Ananta memperkosa Andara demi membalaskan dendamnya pada Shankara—kakak Andara yang telah berselingkuh dengan kekasih Ananta hingga perempuan itu hamil dan Shankara menikahinya. Ananta melakukan hal yang sama—membuat Andara hamil dengan caranya sendiri. Ketika Shankara meminta pertanggungjawaban Ananta agar menikahi adiknya, dengan ringan Ananta mengiyakan. Tidak ada yang tahu di balik keputusan besar itu ada luka serta amarah. Juga dendam yang tidak pernah selesai! Trigger Warning: toxic marriage, abusive, gaslighting, dominant, revenge. IG Author: @zizarageoveldy
view moreTitik-titik gerimis meluncur dari langit, membasahi kota yang malam itu sangat lengang. Lampu-lampu jalan memantul di aspal basah, menciptakan bayangan yang bergoyang-goyang mengikuti langkah kaki Andara.
Andara merapatkan jaket yang membungkus tubuhnya. Dia baru saja menyelesaikan shift malam sebagai penjaga karcis di sebuah bioskop. Pekerjaan sederhana yang sangat disyukurinya. Sebab dengan begitu dia bisa sedikit-sedikit membantu kebutuhan hidupnya dan kakaknya—Shankara.
Dia tidak memiliki kemewahan. Hanya kehangatan dan kasih sayang kakak laki-laki yang membesarkannya sejak orang tua mereka meninggal saat Andara masih berusia 13 tahun.
Ketika Andara melewati sebuah halte tua yang jarang digunakan, sebuah mobil hitam berhenti. Kaca mobil diturunkan, memperlihatkan wajah yang sangat Andara kenal.
Ananta.
Lelaki itu pernah sangat dekat dengan Shankara. Mereka bersahabat karib dan terlihat bagaikan saudara. Dia juga sering main bahkan tidur di rumah Andara. Malah, Andara menganggapnya sebagai kakak sendiri.
"Andara?" sapa Ananta. Suara baritonnya terdengar samar di tengah rinai hujan. "Mau ke mana hujan-hujan begini?"
"Pulang, Mas," jawab Andara sopan.
"Ayo masuk, aku antar kamu pulang." Ananta membuka pintu penumpang di sebelahnya.
Andara merasa ragu. Dia menatap lelaki itu sejenak. Hatinya sempat menolak. Tapi kebaikan Ananta dulu saat masih bersahabat dengan kakaknya membuat keraguan itu terkikis.
Andara memutuskan untuk masuk ke mobil Ananta.
Mobil melaju pelan di jalan kota yang sepi. Musik mengalun perlahan dari audio mobil. Aroma parfum Ananta yang soft namun maskulin memenuhi kabin.
Mereka bicara sekenanya. Tentang bioskop, tentang keseharian, dan juga tentang hujan.
Tapi entah kapan suasana mulai berubah. Ananta berhenti di tempat asing. Bukan rumah Andara. Bukan juga arah jalan pulang.
"Mas Nata, kenapa berhenti? Ini bukan jalan ke rumah," kata Andara bingung.
Ananta menoleh. Lelaki itu tersenyum–aneh dan menakutkan. "Aku cuma mau ngobrol sebentar. Di sini lebih tenang."
"Tapi, kan, Mas, ngobrolnya bisa sambil nyetir. Aku mau pulang, Mas. Kasihan abang kalau kelamaan nunggu."
"Aku juga mau pulang," jawab Ananta. Tangannya mengunci pintu.
Andara mulai panik melihat gelagat Ananta. Dia mencengkeram tas lusuhnya yang diletakkan di pangkuan dengan erat. Sementara, di luar hujan semakin deras. Dinginnya tidak hanya menusuk kulit, tapi sampai ke dada Andara.
"Mas Nata, tolong buka pintunya. Aku turun di sini aja," pintanya memohon.
Ananta menatapnya. Bukan tatapan hangat yang selama ini dia kenal. Tapi tatapan penuh kebencian yang membuat Andara bergidik.
Tangan Ananta bergerak menyentuh pundak Andara.
Gadis itu terkejut.
"Mas, jangan...," larangnya ketakutan.
Ananta tidak menggubris. Sorotnya gelap. Napasnya berat. Jarak di antara mereka kian tak berbatas.
Andara mencoba melawan. Meronta. Memohon. Tapi kekuatan pria dewasa itu menekannya ke jok kulit yang dingin. Ananta berhasil menanggalkan semua penutup tubuh Andara.
Tangis Andara pecah di antara rintihan kesakitan. Ananta tetap tidak peduli. Malam ini sudah sangat lama dinantikannya. Begitu kesempatan itu datang dia tidak akan menyia-nyiakannya.
"Kenapa Mas Nata tega?" lirih Andara di sela-sela isak. Lelaki itu masih sibuk meruda paksanya.
Ananta menyeringai. Ada luka, kebencian dan dendam di wajahnya yang mengeras.
"Anggap ini harga yang harus kamu bayar atas kelakuan abangmu, Andara," desisnya dingin tepat di depan hidung Andara.
Tangis Andara mengencang. Kakaknya yang bersalah, kenapa dia yang harus menanggung akibatnya?
Ananta menghentak semakin liar dan tidak terkendali melampiaskan semua dendam dan rasa sakit hatinya. Andara hanya bisa menangis. Bukan hanya karena sakit lantaran ini adalah yang pertama baginya, tapi juga karena hatinya hancur tidak bersisa.
Setelah semuanya usai, keheningan menyelimuti kabin mobil. Hujan di luar masih turun, namun suaranya kalah oleh suara kepedihan yang kini menderu di dada Andara.
Dengan perasaan yang tidak bisa diselamatkan lagi, dia mengenakan pakaiannya.
Gadis berusia 20 tahun itu menggigil. Tubuhnya lemas dan sakit. Pandangannya kosong menatap kaca jendela. Dia tidak mampu menerima yang baru saja terjadi. Jejak panjang air mata membekas jelas di pipinya yang pucat. Sedikit pun tidak pernah ada di pikirannya, bahkan dalam mimpi buruknya sekalipun, bahwa dia diperkosa oleh sahabat baik kakaknya sendiri.
Sementara Ananta hanya diam. Dia membenahi pakaiannya. Tanpa perasaan bersalah, apalagi penyesalan.
Setelahnya, lelaki itu menoleh pada Andara dan mengatakan dengan datar, "Turun."
Andara mengerjap pelan. "Apa?"
"Turun, Andara."
Ananta tidak membentak. Tapi nada suaranya yang dingin justru membuat Andara semakin ketakutan. Lelaki itu bersikap seolah tidak ada yang terjadi. Seakan mereka baru saja berbincang dengan ringan.
"Aku bilang turun sekarang," perintah Ananta sedatar tadi.
Dengan tangan gemetar Andara mengambil jaketnya yang entah sejak kapan terlempar ke lantai mobil. Lalu mengenakannya dengan jiwa yang terkoyak.
Andara membuka pintu mobil lalu turun dengan langkah tertatih. Hujan lebat menyambut tubuhnya. Angin dingin menampar-nampar pipi mulusnya yang tirus. Air matanya bercampur dengan air dari langit.
Mobil hitam itu meraung pergi. Meninggalkan Andara sendiri dalam kehancuran dan kesakitan.
**
Andara menata pakaian Kaivan ke dalam koper kecil berwarna biru. Kaivan duduk di tepi ranjang. Kakinya yang mungil berayun-ayun. Sesekali ia mencoba memasukkan mainan dinosaurus kesayangannya ke dalam koper.“Kai, cuma boleh bawa satu mainan, sayang. Itu koper isinya baju, bukan kebun binatang,” ucap Andara sambil melipat kaus bergambar lumba-lumba.“Tapi Kai mau bawa T-Rex sama Triceratops juga,” rengek bocah itu dengan wajah penuh strategi.Andara menghela napas, lalu menatap matanya yang bundar. “Dua mainan, nggak lebih. Mama titip T-Rex, Kai boleh pilih satu lagi buat dibawa. Deal?”“Deal!” seru Kaivan ceria, lalu menyelipkan Triceratops kecil ke sudut koper.Shankara yang dari tadi bersandar di pintu setelah Kaivan memaksa melihat kamarnya yang estetik, hanya tersenyum melihat interaksi ibu dan anak itu. “Ra, jangan terlalu keras, namanya juga anak-anak. Kalau bawa mainan segambreng juga nggak masalah.”Andara spontan memandang. “Abang gampang ngomongnya. Nanti kalau barangnya ke
Sudah empat tahun Andara menetap di Paris. Tapi kota yang terkenal dengan julukan La Ville Lumiere itu bagaikan persinggahan sementara karena Andara sering bolak-balik ke negara-negara lain.Sejak usia Kaivan dua tahun, Andara memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dengan Lumiere Models. Ia berdiri sendiri karena sudah punya modal selain skill dan pengalaman, yaitu nama besar. Kini, ia mengelola karirnya secara mandiri, memilih klien sesuai visi kreatifnya, dan menetapkan tarif sendiri.Perjalanan profesional Andara membuatnya sering bolak-balik Indonesia. Bahkan belakangan ini ia lebih sering tinggal di Indonesia. Namanya sudah dikenal di tanah air. Banyak yang mengajaknya berkolaborasi dan menyewa jasanya secara pribadi. Ia juga semakin sering berkeliling dunia, karena setiap kali ada event yang mengundang klien yang ia tangani ke luar negeri, Andara juga wajib ikut.Dengan ritme hidup seperti itu, Andara belajar menyeimbangkan antara karir internasional dan kehidupan keluarg
Butuh waktu enam minggu bagi Andara untuk mempersiapkan segalanya. Dimulai dari mengurus dokumen-dokumen pribadi hingga surat keterangan medis.Ia teringat pada masa ketika mengikuti summer course di Paris dulu. Waktu itu ia hanya perlu menyiapkan visa Schengen jangka pendek. Prosesnya lebih sederhana, hanya butuh bukti kursus, tiket pulang, dan akomodasi. Dalam waktu yang singkat semua sudah beres, dan ia bisa terbang ke Paris tanpa banyak prosedur tambahan.Sekarang, jalannya jauh lebih panjang. Karena Lumiere mengajukan visa kerja khusus untuknya, ada otorisasi dari pemerintah Prancis yang harus terbit terlebih dahulu sebelum kedutaan bisa menempelkan stiker visa di paspornya.Hari-hari Andara pun kembali dipenuhi penantian. Ia sering membuka portal imigrasi online, membaca ulang prosedur, mencari tahu kisah-kisah orang lain di forum. Ternyata ada yang menunggu sampai tiga bulan, ada juga yang hanya enam minggu. Semua tergantung pada keberuntungan dan kecepatan administrasi.Kadang
Andara terpaku sepersekian detik begitu menyaksikan nama yang tertera di layar. Selama sesaat ia berpikir untuk menolak atau mengabaikan panggilan tersebut.Akhirnya ia putuskan untuk menjawab."Halo, El.""Aku dengar dari Mas Kemal kamu udah resign. Itu betul, Ra?" Ello langsung menyerbunya dengan pertanyaan tanpa basa-basi atau salam pembuka."Iya, yang dibilang Mas Kemal nggak salah," jawab Andara berterus terang."Kenapa mendadak? Ada masalah apa?" Sama seperti Kemal pada awalnya, Ello juga mengira Andara berhenti karena memiliki masalah."Nggak ada masalah apa-apa, El. Aku cuma pengen bersolo karir."Ello menghela napas panjang di ujung telepon. “Solo karir ya… Aku paham, Ra. Maksudmu kamu mau fokus sama studio sendiri dan brand kamu sendiri, kan?”Andara mengangguk meski Ello tidak bisa melihatnya. “Iya, El. Aku pengen membangun semuanya dari nol. Aku mau orang ngeliat hasil kerjaku sendiri.”“Aku ngerti, dan jujur, aku bangga sama kamu. Berani banget ambil risiko gini. Nggak se
Andara menatap pria yang sedang duduk di hadapannya. Dengan sabar ia menunggu pria yang sedang menelepon itu meskipun kata-kata yang tersusun di benaknya sudah tidak bisa menunggu untuk dilontarkan."Sorry, Ra, jadi nunggu," kata pria itu setelah meletakkan ponselnya begitu selesai menelepon."Nggak apa-apa, Mas, kalau masih ada yang mau ditelepon lanjutin aja," jawab Andara pada Kemal. "Nggak ada."Andara diam.Kemal menatapnya, seolah menunggu Andara membuka pembicaraan. Akhirnya, Andara menarik napas panjang, mengumpulkan keberanian.“Mas, aku mau bicarain sesuatu,” katanya pelan."Apa itu, Ra?"“Aku mau resign dari Etoile Beauty.”Kedua alis Kemal naik sekaligus, matanya menatap Andara penuh tanya. "Resign? Kenapa, Ra? Ada masalah?"Andara menggeleng. “Nggak ada masalah apa pun, Mas. Aku senang kerja di sini. Cuma... aku ngerasa waktunya sudah tepat. Aku ingin fokus membangun studio makeup sendiri, mengembangkan brand aku sendiri. Dan aku berterima kasih sudah dikasih kesempatan
Selain perlakuan kejam Ananta, Andara juga tidak pernah lupa ekspresi Shankara pagi itu ketika ia mengancamnya.Kakaknya itu terkejut dan sempat kehilangan kata selama beberapa detik."Hanya karena itu kamu mau memutuskan hubungan persaudaraan di antara kita?" ucapnya setelah berhasil menguasai diri."Hanya?" ulang Andara. Dari katanya Shankara terkesan meremehkan masalah tersebut. "Ini masalah besar, masalah harga diri aku. Dan Abang menggampangkannya?" "Oke, Abang salah. Abang minta maaf." Shankara terpaksa mengalah melihat kilat marah di mata Andara yang tidak kunjung hilang."Kalau Abang ngasih tahu dia soal kehamilanku, hubungan kita benar-benar putus, Bang." Andara kembali mengancam, dan ancamannya tidak main-main.Shankara membisu. Mulut pria itu terkatup rapat."Sekalian aku mau bilang, aku mau pindah.""Pindah?" Shankara bereaksi dengan cepat."Aku mau beli rumah.""Nggak perlu segitunyalah, Ra. Abang tahu kamu marah, tapi nggak perlu pake pindah rumah segala.""Aku udah r
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Mga Comments