Rania ingin memberikan kejutan untuk sang suami di hari pernikahan mereka yang ketiga tahun. Namun dirinya yang menunggu terlalu lama karena sang suami tak kunjung datang, akhirnya pun ketiduran. Betapa terkejutnya Rania ketika terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa yang tidur di sampingnya bukanlah Amar melainkan Rafka—adik iparnya. Setelah peristiwa itu keduanya merasa canggung. Tetapi entah mengapa Rafka selalu ada setiap kali Rania membutuhkan pertolongan. Apalagi Amar yang selalu dipercaya, diam-diam berkhianat di belakangnya sudah sejak lama. Akankah cinta bersemi di antara keduanya? Bagaimana hubungan rumah tangga Rania dan Amar selanjutnya? ☘️☘️☘️ Follow IG author yuk @richmama23_ :))
View More“Kenapa Mas Amar sampai sekarang belum pulang juga?” keluh Rania seorang diri.
Wanita itu berjalan dengan resah di dalam kamarnya. Ia sudah tidak sabar menanti kedatangan suaminya. Selesai mempersiapkan segalanya, Rania sengaja memakai sebuah pakaian tipis nan seksi atas rekomendasi dari sahabatnya. Ia juga menggunakan parfum dengan aroma yang sangat menggoda. Wanita itu ingin memberikan kejutan kepada sang suami di hari ulang tahun pernikahan mereka yang ketiga tahun. Ia juga sudah mengirimkan sebuah pesan untuk Amar agar pulang cepat malam ini. Rania berusaha menenangkan perasaannya. Ia mulai bercermin kembali dan menambah sedikit lipstik merah terang pada bibirnya. Kemudian mengurai rambut panjangnya. Untuk kesekian kali Rania mengecek ponselnya. Namun tetap saja tidak ada balasan pesan dari Amar meski pesan tersebut telah berwarna biru bertanda centang dua. “Apakah mungkin Mas Amar masih sibuk di kantornya? Sampai-sampai tidak sempat membalas pesanku.” Rania berusaha tetap setia menanti kepulangan sang suami hingga ia tidak bisa lagi menahan rasa kantuk yang menyerangnya. Karena Amar tak kunjung datang, Rania sampai ketiduran. Hingga tiba-tiba wanita itu bisa merasakan saat pintu kamar dibuka dengan sedikit keras. Rania yakin jika yang datang adalah suaminya dan sesaat kemudian lampu kamar mati saat pintu kamar tertutup kembali. Detik berikutnya Rania dapat merasakan seseorang naik ke atas ranjang, kemudian memeluk tubuhnya dari belakang. Wanita itu yakin jika lelaki tersebut adalah suaminya. Sampai akhirnya Rania tidak bisa menahan diri lagi. Ia segera memutar tubuhnya. Bau alkohol menyeruak memenuhi indera penciuman milik Rania. Namun ia tak menghiraukannya lagi. Wanita itu hanya bisa pasrah saat lelaki yang berada di atasnya mulai melucuti pakaiannya dengan agresif. “Aku mencintaimu, Sayang.” ** Sinar mentari pagi membangunkan Rania yang masih enggan beranjak dari tempat tidurnya. Ia terbangun dalam suasana hati yang sangat bahagia. Tadi malam wanita itu merasakan malam terindah yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Rania menggeliatkan tubuhnya. Kemudian menoleh ke samping kiri. Seorang lelaki masih tertidur lelap di tempatnya. Namun Rania merasa syok saat mengetahui jika lelaki yang tidur bersamanya bukanlah Amar. “Aaaaaaa....!!!” Rania berteriak kencang hingga lelaki di sampingnya terbangun dan menggeliatkan tubuhnya dengan malas. “Ada apa, Sayang? Kenapa berteriak seperti itu?” tanya Rafka