Share

The Boss

Terryn masih belajar  ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya, dia bergegas membukanya karena suara Deva yang memanggil namanya.

“Buatkan aku susu hangat,  Bi Inah lupa lagi siapkan itu di mejaku malam ini. Aku terbiasa belajar dengan meminum susu hangat di malam hari.” Deva hanya mengatakan itu lalu berbalik lagi menuju kamarnya, tetapi karena Terryn masih mematung dia pun memutar badannya dan menegur Terryn.

“Yaaah … malah bengong, wooy … denger gak sih aku bilang apa barusan?!”

Terryn tersentak kaget, baru kali ini Deva berbicara padanya untuk meminta sesuatu meski tidak menggunakan kata ‘tolong’ di depan atau di akhir kalimatnya.

“Eeeh … i-iya Kak, dengar, segelas teh hangat," jawab Terryn gugup dan salah sebut.

“Susu hangat cewe cupu, susu hangat bukan teh hangat. Makanya kalo orang lagi ngomong tuh didengerin pikiran jangan kemana-mana dulu," omel Deva kemudian menghilang di balik pintu kamarnya.

 Terryn hanya menepuk jidatnya, lalu melangkah masuk ke dapur. Jam segini bi Inah dan mba Wati pasti sudah tidur jadi Deva tidak mau membangunkan mereka.

“Untung ganteng jadi biar jutek gitu manisnya gak hilang, aiihhh … ganteng-ganteng gitu kok judes amat yak? Kayak cewe lagi pms aja.”

“Siapa yang pms hah?” suara galak itu terdengar lagi di belakang Terryn dan membuat gadis itu terlonjak kaget.

“Astaghfirullah … gak Kak, gak ada.”

“Susunya mana?” tanya Deva tanpa ekspresi sedikit pun yang membuat kesan horor semakin menjadi.

“Iya, ini Yin baru panasin airnya sebentar.” Terryn mulai gondok dengan sikap Deva yang bossy dan tidak sabaran.

“Buruan gak pake ngomel.” Deva pun berlalu sambil memegang sebungkus roti coklat.

“Iya Kak,” jawab Terryn pelan dengan wajah yang sedikit ditekuk.

‘Ujian … apa bener ini aku sudah naksir cowok ini? Yaa ampuuun berasa salah orang banget,' keluh Terryn yang merasa konyol. 

Deva tak pernah tahu jika sebelumnya di desa dulu Terryn sudah sering melihatnya, tetapi Terryn tidak punya keberanian untuk mengajaknya sekedar berkenalan atau berteman. Deva tipe penyendiri dan hanya bergaul dengan beberapa orang saja. Terry biasa datang ke villa ibu Imelda bersama ibunya membawakan mereka kue pesanan yang dibuat ibu Asih.

Terryn hanya mencuri-curi pandang ke arah Deva yang sedang menikmati kue bolu pisang buatan ibunya yang ternyata cocok di lidah Deva. Anak laki-laki itu tak pernah menyadari jika ada Terryn yang selalu memperhatikannya.

Hingga akhirnya ayah Terryn meninggal dunia karena sakit, ibu Imelda meminta pada ibu Asih agar dia menyerahkan pendidikan Terryn dan disekolahkan di kota. Awalnya ibu Asih menolak tetapi melihat prestasi Terryn yang sangat cemerlang akhirnya ibu Asih setuju untuk mengirim Terryn bersekolah di kota.

Lalu di sinilah Terryn berada, bersekolah di sekolah favorit namun Deva mengancam Terryn agar tidak bercerita kepada siapapun juga jika Terryn tinggal serumah dengannya. Awalnya Terry tidak paham dengan permintaan Deva hingga dia tahu siapa Deva sebenarnya Deva di sekolah.

“Lihat … lihat … kak Deva lagi main basket di lapangan … wiiih … keren banget!” seru beberapa siswi di sekolah mereka. Ternyata Deva adalah idola sekolah, digandrungi dan dipuja banyak cewek-cewek karena ketampanannya serta kepiawaiannya menggiring bola dan melewati lawan-lawannya. 

Selain itu Deva juga jago bermain gitar, dia bisa menyanyi dan bersuara bagus tetapi dia lebih memilih memetik gitar saja. Latar belakangnya sebagai putra Imelda Larassati yang terkenal wanita pengusaha bertangan dingin dengan kekayaan berlimpah membuat Deva semakin diburu untuk dijadikan kekasih.

Terryn tak berkecil hati dengan semua kenyataan ini, paling tidak Terryn punya kesempatan untuk dekat dengan Deva. Meski di rumah Deva memperlakukannya seperti babu tak membuat perasaan Terryn surut padanya. Di sekolah mereka pura-pura tidak saling mengenal, berpapasan pun Terryn dilarang senyum kepada Deva jika tidak sampai di rumah Deva akan menyentil telinganya.

“Aaauwwhh … Kak Devaaa … sakit tahu…!” kali ini telinga kiri Terryn memerah karena sentilan jari Deva di telinga Terryn.

“Aku kan udah bilang, jangan senyum-senyum di depan aku kalau lagi di sekolah. Susah amat siih dibilanginnya!” hardik Deva sambil melotot ke arah Terryn yang mengusap telinganya.

“Deva! Jangan gitu dooong, kasihan kan Terryn. Lagian cuma senyum doang  kan? Biasa aja deeh,” protes Aluna pada adiknya.

“Lagian anak ini dibilangin susah banget siih? Nanti kalau orang semua tahu kita serumah bakal repot!”

“Repot apanya? Gak jelas juga deeh kamu," sambung Aluna lagi sambil mengunyah snack yang dia pegang. Matanya menatap Terryn kasihan.

“Males banget kalau orang tahu aku tinggal serumah dengan cewek cupu ini, cewek-cewek di sekolah juga nanti pada heboh dan kepo tentang aku sama dia nih.”

“Gak bakalan kok Kak Deva, Terryn janji gak akan bilang ke siapa-siapa. Bener deeh.” Terryn mengangkat jari telunjuk dan tengahnya membentuk huruf V.

“Narsis banget siih jadi orang, kepedean banget bakal di kepoin.”  Bibir Aluna mengerucut dan terlihat lucu bagi Terrn. Sebagai anak satu-satunya dia merasa beruntung bisa merasakan jadi adik bagi Aluna dan menjadi … tepatnya babu bagi Deva yang sombong, dingin dan tak berperasaan ini.

Terryn menjaga baik rahasia itu bahkan hingga lulus sekolah dan lulus sarjana Terryn menjaga rahasia itu dengan aman meski Terryn dan Deva satu kampus semasa kuliah. Kepopuleran Deva di sekolah terulang kembali di masa perkuliahan. Sepertinya Deva memang ditakdirkan menjadi idola bagi kaum  hawa di mana pun dia berada.

Kini bertahun berlalu, Aluna sudah berhasil menjadi dokter, Deva mendirikan perusahaan konsultan dan konstruksi karena latar belakangnya yang seorang arsitek. Terryn sendiri seorang lulusan teknik sipil tetapi dia bekerja di perusahaan kecil  yang masih bagian di deretan gedung-gedung tinggi perkantoran di tengah kota.

Mereka bertiga tinggal di rumah yang dibelikan oleh ibu mereka berhubung mereka tinggal di pusat kota yang jauh dari rumah mereka semasa sekolah dulu.

Ibu Imelda memilih lokasi rumah yang dekat dengan rumah sakit tempat Aluna bekerja, Aluna sendiri sekarang sudah memiliki tunangan dan sebentar lagi akan menikah. Di rumah itu Terryn menolak untuk memakai jasa ART yang ditawarkan ibu Imelda dengan alasan Terryn masih sanggup mengerjakan semuanya sendirian.

“Terryn, kaos kakiku kalo sudah dicuci balikin ke tempatnya semula!”

“Terryn, siapkan sarapan!”

“Terryn, bersihin sepatuku!”

“Terryn, cuci mobil sekarang!”

“Terryn, masakin ikan kuah kuning!”

Tak ada komplain, semua tulus dilakukan Terryn untuk Deva juga Aluna dan kepada ibu Imelda yang sudah menyekolahkan hingga punya kehidupan yang lebih baik. Namun tak bisa dipungkiri Terryn, ada sesuatu di dalam hatinya yang semakin menjalar dan berakar kuat. 

Cinta pertamanya pada Deva Danuarta, cinta yang semakin ingin dihilangkan Terryn justru semakin kuat menancap di hatinya. Hal ini disadarinya jika cinta Terryn pada Deva hanya hal yang mustahil, tak mungkin berbalas dan akan bertepuk sebelah tangan selamanya.

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status