Acara sebentar lagi akan segera dimulai. Saat ini kepala sekolah sedang memberikan sambutan di hadapan seluruh murid dan wali murid di aula sekolah. Ayra duduk berdampingan dengan Abrar, dengan Arzha di tengah mereka dan Zetha di pangkuan Abrar. Mereka terlihat seperti sebuah keluarga yang lengkap dan harmonis. Abrar benar-benar tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Senyum sumringah terus terpancar di wajahnya. Dia sangat berbeda dengan sosok Abrar yang dikenal sebagai pebisnis handal.Abrar juga dengan sabar terus menanggapi celotehan atau pertanyaan-pertanyaan acak Zetha yang seperti tak ada ujungnya. Tangan kanannya memeluk pinggang mungil Zetha dari belakang. Tangan kirinya terulur di sandaran kursi hingga sampai di kursi milik Ayra, seperti sedang melindungi mereka bertiga di dalam dekapannya.Ayra sedang bergandengan tangan dengan Arzha. Jari-jemari mereka saling bertaut dengan erat sambil tetap fokus mendengarkan sambutan-sambutan serta arahan pembawa acara di depan. Sampa
Pagi hari Abrar sudah sampai di rumah keluarga Diandra untuk menjemput Ayra dan kedua anaknya. Hari ini mereka pergi ke sekolah bersama untuk mengikuti kegiatan acara sekolah. Jujur, Abrar memang sangat bersemangat sejak bangun tidur. Dia bersiap dengan senyum yang tak lepas dari wajahnya. Saat berangkat, dia juga menyempatkan diri untuk mampir di supermarket membeli kebutuhan mereka berempat yang mungkin diperlukan nanti.Semangat Abrar sama seperti Arzha dan Zetha. Kedua bocah itu juga begitu bersemangat sejak bangun tidur. Bahkan Zetha tak henti mengoceh karena antusiasnya akan pergi dengan Abrar. Begitu tau Abrar telah datang menjemput, mereka yang masih belum menyelesaikan sarapannya, langsung berlari terlebih dahulu untuk menyambut Abrar di depan pintu. Pak Surya dan Bu Yasmin hanya bisa geleng-geleng kepala melihat tingkah kedua cucunya. Sedangkan Ayra tetap duduk diam tanpa berani mengatakan apapun. Suasananya terasa sangat canggung, padahal di depan orang tuanya sendiri.
Ayra sedang makan malam bersama keluarga. Hanya kursi Diego yang kosong. Dia sudah pergi dinas ke luar kota.Suasana meja makan selalu terasa hangat. Apalagi terdengar ocehan Arzha dan Zetha yang seakan tidak pernah berhenti. Pak Surya dan Bu Yasmin selalu senang menanggapi kedua cucunya. Ayra sendiri malam ini lebih banyak diam dan mendengarkan. Fokus dengan makanan di piring miliknya. Tak jauh dari tempatnya, obat-obatan yang harus diminum juga sudah dia persiapkan sendiri.Setengah jam yang lalu, Abrar mengirim pesan untuk mengingatkan Ayra tidak lupa minum obat dengan teratur. Padahal baru tadi siang dia sudah mengingatkannya secara langsung."Kamu baik-baik aja, Nak?" Pak Surya bertanya pada Ayra setelah beberapa kali melirik dan memperhatikan sikap Ayra yang lebih pendiam."Baik kok, Pa." Ayra mengangkat pandangannya dan menatap Pak Surya sambil tersenyum. "Kalau ada yang sakit, bilang ya. Kalau ada yang dipikirin, mau diceritain, cerita aja." Pak Surya memberi perhatian.Dia
Mereka telah keluar dari restoran dan saat ini sedang dalam perjalanan pulang. Willi, seperti biasa, fokus mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. "Kita mau kemana lagi, Mi?" Zetha bertanya sambil berdiri menempel di kursi Ayra. Ayra menoleh lalu tersenyum. "Pulang aja ya, Sayang. Mami mau istirahat. Nggak apa-apa kan?" tangannya membelai lembut pipi putrinya. "Nggak apa-apa, Mi. Mami kan lagi sakit, jangan capek-capek dulu." anak itu menggeleng lucu. Sangat pengertian. "Besok lusa habis acara di sekolah, papi belikan mainan buat kakak sama adek. Trus kalau mami sudah sembuh, kita jalan-jalan. Oke?" Abrar yang awalnya sibuk memeriksa beberapa pekerjaan bawahannya di ponsel, mendengar obrolan Ayra dan Zetha akhirnya ikut bergabung setelah memasukkan kembali ponselnya di saku kemejanya. Abrar paham maksud dari 'kode' dibalik pertanyaan Zetha barusan. Dia tau anak itu sebenarnya tidak ingin cepat pulang. Masih ingin berlama-lama bermain dan berjalan-jalan. Selama beberapa hari, A
Benar saja, mereka tidak langsung pulang ke rumah. Mereka mampir di restoran untuk makan siang. Pihak restoran yang sudah mengenal Abrar, langsung menyiapkan ruangan VIP seperti biasa. Ayra tidak ingin memakai kursi roda lagi, tapi Abrar tidak mengijinkannya. Dengan telaten, Abrar menyiapkan kursi roda, menuntun Ayra untuk duduk dan mendorongnya masuk ke dalam restoran. Ayra merasa ini berlebihan. Dia sangat sehat dan bisa berjalan, tapi entah kenapa tidak bisa membantah. Abrar seperti menghipnotisnya untuk selalu menurut. Tapi tidak dipungkiri, hatinya tersentuh lagi menerima perlakuan semanis ini.Mereka berempat memasuki ruangan VIP. Sedangkan Willi menunggu di luar, memesan kopi dan makanannya sendiri. "Kamu mau tetap duduk di kursi roda atau mau pindah ke kursi makan?" Abrar bertanya terlebih dahulu pada Ayra. "Pindah aja." Ayra menoleh dan menjawab dengan tegas. "Oke. Ayo kubantu." Abrar mengulurkan tangan kanannya untuk pegangan Ayra berdiri. "Aku bisa sendiri." Ayra tida
Setelah total tiga hari menjalani perawatan, akhirnya hari ini Ayra diperbolehkan pulang oleh dokter. Wajahnya sudah terlihat segar. Semua anggota keluarganya dan juga Abrar, datang untuk menemani dan mendampingi Ayra keluar dari rumah sakit. Arzha dan Zetha berebut untuk mendorong kursi roda Ayra. Akhirnya Abrar menengahi dan meminta keduanya untuk berjalan di samping kanan dan kiri untuk menjaga Ayra. Kini mereka terlihat begitu serius 'mengemban' tugas layaknya seorang pengawal yang fokus menjaga tuannya.Semua orang tersenyum melihat tingkah mereka. Orang di sekitar yang melihat pemandangan Ayra di kursi roda didorong oleh Abrar dengan kedua anak lucu di kedua sisinya, tampak seperti keluarga lengkap yang sangat bahagia.Sesampainya di tempat parkir, Abrar terus mendorong kursi roda hingga di samping mobil keluarga Diandra. Pak Surya, Bu Yasmin dan Diego juga mengikuti di belakang mereka."Adek mau pulang sama Om Abrar." Zetha mengatakan keinginannya sebelum semua orang sempat be