dengan suara beratnya. Ia masih belum sadar siapa wanita yang telah menghabiskan sepanjang malam dengannya. “Aku ini Rania, Rafka! Aku kakak iparmu!” jawab Rania dengan emosi yang meluap. “Apa? Rania?” Rafka membelalakkan kedua matanya. Ia benar-benar tidak tahu jika tadi malam telah salah masuk kamar. Lelaki tampan itu mengusap wajahnya dengan kasar. Tadi malam ia dalam keadaan mabuk ketika memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Rafka mengira jika ia masuk ke dalam kamarnya sendiri yang tidak terkunci. “Aku minta maaf, Ran. Aku benar-benar tidak sadar tadi malam.” Karena tadi malam Rafka benar-benar dalam keadaan mabuk, sehingga ia tidak sadar sudah masuk ke kamar yang saat ini ditempati oleh kakak iparnya. “Sejak kapan kamu ada di Indonesia, Rafka? Kenapa tidak bilang-bilang dulu? Aku bisa siapkan semuanya.” Rania mengalihkan percakapan mereka, karena kini ia merasa canggung berbicara dengan Rafka. “Sorry. Aku sedang banyak masalah hingga memutuskan untuk pulang. Dan tadi malam pintu kamar tidak dikunci jadi aku langsung masuk saja. Bukankah ini kamarku?” Rafka mengedarkan pandangannya. Berusaha memastikan kembali bahwa ia tidak salah masuk kamar. “Ini memang kamar kamu, Rafka. Tetapi hampir setengah tahun ini aku dan kakakmu yang menempatinya karena aku pikir kamu tidak pulang dalam waktu yang lama. Aku tidak menyangka akan seperti ini jadinya.” Rania menangis sesenggukan. Ia takut jika suaminya tahu bahwa dia telah tidur dengan lelaki yang tak lain adalah adiknya sendiri. “Tolong, jangan menangis Rania. Kamu tenang dulu.” “Aku takut jika Mas Amar tahu perbuatan kita. Aku tidak mau diceraikan, Rafka! Bagaimana aku bisa tenang?” Rania semakin terbawa emosi. Rafka jadi serba salah. Ia pun tidak menginginkan hal itu terjadi. Ia masih cukup waras untuk tidak merebut istri abangnya sendiri. “Aku pastikan rahasia ini akan aman. Kita lupakan peristiwa tadi malam. Anggap tidak pernah terjadi apa-apa di antara kita dan aku tidak akan bilang apapun kepada Mas Amar.” Rania terdiam cukup lama. Ia mulai merasa tenang. Wanita itu bisa melihat sebuah kesungguhan pada diri Rafka. Adik iparnya tersebut adalah seorang lelaki yang baik. Bahkan rela memberikan tumpangan rumah untuk mereka tempati sampai kapanpun. “Terima kasih, Rafka. Aku harap kamu bisa menepati janjimu.” “Baiklah aku harus mandi. Di mana kamarku?” tanyanya kemudian. “Kamu mandi di sini saja. Aku akan membersihkan dan merapikan kamar sebelah.” Setelah Rafka masuk ke dalam kamar mandi, Rania segera memakai bajunya yang terlempar kemana-mana. Ia jadi teringat akan keganasan mereka tadi malam. Wanita itu geleng-geleng kepala sendiri. Mencoba melupakan semua yang terjadi. Rania memilih untuk membersihkan diri di kamar mandi yang berada di dekat dapur. Setelah itu ia masuk ke kamar yang lain untuk merapikannya. “Nah, sudah beres. Aku sudah mengganti sprei-nya dengan yang baru.” Detik berikutnya terdengar pintu tengah terbuka. Menampilkan sosok adik ipar yang hanya mengenakan penutup di bagian pinggangnya. Sebagian air dari rambutnya yang basah mengalir hingga ke dada bidangnya. Perut sixpack memenuhi pandangan Rania saat ini. Ia terdiam dan terpana akan keindahan