Prekuel "Terpaksa Menikahi CEO" "Aku akan terus datang sebelum kau setuju menikah denganku.” "Apa kamu gila?!" teriak Eva yang sudah kehabisan kesabarannya. "Aku tidak gila. Aku hanya berusaha mempertanggungjawabkan apa yang terjadi. Ada anakku di perutmu. Bagaimana mungkin aku bisa mengabaikannya?" "Kenapa tidak bisa? Aku tidak akan menikah dengan pria licik sepertimu." Penolakan Evalia terhadap pernyataan cinta Hanson Dirgantara justru membawa bencana, membuatnya terjebak bersama pria itu dan hamil tanpa adanya ikatan pernikahan. Berbagai kesalahpahaman membuat Eva semakin membenci pria itu. Permasalahan semakin pelik saat Eva menolak menikah dengan Hans, bahkan berusaha menggugurkan Baby CEO di perutnya. Sanggupkah Hans menaklukkan Eva? Tambahkan buku ini ke rak bacaan kalian dan ikuti kelanjutan kisahnya. Jangan lupa ikuti akun hanazawa.hana untuk info novel terbaru author! Selamat membaca^^
Lihat lebih banyak"Eva, menikahlah denganku," ujar Hans sambil menyodorkan cincin ke depan Evalia Lesmana, dokter muda berusia 22 tahun yang saat ini magang di sebuah rumah sakit swasta di ibu kota.
“Hentikan omong kosongmu dan jangan muncul lagi di hadapanku!” sentaknya garang sambil menepis tangan Hans. Kemarahan tampak jelas di wajahnya.
“Aku akan terus datang sebelum kau setuju menikah denganku.”
"Jangan bermimpi!" Eva mendorong tubuh Hans dan berjalan melewatinya.
"Aku tidak bermimpi. Aku ingin bertanggung jawab atas kejadian malam itu. Aku akan menikahimu."
"Aku tidak akan menikah dengan pria licik sepertimu. Lagi pula, bukankah itu memang rencanamu sejak awal? Kamu memetik bunga sembarangan dan menginjak-injaknya tanpa belas kasihan. Untuk apa sekarang pura-pura menyesal dan ingin bertanggung jawab?!"
Pria dengan kemeja putih itu meraup wajahnya dengan tangan, mulai frustrasi dengan penolakan Eva. Dia mengejar gadis itu, menghadangnya tepat sebelum melewati pintu kaca.
"Dengarkan dulu penjelasanku."
Eva menggeleng tegas sebelum berkata, "Tidak ada yang perlu dijelaskan. Semua sudah jelas. Kamu sengaja menculikku untuk mengambil kehormatanku karena aku menolak menjadi pacarmu. Kamu benar-benar kekanak-kanakan, Hans!"
Gemeletuk gigi-gerigi Hans terdengar bersama tangannya yang mendorong tubuh mungil dalam balutan jas dokter hingga terdesak ke dinding di belakangnya.
"Apa yang kamu lakukan?!" geram Eva dengan emosi tertahan.
"Itu kecelakaan. Aku mabuk dan kehilangan kesadaran. Aku tidak bisa mengendalikan diri."
Tawa hambar terdengar dari bibir Eva, menatap horor ke arah pria yang sudah mengambil keperawanannya.
"Karena sekarang kamu tidak sedang mabuk, kamu bisa mengendalikan dirimu? Jangan memaksaku lagi."
"Aku sungguh ingin menikahimu, Evalia Ayu Lesmana!"
"Kamu pikir menikah menyelesaikan masalah, hah?" Eva mendorong dada bidang Hans sekuat tenaga,
"Apa yang harus aku lakukan agar kamu bisa menerimaku?"
Geleng kepala yang terlihat detik berikutnya, "Tidak ada. Berpura-pura saja tidak ada yang terjadi di antara kita!"
Hans yang tidak bisa bersabar lagi, menahan kedua bahu Eva erat-erat. "Akan aku kabulkan semua yang kau minta. Aku bisa memberikan semua yang kau inginkan. Rumah, kendaraan, rasa aman, bahkan pendidikan. Kau tidak akan kekurangan."
"Kamu sedang memamerkan kekayaan keluargamu?" sindir Eva menyeringai tak percaya. "Sayang sekali, Hans. Aku sama sekali tidak tertarik dengan hal itu. Sekali tidak tetap tidak!"
"Kau bisa melanjutkan studi kedokteran setelah tanpa harus mencari beasiswa seperti dulu. Atau kau mau belajar ke luar negeri? Ke mana? Katakan saja, aku akan mengaturnya untukmu. Berapa pun uang yang kau butuhkan, akan aku berikan asalkan—"
PLAK!
Tamparan mendarat di wajah Hans dan membuatnya bungkam seketika. Rangkaian kata yang tersusun rapi di kepala, musnah seketika.
"Aku tidak pernah menjual diriku pada siapa pun, Hans. Berhentilah membuang waktumu untuk mengejarku!"
"Eva ...."
“Aku tidak akan menikah denganmu seumur hidupku. Semakin kamu memaksaku, semakin aku membencimu!" Eva mengacungkan jari telunjuknya di depan wajah Hans sebelum berbalik pergi dari sana.
“Kau mengandung anakku!” teriak Hans membuat Eva terpaksa menghentikan langkahnya. Suara pria itu terlalu lantang, bisa didengar siapa saja.
“Jika itu terjadi, aku tidak keberatan menggugurkannya!” sarkas Eva sambil menolehkan wajah, tapi tak berniat membalik badannya.
Hans membulatkan mata tak percaya. Eva yang dikenalnya sebagai dokter muda yang lembut dan penyayang, akan menyingkirkan calon anak di dalam rahimnya.
Bisakah Hans menaklukkan keras kepala Evalia Lesmana?
“Nyonya, ada tamu untuk Anda.”Eva mengangguk, menyangga perut besarnya sambil keluar dari kamar. Tampak Liliana tersenyum menyambutnya.“Apa kabar, Eva? Lama tidak bertemu,” sapanya sambil mendekati Eva dan memberikan pelukan hangat. Namun, tangan Eva tak menyambutnya.“Silakan duduk. Apa yang membawamu kemari?” tanyanya to the point.Liliana terbiasa mendapati sikap Eva yang cukup pendiam, tidak menyadari bahwa sandiwaranya telah terungkap. Hans sudah menceritakan semuanya, termasuk menegaskan bahwa Liliana ada di bawah pengawasan pria itu.“Sebentar lagi hari persalinanmu, bukan? Aku membawakan makanan enak untukmu selagi kamu bisa makan bebas. Setelah bersalin nanti, kamu nggak mungkin makan sembarangan.”Sebelum sempat Eva merespons, Liliana dengan tidak tahu diri langsung berjalan ke arah dapur dan mengambil mangkuk.“Cicipi sedikit saja, Eve. Kamu pasti suka,” ucap Liliana sambil mendekatkan sendok di tangannya ke arah Eva setelah keduanya duduk berdekatan di atas sofa.“Maaf,
"Tuan, ada kabar buruk!" Bram memasuki ruang kerja Hans tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Ada hal lain yang lebih penting yang harus disampaikan kepada pria itu. Hans mengangkat wajahnya dan bertanya, "Ada apa?" Bram meletakkan lembaran foto yang tersebar ke seluruh karyawan ke atas meja, menampilkan foto-foto Arvin yang sedang menggenggam tangan Eva. Gosip segera merebak di antara ratusan karyawan Dirgantara Artha Graha itu. "Seorang anonim mengirimkan ini di web sebelum salah satu karyawan kita meneruskannya ke grup obrolan. Mereka mengira itu suami Nyonya Eva dan memberikan pujian karena melihat kemesraan keduanya." Hans bungkam, menyipitkan matanya demi menatap potret itu sekali lagi. Dilihat dari sudut pandang orang luar, memang tidak mungkin keduanya tidak memiliki hubungan. Pria dengan kacamata tebal itu sedang meniup luka di punggung tangan Eva yang sedang mengelus perut sambil menatap sayu ke arah si pria. "Apa yang harus saya lakukan, Tuan?" tanya Bram setelah men
"Presdir, ini jadwal Anda hari ini," ucap Liliana sambil meletakkan komputer tablet di tangannya ke depan Hans setelah dipersilakan memasuki ruangan. "Aku sudah mendapat salinannya dari Bram, tidak perlu merepotkanmu. Untuk ke depannya, tidak perlu masuk ke ruangan ini tanpa panggilan dariku karena mulai hari ini kamu bukan sekretaris utama lagi." Liliana menelan ludah dengan paksa, menyadari sikap atasannya begitu dingin. "Kenapa masih di sini?" "Ah, maaf. Apa saya membuat kesalahan sampai Presdir memindahkan saya ke divisi lain?" "Kau tidak menyadari kesalahanmu?" Liliana menggeleng dengan wajah polos. Gadis itu tentu saja sadar, tapi dia ingin tahu sejauh mana Hanson menyadari rencana liciknya. Mungkin ada sedikit celah yang bisa dia manfaatkan. "Jangan pernah berpikir berlebihan. Istriku hanya Evalia Lesmana selamanya." Dengan wajah tertunduk menahan malu, Liliana meninggalkan Hans. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia membereskan barang-barangnya di meja dan men
“Jadi, kalian bertiga berkomplot menipuku?” tanya Eva sambil menghempas tangan Hans yang sedari tadi menggenggam jemarinya erat-erat sambil menjelaskan hubungan Liliana dan Felix selama ini.“Eve, aku tidak pernah berniat untuk—”“Faktanya, dia mendekatiku karena membantumu!”“Ya, itu benar. Aku minta maaf karena memanfaatkan hubungan kalian, tapi saat itu aku sangat mengkhawatirkanmu dan kau menolak untuk bertemu denganku.”Eva mendengkus, mengubah posisi duduknya jadi membelakangi Hans. Kakinya terulur ke lantai yang dingin.Seketika itu juga, Hans turun dari ranjang dan mengambil sandal rumah milik Eva dan memakaikannya. Namun, wanita yang terlanjur emosi itu menendangnya dengan sengaja. Dia berjalan menjauh dari ranjang dengan bertelanjang kaki.“Eve, dengarkan dulu.”“Aku tidak ingin mendengar apa pun. Diam dan enyahlah dariku!”Hans tidak melawan saat Eva menyingkirkannya. Dia hanya bisa menatap punggung wanita itu keluar dari kamar dan menuju dapur.Segelas air putih langsung d
Saat Hans membuka pintu kamar, semerbak aroma harum menyapa indra penciumannya. Seulas senyum terkembang di wajahnya yang tampan.“Selamat malam, Sayang,” sapa Hans sambil mendekap tubuh Eva yang sedang berdiri di depan lemari, mencari piyama. Tangannya melekat erat di perut buncit wanita itu sambil menyesap leher jenjang yang tak tertutup apa pun.Eva baru selesai berendam. Rambut panjangnya sengaja diikat tinggi di atas kepala agar tidak basah. Siapa sangka, Hans pulang sebelum dia bisa merapikannya.“Kamu sudah pulang,” ujarnya sambil menoleh, mendapati wajah tampan yang hampir bersentuhan dengan hidungnya.“Kenapa mandi di tengah malam begini, hmm?” bisiknya di telinga Eva sambil sesekali melumatnya.Degup jantung Eva tak terkendali mendapat perlakuan seperti itu, membuat wajahnya memerah. Bagaimanapun juga, meski masih belum mencintai Hans, dia tidak bisa menolak pesona pria itu. Terlebih, dirinya juga seorang wanita dewasa.Berbulan-bulan mencoba mengabaikan kebutuhan biologisny
“Hans, akhirnya kita bertemu lagi.”Pemilik resort sekaligus event organizer berusia awal empat puluh tahunan itu langsung menjabat tangan Hans, bahkan memeluknya seperti seorang sahabat yang lama tidak bertemu.“Apa kabar, Dam? Masih betah menyendiri seperti sebelumnya?” balas Hans, memicu tawa mereka berdua.Satu-dua obrolan mengalir lancar, tidak terasa canggung sama sekali. Sebaliknya, Liliana tercengang di posisinya. Dia tidak menyangka Hans dan Adam saling mengenal satu sama lain.“Sudah, kita lanjutkan obrolannya lagi nanti. Jangan sungkan. Ayo duduk.”Hans menempati sebuah kursi, menyisakan Liliana yang masih mematung di tempatnya. Dia terkejut, tidak pernah melihat Hans berpelukan dengan orang lain, terlebih rekan bisnis. Pria itu selalu menjaga jarak dengan orang lain.“Ah, Nona Liliana, kenapa masih diam di sana? Ayo silakan duduk.”Liliana tergagap, “Ba … baik,” jawabnya sambil melirik Hans setelah terpaksa mengulas senyum canggung. Jauh di lubuk hatinya, dia masih bertany
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen