Radi Ashwabima tumbuh bak budak dalam asuhan keras ibu angkatnya yang merupakan tuan tanah berkuasa di desa. Namun tanpa disadari, ia jatuh hati pada Kinanti, salah satu saudari angkatnya yang memperlakukannya dengan baik. Sayang, Kinanti mendadak menghilang setelah Radi menyatakan cinta. Radi pun berusaha keras untuk bangkit. Dia bahkan pasrah untuk dinikahkan dengan Andari, anak lain sang ibu angkat. Setelahnya, semua berjalan normal, sampai suatu hari ia menemukan ada gubuk rahasia di sudut halaman belakang rumah Artiyah! Ada pula suara orang memanggil namanya dari gubuk itu..... Penasaran, Radi pun mulai mencari tahu. Siapa sangka, ia akan menemukan banyak rahasia mengerikan yang sepertinya disembunyikan oleh sang ibu angkat? Dari misteri hilangnya Kinanti, hingga teka-teki tentang orangtua kandung Radi yang tewas mengenaskan 30 tahun lalu!
View MoreThe first man on my screen was holding a fish.
Not eating it. Not cooking it. Just gripping it by the tail like it was supposed to impress me. I don’t know who told men that dangling a dead animal on their profiles screamed “provider,” but clearly, it was a widespread delusion. My rent wasn’t that late. Yet.I swiped left.
Second guy: sunglasses indoors, polo shirt two sizes too small, bio shorter than my patience. Swipe left.
Third? Shirtless bathroom mirror selfie. Swipe left so fast my thumb nearly cramped.
This was my first day here, and already the landscape was bleak. These were supposed to be the men who could buy me time, comfort, options and they looked like half of them couldn’t buy toothpaste. And look, I wasn’t judging. Not really. Everyone’s entitled to their little delusions, their ways of showing off. But I was confused. Wasn’t the point of this platform to be aspirational? Wasn’t the trade supposed to be obvious? They get beauty, charm, and whatever else they project onto me. I get stability, indulgence, freedom. Why, then, did it feel like I was standing in a dusty thrift store, pawing through discount bins, hoping for silk?
I swiped again.
One man had decent shoes, which was already a minor miracle. Another had a smile that didn’t scream “hidden bankruptcy.” A third one he didn’t look like much, but he had words that hinted at ambition, and I was starving for even a hint of that. I tapped the heart on a few profiles, just to keep my algorithm guessing.
Still, the frustration curled in my chest. The truth is, I’m not used to being broke.
I’ve had tight months before, who hasn’t? The kind where you skip brunch to cover your electricity bill, or you convince yourself you don’t even like lattes anymore. But this was different. This was no spontaneous ice cream run with my sister. No ordering that dress I saw last week on a whim, just because it made me smile. No impulsive road trip because the sunset looked good from I*******m.
This was watching my life shrink into lists of things I couldn’t do.
Couldn’t treat my family to dinner. Couldn’t take my sister shopping. Couldn’t even replace my phone case without checking the price twice.That’s the thing; I’m not poor. Poor is a cage you’re born in, the kind with bars so tight you grow around them. Broke is different. Broke is more like waking up and finding the walls have moved in overnight, pressing against your ribs, stealing your breath. It’s temporary, or at least you convince yourself it is. But temporary or not, it eats at you.
Still swiping.
Some of these men looked nice enough, in the way a department store mannequin looks nice: clean, forgettable, vaguely human-shaped. Some were disasters in profile form: blurry pictures, bad angles, bios full of emojis and no actual words. Some… I couldn’t even describe, because my brain short-circuited halfway through reading their nonsense. One even wrote “no drama” four times in a row, which only screamed drama.
By the time I’d liked four or five profiles, my thumb was tired and my stomach was rumbling. I closed the app, more out of boredom than hope, and promised myself I’d check it again in the morning.
When I woke up, I was logged out.
No matches.
