“Eve, kau sudah bangun?” Suara serak Hans menarik kesadaran Eva yang baru saja berbalik badan dan siap kembali melanjutkan tidur. Detik itu juga, tubuhnya menegang dan membuka mata lebar-lebar. Aroma maskulin tercium bersama sebuah lengan yang terulur segaris lurus dengan arah tatapannya. “Aku lihat kau begitu nyenyak, jadi aku tidak berani mengganggu.” Eva menahan napasnya, mencoba mengingat apa yang terjadi semalam. Kenapa dia bisa tidur di kamar Hans, bahkan berbagi ranjang dengannya? Belum sempat Eva menemukan jawaban, Hans lebih dulu mendekat ke arahnya dan berbisik, “Terima kasih karena sudah mengizinkanku memelukmu semalaman.” Mata indah Eva membulat dan membuatnya beranjak duduk seketika. Namun, tangan kekar pria itu menahan perutnya erat-erat dan tidak mengizinkan wanita itu meninggalkannya meski hanya sejengkal saja. “Tenanglah, aku tidak akan melakukan hal-hal di luar kendali. Justru jika kau bergerak tiba-tiba, aku takut milikku di bawah sana akan terangsang dan benar
WARNING! ADULT CONTENT"Kau tidak bisa menarik kembali ucapanmu, Eve!" kata Hans setelah menarik diri, menatap wajah Eva yang masih sibuk menghirup oksigen sebanyak mungkin untuk mengisi paru-parunya. Pria itu mencium Eva sampai membuatnya kehabisan napas!Ibu jarinya yang terasa sedikit kasar masih bersemayam di sudut bibir Eva, menyentuhnya dengan penuh cinta. Jika menurutkan egonya, dia sudah melahap bibir tipis itu lagi dan kembali menjelajah isi mulutnya dengan leluasa. Namun, Hans tidak ingin membuat Eva marah dan memperburuk hubungan mereka. Dia harus bersabar.Eva mendorong tubuh Hans ke samping, segera duduk dan menghabiskan segelas air putih di atas nakas hanya dalam beberapa tegukan. Tenggorokannya benar-benar kering, gugup dan marah di saat yang sama. Sayangnya, entah kenapa dia justru menikmati perlakuan Hans, tidak merasa keberatan maupun menolaknya mati-matian.Belum selesai menetralkan detak jantungnya yang berdegup tiga kali lebih kencang dari irama normalnya, kedua ta
Hans memicingkan matanya menatap punggung Thomas yang berlalu menjauh. Jelas sekali pria tua itu sudah membuat rencana ‘khusus’ untuknya dan Eva. Entah hal yang baik atau buruk, Hans sama sekali tidak bisa mengerti jalan pikiran kakeknya.“Kak!”Tepat saat Hans memalingkan wajah untuk kembali mengamati istrinya, seorang gadis tiba-tiba muncul. Dia Hana, salah satu sepupu jauh yang cukup dekat dengan Hans.“Apa Kak Eva benar-benar hamil? Kenapa perutnya masih kecil?”Hans mendengus, mengulurkan tangan demi mengacak rambut sepupunya yang beberapa bulan lagi berusia lima belas tahun itu. Dia satu-satunya yang masih polos dan murni hatinya, tidak seperti sepupu-sepupu yang lain.“Anak kecil, untuk apa menanyakan hal-hal seperti itu, heh!? Belajar saja yang benar dan masuk sekolah favoritmu. Kakak akan berikan hadiah spesial jika kau mendapat peringkat satu.”Hana mengerucutkan bibirnya sambil mengucap “Puh” pelan, menghempas tangan Hans dengan wajah masam.“Aku nggak butuh hadiah darimu,
Kedua mata Eva terpejam, membiarkan Hans membelit lidahnya. Dia benar-benar tidak bertenaga, memutuskan melingkarkan kedua tangannya di belakang leher sang pria. Ciuman itu benar-benar memabukkan, membuatnya terlena.Sejak kapan Hans menjadi begitu mahir? Apa pria itu memiliki banyak kekasih saat di luar negeri?Berbagai pemikiran menyusup ke dalam akal sehat Eva begitu saja, merasa kacau saat membayangkan ada gadis lain yang pernah atau bahkan sering beradu saliva dengan Hans. Hati kecilnya tidak rela!“Ini masih terlalu dini untuk bercinta. Pergilah ke kamar kalian. Jangan menodai mata orang tua ini.”Suara nenek membuat Eva mendapatkan kembali kesadarannya, membuka mata dan mendorong tubuh Hans sambil menutup mulutnya dengan tangan. Wajahnya terasa panas, pipinya tampak bersemu merah, percampuran antara malu dan salah tingkah karena tertangkap basah.Nenek melewati Hans dan Eva, mengambil keranjang untuk diisi anggur hijau yang baru dipanen. Wanita itu tidak bicara lagi, hanya meli
“Tutup matamu, Eve.”“Apa yang ingin kamu lakukan, Hans?”Evalia mengerutkan kening, menoleh sambil mencoba melepas tautan jemari Hans yang menempel erat di perutnya.“Tutup saja. Aku tidak akan melakukan apa pun. Ciuman tadi sudah cukup memuaskanku.”“Kamu!”Seketika wajah cantik Eva tersipu. Pipinya merona kemerahan, membuat senyuman Hans semakin lebar. Dia menikmati pemandangan di depannya tanpa berkedip. Gadis itu benar-benar menggemaskan!“Sudah, tutup matamu. Menurutlah. Aku tidak akan melakukan hal-hal yang membuatmu marah. Kau bisa memegang ucapanku, Eve.”Suara bisikan Hans yang teramat lembut benar-benar membuat Eva tak bisa berkata-kata. Dia hanya bisa menurut, menutup matanya sambil menetralkan degup jantungnya yang perlahan berdegup semakin kencang.Seberapa kuat pun Eva menolak, pesona Hans berhasil meruntuhkan pertahanannya. Jika boleh jujur, dia mulai menaruh perhatian lebih kepada pria itu. Bibit-bibit cinta mulai tumbuh di hatinya.Tinggal di bawah atap yang sama sel
Hachu!Hachu!Eva terusik mendengar suara bersin-bersin yang terasa begitu dekat dengannya. Dia langsung membuka mata dan mendapati punggung Hans berjalan menjauh, memasuki kamar mandi dan terdengar membuang lendir di hidungnya.Apa yang terjadi dengan Hans? Apa dia sakit?Namun, tanya itu belum terjawab saat Eva kembali mengerutkan kening. Saat memutuskan untuk bangun dari tempat tidur, sebuah kain yang terasa sedikit basah, terjatuh dari dahinya, tergeletak tepat di pangkuan.“Apa ini?” gumamnya lirih, meraba keningnya sendiri. “Apa aku demam semalam?”Suara pintu kamar mandi terbuka, membawa pria dengan wajah sayu keluar dari sana. Tangannya sibuk menyeka hidung dengan tisu sebelum membuatnya jadi gumpalan dan melemparnya ke tempat sampah.Hans masih menunduk, belum menyadari tatapan penuh tanda tanya dari Eva.“Kamu sakit, Hans?”Pertanyaan Eva membuat Hans sedikit tersentak, langsung mendongak dan bertatapan dengan sang istri. Dia tidak tahu kapan wanita itu terbangun dari tidur
“Jangan membodohiku!” Sarah memelotot, sama sekali tidak percaya dengan ucapan Eva yang mengungkap bahwa dirinya akan berpisah dengan Hans. Sarah tahu betul, Hans sudah jatuh cinta setengah mati kepada dokter muda itu.“Apa untungnya aku membodohimu?” Eve menyergah napasnya sebelum lanjut berkata, “Kamu boleh percaya, boleh tidak. Terserah.”Sarah membuka mulutnya, tapi tidak ada satu kata pun yang terucap meski dua-tiga detik telah berlalu. Dia masih syok mendengar pernyataan itu.“Duduklah. Kita bicara sebagai sesama wanita dewasa.”Meski tidak mempercayai ucapan Evalia, toh Sarah menurut dengan menarik kursi di hadapan Eva dan menunggu penjelasannya. Dia sudah melihat sorot mata wanita hamil itu, tidak terpancar kebohongan di sana.“Seperti yang kamu tahu, kami menikah karena sebuah kesalahan. Setelah bayi ini lahir, aku akan pergi dan tidak akan mengancam posisimu. Kamu tidak perlu membuang waktu dan tenagamu untuk memusuhiku.”“Apa jaminannya? Kenapa aku harus percaya padamu?”Su
“Kandunganmu semakin besar, mulailah mengambil cuti,” pinta Hans saat Eva berjalan ke arahnya dan memakaikan dasi melingkari leher. Seperti pagi-pagi sebelumnya, wanita itu membantu Hans bersiap sebelum sarapan bersama.“Baru tujuh bulan. Masih ada banyak waktu sebelum persalinan. Aku baik-baik saja.”Hans menarik tangan Eva, menghentikan gerakannya.“Bagaimana aku tidak khawatir, kamu terus menolak pergi dan pulang bersama, memilih naik taksi. Itu benar-benar mengganggu pikiranku, Eve.”Eva tersenyum, meloloskan jemarinya dari tangan Hans dan memperbaiki simpul dasi yang masih kurang rapi.“Aku baik-baik saja,” ulang Eva meyakinkan suaminya. “Lagi pula, mobilmu ada di belakang taksi yang kutumpangi. Tidak ada hal buruk yang terjadi selama ini, kan? Kamu terlalu banyak berpikir.”Hans menggeleng dengan tegas, “Mulai hari ini, aku sudah siapkan mobil pribadi untukmu. Kamu bebas pergi ke mana pun tanpa takut orang curiga dengan hubungan kita. Hanya dengan itu aku bisa merasa tenang.”“T