tubuh lelaki di depannya. “Ada apa, Ran? Ada yang salah?” tanya Rafka seraya mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Ia berjalan mendekati Rania yang masih kesulitan untuk menjawab pertanyaannya. “A—aku harus pergi.” Dengan langkah cepat Rania berusaha menghindar dari Rafka. Namun sesuatu hal buruk terjadi kepadanya. Ia hilang keseimbangan dan terjatuh menimpa Rafka yang berusaha menolongnya.Malam itu langit di atas rumah megah Rania dan Rafka penuh dengan bintang-bintang. Udara segar musim semi membawa aroma bunga yang mekar di taman mereka. Di dalam rumah suasana begitu tenang. Setelah anak bungsu mereka—Rafael berangkat kuliah ke luar negeri, rumah terasa lebih sepi. Namun kebersamaan mereka tetap hangat. Rania duduk di ruang keluarga. Ia sedang membaca buku favoritnya di bawah cahaya lampu yang lembut. Rafka yang baru saja pulang dari kantor, berjalan masuk dengan senyum lelah namun penuh cinta di wajahnya. Melihat istrinya yang tenang ia merasa bahagia meski suasana rumah kini lebih sunyi. “Rania, aku sudah pulang,” ucap Rafka lembut sambil meletakkan tas kerjanya di meja. Rania mengangkat wajahnya dari buku dan tersenyum hangat. “Selamat datang, Sayang. Bagaimana hari ini?” tanya Rania sambil menutup bukunya dan berdiri untuk menyambut suaminya. Rafka merangkul Rania dengan lembut. Lalu mencium keningnya dengan penuh kasih. “Hari yang panjang, tapi semua
Di pagi yang cerah. Sinar matahari menyusup lembut melalui jendela rumah sakit, menciptakan nuansa hangat dan damai di ruangan bersalin. Di luar burung-burung berkicau riang menyambut datangnya hari baru. Namun di dalam ruangan itu, suasana penuh dengan ketegangan dan harapan. Alsha dengan wajah yang berpeluh tengah berjuang melahirkan buah hati yang dinantikan. Dito berdiri di samping Alsha. Ia menggenggam erat tangan sang istri. Lelaki tampan itu memberikan dukungan tanpa henti. Wajah Dito tampak cemas. Namun ia merasakan kebahagiaan yang tak bisa terlukiskan. “Kamu bisa, Alsha. Aku ada di sini bersamamu,” bisiknya dengan suara lembut dan penuh kasih. Dengan napas yang terengah-engah, Alsha menguatkan diri. Setiap kontraksi membawa rasa sakit yang luar biasa, namun juga mendekatkannya pada momen yang paling dinantikan dalam hidupnya. Wajahnya menegang, tetapi ada kilauan tekad di matanya. “Sedikit lagi, Bu Alsha. Sedikit lagi,” ucap dokter dengan nada tenang dan men
Pagi itu matahari baru saja terbit dan sinarnya yang lembut menembus jendela kamar Alma dan Marco. Suara burung berkicau di luar rumah memberikan kesan damai dan menenangkan. Namun pagi itu terasa berbeda bagi Alma. Dia terbangun dengan perasaan yang aneh. Sesuatu yang tidak biasa. Alma mencoba mengabaikannya, tapi gejala-gejala yang dia rasakan semakin nyata. Alma duduk di tepi ranjang, memegang perutnya yang terasa aneh. Pusing, mual, dan perasaan lelah yang luar biasa menyelimuti dirinya. Ia mengingat kembali beberapa hari terakhir, mencoba mencari penjelasan. “Mungkinkah?” pikir Alma, hatinya berdebar-debar dengan harapan sekaligus kecemasan. Marco yang berada di dapur, sedang menyiapkan sarapan. Dia memperhatikan Alma yang keluar dari kamar dengan wajah pucat. “Kamu baik-baik saja, Alma?” tanya Marco dengan nada khawatir. Alma mencoba tersenyum. “Aku merasa sedikit tidak enak badan. Mungkin aku butuh istirahat lebih,” jawabnya sambil mencoba menyembunyikan kekhawati
Beberapa hari telah berlalu. Alsha memilih menyendiri di sebuah hotel kecil yang tersembunyi dari hiruk-pikuk kota. Ia membutuhkan waktu untuk merenung dan menenangkan hatinya yang kacau. Kamar hotel itu sederhana, tapi cukup nyaman untuk menjadi tempat perlindungan sementara. Cahaya matahari pagi yang masuk melalui jendela memberikan sedikit kehangatan di dalam ruangan yang sunyi itu. Di tepi ranjang Alsha duduk dengan tatapan kosong. Ia merenungkan semua yang telah terjadi. Di dalam hatinya ada campuran antara rasa sakit, kebingungan, dan ketidakpastian. Gadis itu mengelus perutnya yang masih rata. Membayangkan bayi yang sedang tumbuh di dalamnya. Bayangan masa depan yang penuh dengan ketidakpastian membuatnya merasa sendirian. Ketukan lembut di pintu mengagetkannya dari lamunan. Dengan perlahan dan hati-hati Alsha bangkit lalu membuka pintu. Di sana berdiri seorang lelaki suruhan papanya yang akhirnya berhasil menemukan tempat persembunyian Alsha setelah berhari
Hari pernikahan yang dinanti-nanti pun tiba. Karena sebuah kesepakatan akhirnya pernikahan dilaksanakan di rumah Rania dan Rafka. Taman rumah yang luas telah disulap menjadi tempat pernikahan yang megah, dipenuhi dengan hiasan bunga-bunga berwarna pastel dan lilin-lilin yang memberikan cahaya hangat. Sebuah tenda besar dihiasi kain putih dan pita emas menjulang di tengah-tengah taman. Menambah kesan elegan dan mewah. Marco, Alma, dan Dito sudah berkumpul bersama keluarga dan tamu undangan. Semuanya terlihat anggun dalam balutan busana pernikahan yang memukau. Pak penghulu telah datang dan bersiap untuk memulai prosesi ijab kabul. Namun di antara keramaian dan kegembiraan itu ada satu hal yang mengganjal. “Ke mana Alsha?” tanya Rania dengan cemas. Ia memandang sekeliling mencari putrinya. “Tadi katanya ke toilet sebentar,” jawab Alma dengan sedikit gugup. Gadis itu mencoba menenangkan ibunya. Marco mulai merasa cemas. “Aku akan mencarinya,” ucapnya seraya bergegas menuju
Tanpa terasa hari pernikahan semakin dekat. Segala persiapan sudah selesai. Malam sebelum pernikahan, Alsha duduk sendirian di balkon apartemen. Ia merenung tentang semua yang telah terjadi. Angin malam yang sejuk mengusap wajahnya, membawa kedamaian yang sementara. Tiba-tiba pintu balkon terbuka dan Alma ke luar. “Hei!” Alma menyapa sambil mendekati Alsha. “Kenapa kamu di sini sendirian?” “Alsha hanya merenung, Kak. Besok adalah hari besar kita,” jawab Alsha dengan senyum tipis. “Iya, besok kita akan memulai babak baru dalam hidup kita. Kamu sudah siap?” tanya Alma dengan lembut. “Sejujurnya, Alsha sedikit gugup. Tapi Alsha yakin ini adalah langkah yang benar,” jawab Alsha kemudian. “Semua akan baik-baik saja, Alsha!” Alma berbicara dengan yakin sambil merangkul kembarannya itu. Mereka duduk bersama dalam keheningan sejenak. Menikmati kebersamaan yang tenang di malam yang penuh bintang. Suara kota yang jauh terdengar seperti bisikan lembut, memberikan latar belakang yang m
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments