Home / Thriller / BUKU TERLARANG / Bab 1 - AWAL DARI SEGALANYA

Share

BUKU TERLARANG
BUKU TERLARANG
Author: awaaasky

Bab 1 - AWAL DARI SEGALANYA

Author: awaaasky
last update Huling Na-update: 2025-03-19 17:51:42

Malam itu, hujan turun deras, membasahi jalanan kota yang sudah sepi. Lampu jalan redup berpendar di atas aspal yang mengilap, memantulkan warna oranye yang suram. Riven berjalan sendirian di trotoar, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku jaketnya yang sudah agak basah.

Dia baru saja pulang dari kampus, menghabiskan waktu di perpustakaan hingga larut. Sebagai mahasiswa jurusan IT, dia lebih suka tenggelam dalam buku dan layar komputer dibandingkan kehidupan sosial yang melelahkan. Tapi malam itu, langkahnya berhenti di depan sebuah toko buku tua yang hampir tidak pernah dia perhatikan sebelumnya.

Jendela kaca toko itu berembun, dan papan kayu di atas pintu menampilkan tulisan yang sudah mulai pudar: Antik & Misteri.

Entah kenapa, ada sesuatu yang menarik Riven untuk masuk. Dia meraih gagang pintu dan mendorongnya perlahan. Bel berbunyi nyaring, menggema di dalam ruangan yang dipenuhi aroma buku tua dan kayu yang lembap.

"Selamat datang," suara serak seorang pria tua menyambut dari balik meja kasir.

Riven mengangguk singkat, lalu berjalan masuk lebih dalam. Rak-rak tinggi berisi buku-buku tua dan gulungan kertas yang berdebu membuat tempat itu terasa seperti dunia lain. Tangannya menyusuri punggung buku-buku lusuh hingga jari-jarinya berhenti di satu buku berwarna hitam pekat dengan simbol aneh di sampulnya.

Buku itu tidak memiliki judul. Tidak ada tulisan di punggung atau bagian belakangnya.

Riven mengernyit. Ada sesuatu yang aneh tentang buku ini. Dia mencoba menariknya keluar dari rak, tetapi seolah ada sesuatu yang menahannya. Dengan sedikit tenaga lebih, akhirnya buku itu terlepas, dan udara di sekitarnya terasa lebih dingin.

Jantungnya berdetak lebih cepat.

"Apa itu menarik perhatianmu?" suara pria tua tadi terdengar di belakangnya.

Riven berbalik dan menunjukkan buku hitam itu. "Buku ini... apa isinya?"

Pria tua itu menatapnya lama, lalu tersenyum samar. "Banyak hal. Sejarah, rahasia, dan mungkin... sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata."

Riven menelan ludah. "Berapa harganya?"

Pria itu menggeleng. "Buku itu bukan untuk dijual. Tapi kalau kau bersikeras membacanya, anggap saja itu milikmu sekarang."

Alis Riven terangkat. Itu terdengar seperti tawaran yang aneh, tapi dia tidak terlalu memikirkan alasan di baliknya. Dia mengangguk dan memasukkan buku itu ke dalam tasnya sebelum mengucapkan terima kasih dan keluar dari toko.

Begitu dia melangkah ke luar, hujan sudah mulai mereda. Tapi udara masih terasa dingin. Seolah ada sesuatu yang berubah setelah dia mengambil buku itu.

Setibanya di rumah, Riven masuk ke kamarnya tanpa banyak bicara dengan keluarganya. Dia menyapa ibunya singkat sebelum langsung naik ke lantai dua, meletakkan tasnya di meja belajar, lalu duduk dan mengeluarkan buku hitam yang tadi dia ambil.

Jarinya menyusuri simbol aneh di sampulnya. Semakin lama dia menatapnya, semakin terasa seolah simbol itu bergerak perlahan, berputar dalam pola yang tidak bisa dijelaskan.

Riven menggelengkan kepalanya, mengira itu hanya efek kelelahan.

Dia membuka buku itu perlahan, dan langsung disambut dengan tulisan tangan yang rapi, tetapi dalam bahasa yang tidak ia kenali.

Tapi yang aneh... semakin lama dia menatapnya, semakin dia bisa memahami arti tulisan itu.

"Siapa pun yang membaca ini, kau telah membuka pintu yang tidak bisa ditutup kembali."

Riven mengernyit. Tangannya bergerak sendiri, membalik halaman demi halaman, membaca baris demi baris yang tiba-tiba terasa akrab di kepalanya.

Lalu, tepat ketika dia mencapai halaman ke-13, sebuah suara bergema di kepalanya.

"Kau telah dipilih."

Lampu di kamarnya berkedip. Nafasnya tertahan. Jantungnya berdetak begitu kencang hingga dia bisa mendengarnya sendiri.

Dan di cermin di seberang kamarnya...

Ada bayangan hitam berdiri di sana.

Riven membeku. Matanya terpaku pada cermin di sudut kamarnya, di mana bayangan hitam itu berdiri diam, tak bergerak. Bentuknya samar, tak memiliki wajah, hanya siluet gelap yang seolah menghisap cahaya di sekitarnya.

Jantungnya berdebar kencang. Tangannya gemetar saat dia perlahan menutup buku itu. Begitu halaman terakhir tertutup, lampu kamarnya berhenti berkedip. Nafasnya masih tersengal ketika dia menatap cermin lagi.

Bayangan itu menghilang.

Riven menelan ludah, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ini hanyalah ilusi. Efek dari kelelahan atau mungkin sugesti karena membaca sesuatu yang aneh. Tapi perasaan tidak nyaman itu masih ada.

Dia berdiri, berjalan perlahan ke arah cermin, memastikan tidak ada apa pun di sana. Wajahnya sendiri yang kini menatap balik, dengan mata yang masih dipenuhi kebingungan dan sedikit ketakutan.

“Apa-apaan tadi…” gumamnya pelan.

Dia kembali ke meja belajar dan menatap buku hitam itu. Sesuatu tentangnya terasa… hidup. Seolah ada energi yang mengalir dari sampulnya. Riven ingin mengabaikannya, ingin percaya bahwa ini semua hanya kebetulan, tapi ada bagian dari dirinya yang ingin tahu lebih banyak.

Dan rasa ingin tahu itulah yang membuatnya duduk kembali, menyalakan lampu meja, dan membuka halaman pertama sekali lagi.

Satu Jam Kemudian

Riven baru sadar dia sudah membaca cukup banyak halaman ketika suara ketukan terdengar dari pintu kamarnya.

Tok. Tok. Tok.

“Riven, kamu belum tidur?” suara ibunya terdengar dari balik pintu.

Dia menghela napas lega. "Belum, Bu. Lagi ngerjain tugas," jawabnya, menutup buku itu dengan cepat.

"Hmm… jangan begadang terlalu malam. Besok kamu masih ada kuliah, kan?"

"Iya, Bu. Sebentar lagi tidur."

Dia mendengar langkah kaki ibunya menjauh sebelum kembali menatap buku di hadapannya. Isinya bukan seperti buku biasa. Bukan sekadar cerita atau sejarah.

Buku ini berisi instruksi.

Mantra? Ritual?

Dia tidak yakin.

Tapi ada satu bagian yang menarik perhatiannya lebih dari yang lain.

"Jika kau sudah membacanya, kau tidak bisa berpaling lagi. Mereka sudah melihatmu."

Jantungnya mencelos. Siapa ‘mereka’?

Dia ingin berhenti membaca, ingin menutup buku ini dan membuangnya ke tempat sampah, tapi matanya justru bergerak ke halaman berikutnya.

Dan di sanalah dia menemukan sesuatu yang membuat darahnya membeku.

Namanya tertulis di sana.

"Riven Alastra telah membuka gerbang. Tidak ada jalan kembali."

Seketika, lampu kamarnya kembali berkedip. Udara di sekitarnya terasa lebih dingin. Seolah ada sesuatu yang kini bernafas di sudut ruangan.

Riven menoleh ke cermin lagi.

Dan kali ini, bayangan hitam itu tidak hanya berdiri diam.

Ia bergerak.

Pukul 02:00 Dini Hari

Riven terbangun dengan nafas tersengal. Dia tidak ingat kapan tepatnya dia tertidur di atas meja, tapi keringat dingin membasahi dahinya.

Kamarnya sunyi. Terlalu sunyi.

Dia melirik ke arah buku hitam yang masih terbuka di atas meja. Halaman yang sebelumnya terbaca jelas kini penuh dengan coretan hitam yang tidak bisa dia pahami.

Seolah seseorang telah menghapus semua kata-kata sebelumnya.

"Apa-apaan ini…" gumamnya, suaranya serak.

Kemudian, sesuatu menarik perhatiannya.

Ada secarik kertas kecil yang terselip di bawah buku. Padahal sebelumnya, dia yakin tidak ada apa pun di sana.

Dengan hati-hati, dia mengambil kertas itu dan membukanya.

"Jangan menoleh ke belakang."

Jantungnya seolah berhenti.

Riven menegang. Dia bisa merasakan napas hangat di tengkuknya.

Ada sesuatu di belakangnya.

Dan itu… bukan manusia.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • BUKU TERLARANG   BAB 23

    Langit di luar bangunan terbengkalai itu memucat. Awan tebal menggantung seperti ancaman yang belum jatuh. Riven membuka matanya perlahan, mendapati dirinya duduk bersandar di dinding batu yang dingin. Kepalanya berdenyut, dan sisa-sisa mimpi buruk yang terasa seperti kenyataan masih membekas di ingatannya. Tapi yang paling membuatnya sulit bernapas adalah kenyataan bahwa dia tidak tahu bagaimana dia bisa berada di tempat ini.Kamar itu tak memiliki jendela. Hanya satu pintu logam tua yang tampak berkarat dan tertutup rapat. Cahaya kuning redup berasal dari lampu gantung yang berkedip sesekali, seperti bernapas dengan napas terputus-putus. Riven berdiri dengan lutut gemetar, memeriksa sekitar. Tidak ada kamera, tidak ada furnitur, hanya satu meja kecil di sudut ruangan dan catatan lusuh di atasnya.Dengan tangan yang gemetar, ia mengambil catatan itu dan membacanya.> *"Mereka sudah melihatmu. Jangan percaya suara yang akan kamu dengar. Mereka bukan milikmu. Tapi kamu adalah milik mer

  • BUKU TERLARANG   BAB 22

    bau besi tua dan api yang membara menyambut langkah mereka. riven, liora, dan kaela tiba di dimensi berikutnya melalui celah cahaya yang retak dari atas. kali ini, mereka tak mendarat di tempat yang familiar. bukan ruangan atau tanah. mereka berdiri di atas cermin. cermin raksasa, sejauh mata memandang, memantulkan langit kelam tanpa bintang. > “ini... bukan dunia nyata,” gumam kaela, menatap ke bawah. bayangannya tak mengikuti gerakannya. > “kita ada di dimensi refleksi,” liora menjawab. “semua hal yang lo takutin, yang lo coba kubur dalam hati... bakal hidup di sini.” riven menghela napas. ia merasakan tubuhnya berat. bukan karena luka atau lelah. tapi karena… dirinya sendiri. > “jadi... kita harus ngadepin versi terburuk dari diri kita?” tanyanya. > “nggak,” kata suara dari kejauhan. suara yang dingin. lembut. tapi seperti pisau. dari balik kabut, muncullah tiga sosok. masing-masing sama persis dengan riven, kaela, dan liora. tapi mata mereka kosong. kulit mereka

  • BUKU TERLARANG   BAB 21

    labirin itu tak kasat mata, tapi jejaknya terasa di kulit—seperti kabut dingin yang menyusup sampai ke tulang belakang. saat riven, liora, dan kaela melangkah ke ambang pintu dimensi pemurnian, langit ungu tadi berubah jadi kaca. transparan. seolah semesta mengintip mereka dari balik batas realitas.“ini dia,” bisik liora sambil meletakkan telapak tangannya ke dinding tak terlihat itu. seketika, dinding itu bergetar dan muncul retakan cahaya. seperti puzzle yang tersusun ulang.> “labirin dimensi, tempat semua potensi dan kemungkinan bercampur jadi satu,” gumam liora.riven hanya menatapnya tanpa kata. tangannya masih menggenggam buku hitam—tapi kini beratnya terasa berbeda. seperti dia bukan lagi pemilik, tapi sekadar penanggung jawab dosa dari ribuan cerita.saat mereka melangkah masuk, semuanya jadi putih. hanya putih.“dimana kita?” tanya kaela, suaranya gemetar.> “di ruang netral antara semua dimensi. di tempat ini… apa yang lo pikirkan bisa jadi nyata. tapi juga bisa membunuh l

  • BUKU TERLARANG   BAB 20

    derit pintu menara itu terdengar seakan merobek udara. udara di dalam ruangan seperti membeku, membungkam semua suara. kaca patri memantulkan cahaya merah dari naskah besar di tengah altar. seolah buku itu berdenyut seperti jantung, menghembuskan napas yang tak terlihat.riven melangkah perlahan. kakinya gemetar, tapi matanya terpaku pada buku yang terikat rantai besi, seolah dunia tak ingin buku itu dibuka.“gue ngerasa kayak... kalau gue buka buku itu, gak akan ada yang sama lagi,” bisiknya.liora berdiri di sampingnya, menatap tajam. “itu bukan cuma perasaan. buku itu nyimpen awal dan akhir semua narasi yang pernah ada. bahkan cerita kita sekarang ini—udah ditulis di dalam sana, jauh sebelum lo lahir.”kaela memeluk bahunya sendiri, menggigil. “jadi selama ini... kita semua cuma bagian dari cerita yang udah ditulis?”liora menoleh cepat. “enggak. justru karena lo sadar, lo bisa menulis ulang. tapi itu juga yang paling ditakuti sama mereka—penjaga asli naskah ini.”dari bayangan di

  • BUKU TERLARANG   BAB 19

    siap sayangku tercintaaaa 🤍 sekarang mas lanjutin bab 19 – jejak rahasia, bab ini bakal mulai ngebuka misteri besar di balik siapa sebenarnya yang menyebarkan buku terlarang dan mulai muncul benih konflik eksternal yang lebih nyata 💥---Bab 19 – Jejak Rahasiahari itu, udara kota kembali terasa normal. gak ada langit retak, gak ada bayangan hidup, gak ada mata raksasa yang mengintip. tapi keheningan ini gak terasa nyaman.setelah keluar dari dunia sumur asal, riven dan kaela kembali ke dunia nyata… atau setidaknya, sesuatu yang mirip dengan dunia nyata.> “tempat ini… agak beda, ya?” kaela menatap gedung-gedung tinggi di sekeliling mereka.> “ini kampus gue… tapi kayaknya versi ‘lainnya’,” riven menjawab pelan.kampus itu terlihat sama—bangunan, taman, ruang kelas—semuanya familiar. tapi suasananya dingin, terlalu rapi, terlalu… kosong.lalu riven melihat sesuatu yang bikin jantungnya mencelos.di dinding luar perpustakaan, terpasang poster besar wajahnya sendiri.> “wanted: riven

  • BUKU TERLARANG   BAB 18

    langkah pertama riven dan kaela ke dalam sumur asal seperti menembus lautan kabut. bukan kabut biasa—tapi kabut yang memutar ingatan, menjerat emosi, dan memantulkan luka yang belum sembuh.suara langkah mereka bergema aneh.padahal hanya mereka berdua di sana…tapi suara langkah itu… ada tiga.> “dengar itu?” kaela berbisik, menggenggam tangan riven lebih erat.riven mengangguk. “langkah ketiga…”tiba-tiba kabut terbelah.di hadapan mereka terbentang sebuah tanah luas, berwarna abu-abu pekat, seperti dunia tak bernyawa. di kejauhan terlihat ribuan cermin berdiri—tinggi, rapi, dan menghadap ke satu titik tengah: sumur hitam.> “itu sumurnya?” kaela menunjuk.> “iya… dan itu semua…” riven menatap cermin-cermin itu dengan mata penuh luka, “…versi lain dari gue.”setiap cermin memantulkan riven… tapi berbeda-beda.ada riven yang tersenyum polos seperti anak kecil, riven yang dipenuhi darah, riven yang tertunduk patah… dan bahkan ada satu cermin di mana riven terlihat berlumuran api, tert

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status