No messages. No “hey gorgeous, let’s change your life.”Just a blank login screen and the distant sound of my pride laughing at me.
Maybe tomorrow, I told myself. Maybe tomorrow I’d find the kind of man who could pay for my silence and my shoes. Maybe tomorrow, the app would actually deliver on the glossy promises of its ads.
But until then, I was still broke but never poor.
Because poor meant surrender. And me? I was still swiping.
Rumah nyaman dan hidup tenang adalah dambaan semua manusia. Radi sudah memilikinya sekarang. Setelah apa yang ia lalui, Radi ini bisa mengatakan bahwa dirinya bahagia.Suasana sore di teras rumah selalu jadi favorit Radi dan Nenek Waidah. Mereka duduk di kursi teras, menghadapi kebun mawar dan jalanan kompleks di depan rumah. Kebun mawar di halaman adalah mahakarya Nenek. Terdiri dari lima kotak area taman, setiap kotak berisi belasan pohon mawar sewarna. Ada merah, kuning, putih, merah muda dan ungu. Ya, mawar ungu. Indahnya jangan diragukan lagi. Di halaman belakang, Nenek juga membuat kebun tanaman herbal. Desain dalam rumah ditangani oleh Radi. Ia mengutamakan fasilitas difabel senyaman mungkin. Kinanti bisa bergerak bebas dan melakukan semua kegiatan dengan mandiri di dalam rumah."Nenek kadang ingin ibumu bangkit lagi dan bersama kita di sini, Rad. Ibu Wikan, tentu, bukan Ibu Artiyah," kata Nenek sambil menyesap teh tawar hangat. Radi tertawa."Ibu sudah bahagia di sana, Nek. Le
Radi berdiri tegap di hadapan Andari. Wajah tampannya yang biasanya lembut menatap kini berubah merah padam dan penuh kemarahan. Andari perlahan berdiri lagi, berhadapan dengan Radi."Mas, kamu ... kapan masuk ke sini?""Cukup lama sampai aku dengar semua pengakuanmu dan sempat merekamnya dalam handphone. Pengakuan luar biasa, Ndari. Aku kaget. Sungguh, aku kaget!""Mas, ini ... ini salah paham, begini, maksudku ...." Andari berjalan mendekati suaminya. Radi mundur tiga langkah menjauh."Aku sudah dengar semuanya, Ndari. Bukan dari orang lain tapi dari mulutmu sendiri. Aku tidak menyangka kau sekejam itu.""Aku iri pada Mbak Kinan, Mas!!" Andari mendadak berteriak. Ia maju mendekati Radi dan mencoba memeluknya. Radi mendorong tubuh istrinya."Aku tidak mau punya istri sekejam kau, Ndari. Aku talak kau sekarang, di sini. Aku akan urus surat cerainya secepat yang aku bisa!""Mas! Tidak, Mas! Jangan ceraikan aku! Aku cinta padamu!"Radi memicingkan mata, kepalanya menggeleng."Aku sedang
Kinanti belum menunjukkan pertanda baik. Hidupnya masih bergantung pada segala macam kabel dan mesin yang mengelilinginya. Ia dipindah ke ruang rawat kelas satu, tidak lagi di ICU. Keluarga boleh menjenguk dan menunggui di dalam kamar, hanya satu orang saja. Tentu Radi yang mengambil tugas itu.Empat malam sudah Andari sendiri lagi di kamar. Kesunyian menemani tidurnya yang selalu bersimbah air mata. Ia ingin menahan cemburunya tapi tidak bisa. Kenyataan bahwa Radi memilih bermalam di kamar rumah sakit yang dingin daripada menemaninya tidur di ranjang hangat, sudah menyatakan bagaimana perasaan suaminya itu.Andari menghabiskan malamnya dengan berandai-andai dan mengobrol lewat chat online dengan Widia, temannya sejak di SMA.Bu Waidah mengambil tugas mengomando asisten rumah tangga dan pekerja di kebun. Di tangan nenek lembut hati itu, rumah Ashwabima berubah menjadi lebih nyaman. Bu Waidah, atas izin Radi, memerintah beberapa orang pekerja di peternakan sapi untuk membabat semak be
Kamar tidur mewah itu sepi walaupun ada dua orang sedang berbaring di atas ranjang. Radi dan Andari sudah dua hari tidak saling bicara. Sebenarnya hanya Andari saja yang diam, Radi tetap seperti biasa, bicara biasa, namun Andari tidak menjawab satu kata pun."Ndari,"Radi menutup buku yang sedang dibacanya lalu menoleh ke wajah Andari. Istrinya itu diam sambil terus menatap layar handphone."Aku tidak mau seperti ini terus, Ndari. Katakan apa maumu. Apa aku berbuat kesalahan?" Radi mengambil handphone di tangan Andari. Wanita berambut panjang itu merebut kembali teleponnya tanpa bicara. "Aku tahu, ini tentang Kinan, kan?"Radi menghela nafas panjang. Ia merasa sulit mengerti dimana letak kesalahannya. Pada akhirnya ia pulang dan menyerahkan penjagaan serta perawatan Kinan pada perawat. Selain menyadari bahwa ucapan Andari benar soal kesehatannya sendiri, Radi juga paham kecemburuan istrinya. Ternyata Andari sudah terlanjur marah."Aku minta maaf, Ndari." Radi mendekati wajah Andari,
Koridor rumah sakit daerah siang ini ramai. Jam besuk dimulai pukul dua siang sampai pukul lima sore. Orang lalu lalang dengan tujuannya masing-masing. Andari mengayun langkahnya dengan cepat. Ia hendak ke ruang ICU.Kinanti tidak sadarkan diri sekitar jam sepuluh pagi tadi. Ia koma. Radi menungguinya di teras ruang ICU karena tidak boleh masuk ke dalam ruang khusus itu. Dokter dan beberapa perawat sibuk keluar masuk ruangan setelah ada kabar bahwa Kinanti Dewi Ashwabima jatuh koma. Dari pemeriksaan lanjutan, ditemukan cedera otak dan memar tempurung kepala. Menurut dokter, kemungkinan karena pemukulan berulangkali di daerah kepala. Pagi tadi Radi sempat masuk sebentar ke ruang tempat Kinanti berbaring karena gadis itu memanggilnya. Kinanti tidak bicara apapun saat Radi berdiri di sisi ranjang, ia hanya menggenggam tangan kakaknya dan menatapnya lama. Bibirnya bergerak seakan ingin bicara tapi tak ada suara apapun yang keluar. Radi balas menggenggam tangan Kinanti sampai seorang peraw
Surat terakhir Nyonya bergetar dalam genggaman tangan Radi. Lelaki itu tak bisa menahan embun matanya berubah menjadi tetes air, mengalir di pipinya. Andari pun terisak menangis.Kamar Istanaku, hari ini.Saat kalian membaca tulisanku ini, aku sudah berangkat mendahului kalian menemui Tuhan. Aku tahu Tuhan sudah menyiapkan hukuman berat untukku atas semua perbuatanku. Sebagaimana hukuman dunia yang sudah kalian rencanakan juga. Aku melakukan ini karena aku tidak akan mau mengaku kalah pada kalian. Aku juga tidak mau menyebut diriku Ibu, sebab kalian pun sudah tidak lagi menganggapku Ibu.Radi, Andari, Kinanti, anak-anakku.Sejujurnya aku memang tidak mencintai kalian. Bertahun-tahun aku mendamba hadirnya seorang anak namun setelah kalian datang dalam hidupku, bukan kasih sayang yang aku rasakan melainkan hanya kebencian dan dendam. Radi, kau adalah anak dari wanita yang merebut cinta suamiku. Kinanti, kau lahir dari pernikahan suamiku dan si wanita perebut itu, kelahiranmu membinasaka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments