya tersebut pergi untuk belanja buku. Sangat berbeda ketika Adam menemani Gira belanja sehari sebelumnya. Menemani kedua gadis remaja tersebut belanja buku, Adam serasa menemani dua adik perempuannya sendiri. Meski ia terlahir sebagai anak tunggal, Adam sangat bersyukur bisa di ijinkan tinggal dirumahnya Ncang Ari. Kini
"Kakak kenal sama mas ini?" "Iya, dia ini Adam." Jawab Nadya senang. Bertemu Adam selalu membuat Nadya senang, namun bukan dalam definisi romantis. Adam seperti jimat keberuntungan tersendiri bagi Nadya. Sebelumnya Adam telah membantunya membuatkan sebuah kotak perkakas yang sangat membantu Nadya menjadi lebih rapih dalam menempatkan peralatan kerjanya. Sekarang Adam bahkan menyelamatkan tas adiknya dari kecopetan. "Jadi dia adikmu, Nad?" Tanya Adam. Pantas saja wajah gadis itu begitu mengingatkannya dengan sosok Nadya. Hanya saja, Nala sedikit lebih cubby dan lebih pendek dari Nadya. "Sebentar-sebentar.." Nala berpikir sejenak, lalu dia teringat dengan curhatan kakaknya sehari sebelumnya. "Oh, jadi dia ini cowok yang kakak bilangin sebelumnya?" Nadya langsung melotot pada adiknya. Dia tidak menyangka jika adiknya justru malah membahas masalah ini tepat di depan Adam. Adam yang tidak tahu kalau dia pernah menjadi topik pembicaraan di antara kedua wanita cantik itu, sedikit mera
"Oi, gendut, minggir sana." "Udah gendut, jelek lagi." "Ndut, buang sampah ini ke depan." Seorang gadis kecil dengan seragam merah putih mendapat bulian dari teman-teman sebayanya. Gadis kecil yang terlihat kelebihan berat badan tersebut seringkali mendapat ejekan dan hinaan karena penampilan fisiknya. Kebanyakan dari teman sekelasnya lebih suka menjadikannya sebagai objek bullian ketimbang mengajaknya berteman. Sehingga sebagian besar waktunya, lebih sering dihabiskannya sendiri. "Oi, Gembon. Siapa yang suruh kamu duduk di sini? Sana, jauh-jauh! Kami tidak mau yah, kamu duduk dekat kami." "Iya, awas hati-hati aja sama makanan kita. Siapa tahu dia ke sini mau mencuri makanan kita." "Benar juga! Orang gendut kayak dia, kan sukanya makan. Mungkin makanannya sudah habis, jadi sekarang dia ngincar makanan kita." Sekelompok anak-anak ini adalah anak pejabat yang rata-rata sangat manja. Biasanya mereka suka berkumpul dengan kelompok mereka sendiri dan menjadi lebih dominan di antara
Adam baru saja berpindah ke lantai 17 tempat Nadya bekerja, ia baru akan membersihkan ruangan tersebut ketika melihat tas Nadya ternyata sudah ada di sana. Adam sempat melirik jam dalam ruangan sejenak, 'Bukankah ini masih terlalu pagi?' Pikir Adam heran. Saat itu, jam masih menunjukkan pukul 6.45. Baru saja Adam bertanya-tanya tentang alasan apa yang membuat Nadya datang sepagi itu, wanita yang menjadi objek pikirannya datang. Namun, tidak biasanya. Nadya terlihat gelisah, bahkan ia tidak memperhatikan jika Adam berdiri di dekatnya. Penasaran, Adam memberanikan diri bertanya, "Kamu kenapa, Nad? Panik gitu?" Nadya melonjak kaget. Ternyata benar, ia tidak sadar jika Adam ada di sana. Nadya sampai memegangi dadanya untuk menenangkan dirinya. "Astaga, Adam! Aku kira siapa." Adam terkekeh melihat reaksi Nadya. Tapi bukan itu yang membuatnya penasaran, Nadya sepertinya sedang ada masalah. "Nad, kamu kenapa? Sampai gelisah begitu? Ada masalah?" Nadya sepertinya memang sedang ban