Apapun bisa terjadi jika Tuhan berkehendak. Dalam kasus Terryn bisa saja dia tidak akan bisa punya bayi yang lucu dan sehat, kegigihannya untuk menjalani program hamil hanya butuh waktu yang singkat. Semua adalah kebesaran Tuhan yang tidak akan pernah berhenti disyukuri Terryn.
Hidup dengan paru-paru baru juga merupakan kemurahan Tuhan lainnya, bahkan Deva suaminya yang sudah siap menjadi pendonor di detik-detik terakhir digantikan oleh pendonor lain. Manusia memang berencana dan rencana Tuhan yang akan tetap berlaku dalam hidup manusia.
Terryn sedang memilihkan baju untuk Sheira, usianya kini enam bulan. Artinya sudah setengah tahun juga operasi besar yang dijalani Terryn sudah berlalu. Walaupun harus meminum obat seumur hidupnya, Terryn bisa beraktifitas seperti biasa. Hanya saja Deva mengawasi Terryn dengan ketat a
“Ibu yakin ingin menitipkan Yin sama ibu Imelda ? Ibu sendirian doong di sini, Yin gak mau Bu, Yin gak mau tinggalin Ibu.”Terryn yang baru saja lulus SMP dengan nilai yang tertinggi merajuk dalam pelukan ibunya. “Kamu mau gapai cita-cita kamu kan Yin? Almarhum bapakmu pasti senang jika kamu bisa melanjutkan sekolahmu yang tinggi. Ibu hanya penjual kue di pasar, mau sampai mana Ibu sanggup sekolahkan kamu Yin?” ibu Asih mengelus kepala putrinya, sebenarnya dia berat melepas Terryn untuk tinggal bersama sahabatnya itu tapi demi janjinya kepada almarhum suaminya untuk bisa menyekolahkan Terry ibu Asih memilih agar Terry tinggal bersama mereka. “Tapi Ibu janji yaa bakal telpon Terryn.” Ibu Asih mengangguk, “Tak hanya telpon Sayang, sekali waktu Ibu akan jenguk kamu.”
Terryn masih belajar ketika terdengar ketukan di pintu kamarnya, dia bergegas membukanya karena suara Deva yang memanggil namanya.“Buatkan aku susu hangat, Bi Inah lupa lagi siapkan itu di mejaku malam ini. Aku terbiasa belajar dengan meminum susu hangat di malam hari.” Deva hanya mengatakan itu lalu berbalik lagi menuju kamarnya, tetapi karena Terryn masih mematung dia pun memutar badannya dan menegur Terryn.“Yaaah … malah bengong, wooy … denger gak sih aku bilang apa barusan?!”Terryn tersentak kaget, baru kali ini Deva berbicara padanya untuk meminta sesuatu meski tidak menggunakan kata ‘tolong’ di depan atau di akhir kalimatnya.“Eeeh …
Musik berdentum keras di sebuah klub malam yang terkenal dan mewah. Sebuah perayaan ulang tahun sedang digelar di sana dan semuanya ikut berpesta dengan meriah suka cita.Sebenarnya Deva enggan untuk ikut tapi kedua sahabatnya Desta dan Willy memaksanya untuk ikut. Deva yang tidak suka dengan klub serta miras hanya duduk di sudut sambil menunggu Desta dan Willy yang sangat menikmati pesta.“Hai, aku Keke, kamu gak ikut turun?” sapa seorang cewek cantik dan berpakaian terbuka yang menonjolkan bahu serta pahanya yang mulus. Deva mendengus melihat penampilan perempuan yang memakai baju kekurangan bahan.“Aku gak tertarik," jawabnya pendek sambil menenggak cola yang dipegangnya. Desta yang melihatnya dari lantai dansa memberinya kode untuk ikut turun tapi
Pagi-pagi Terryn mendengar suara mobil berhenti sejenak di depan rumah mereka, bergegas Terryn membuka pintu dan yakin jika itu adalah Deva yang pulang.“Kak Deva! kakak nginap dimana? Kak Aluna tanyain Kakak terus, kami khawatir kak, ponsel Kakak juga tidak aktif.”“Berisik! Aku nginap di rumah ibu.” Deva merasa terganggu dengan kehebohan Terryn yang menyambutnya pulang.“Kak Deva mau Yin buatkan teh? Mau sarapan apa?” Terryn sudah tahu betul kebiasaan Deva jika pagi dia harus sarapan jika tidak asam lambung dari laki-laki ini pasti kumat lagi.“Buatkan saja aku susu hangat, dan roti bakar. Apa kemeja biruku sudah kamu setrika Yin?”
Deva tidak segera kembali ke kantornya ataupun ke rumahnya. Dia menuju sebuah café untuk menemui seseorang yang memang sedang ditunggunya.Seorang gadis dengan baju yang masih kekurangan duduk manis menunggu Deva. Keke gadis yang mengejar Deva ini tak kenal kata menyerah.“Halo calon suamiku, tampangmu jangan kusut begitu doong….” Sambut Keke dengan senyum yang manis merekah. Bibirnya yang dipoles warna merah menyala membuat penampilan Keke terlihat maksimal.“To the point aja deh, maksud kamu untuk ketemu di sini apa?” tanya Deva dengan dingin bahkan dia menolak untuk memesan sesuatu di café ini.“Aku mau menikah sama kamu Deva. Aku sudah menyelidiki latar belakang kamu, kamu itu gak punya tunangan atau calon istri, jadi gak usah berkelit lagi deh. Kalo gak fo
Ibu Asih mengusap-ngusap kepala putrinya yang sedang terbaring dengan bantuan selang oksigen di hidungnya. Terryn masih belum sadarkan diri karena asap kebakaran yang membuat paru-paru Terryn sedikit bermasalah. Ibu Imelda mendekat pada ibu Asih yang sudah menjaga Teryn, ini hari ketiga Terryn belum sadarkan diri. “Asih, aku berhutang budi lagi pada putrimu yang pemberani ini. Dia sudah menyelamatkan hidup Deva untuk yang kedua kalinya. Aku meminta maaf jika Terryn harus sampai terbaring di sini Asih, dia sudah kuanggap putriku sendiri, aku menyayanginya.” Air mata ibu Imelda jatuh melihat Terryn yang tergolek lemah. “Terryn hanya melakukan yang harus dia lakukan Kak, dia pasti tahu resikonya, dia tidak mungkin meninggalkan nak Deva di dalam sana celaka. Putriku pasti akan baik-baik saja.” Ibu Asih menggenggam jemari ibu Imelda dengan erat. Air mata kedua ibu itu berlinangan. “Bagaimana kondisi nak Deva sekarang Kak?” “Deva juga belum sadarkan
Terryn duduk dalam kamarnya sambil berpikir apakah ini nyata atau mimpi, semuanya terjadi dengan cepat bahkan suara lantang Deva yang mengucap ijab kabul di ruang tamu tadi masih seperti mimpi baginya. Dia berkirim kabar pada Ashiqa untuk meminta sahabatnya itu datang di pernikahannya tapi sayang Ashiqa dan suaminya sedang berada di luar negeri dan belum bisa kembali.Semuanya mendadak persiapannya pun kilat, namun tak mengurangi aura sakral dari pernikahannya ini. Meski dia harus menelan pil pahit, tanda tangannya sudah dibubuhkan pada kesepakatan kontrak antara dia dan Deva secara rahasia tentu saja.“Tanda tangani ini, dan ingat ibu gak boleh tahu, siapapun juga.” Deva menyerahkan selembar kertas dan pulpen pada Terryn malam menjelang pernikahan mereka hari ini. Terryn mengambil dan membacanya sesaat. Intinya mereka sepakat jika pernikahan mereka ini hanya berumur enam bulan saja dan tak ada hubungan badan layaknya suami istri di dalamnya. Tidak boleh me
Hari ketiga setelah mereka menikah akhirnya mereka kembali pulang ke kota karena Deva tidak bisa meninggalkan pekerjaan lama-lama. Cuti Terryn pun sudah habis dan harus segera masuk kerja lagi keesokan harinya. Tak ada yang tahu tentang pernikahan mereka. Bahkan willy dan Desta tidak diberitahu oleh Deva sementara di pihak Terryn yang tahu hanya Ashiqa saja dan suaminya.Terryn membawa masuk koper mereka, wajah keduanya masih terlihat lelah, dada Terryn sedikit terasa nyeri. Dia merabanya dan mencoba mengatur napas dengan baik.“Kamu kenapa?” tanya Deva dengan nada bicara dingin seperti biasanya.“Oh … gak, gak apa-apa Kak.”“Ingat yaa gak ada apapun yang berubah di antara kita, kita menikah hanya karena berdasarkan kesepakatan saja. Kita tetap tidur di kamar masing-masing dan mengurus urusan kita sendiri-sendiri. Kau mengerti?” tatap Deva dengan tajam pada Terryn. Deva sedang berusaha melupakan mal