Share

Anak Yang Dibanggakan (2)

“Tadi katanya mau masuk ke kamar Evan, terus datang marah-marah. Siapa yang bikin kamu begini? Tera?”

“Sudahlah. Malas ngomongin perempuan itu.” Sanad naik ke atas ranjang, lalu memasukkan kakinya ke dalam selimut dan berbaring.

Hayati merebahkan kepalanya di bahu Sanad. Laki-laki itu langsung menyambutnya tanpa suara. Hayati ikut terdiam. Sanad memang selalu menyambut sikapnya, tetapi ia tahu hanyalah sentuhan kosong. Hati laki-laki itu tidak pernah untuknya.

*** 

Sambil membelai rambut Hayati, Sanad memejamkan mata. Namun, pikirannya masih tertinggal di kamar Evan. 

Mata nyalang, tetapi berair masih melekat di benaknya. Ia memang sengaja mengucapkan hal itu untuk melihat reaksi Tera. Namun, mengapa reaksi itu di luar dugaannya.

'Kenapa harus marah? Bukankah ia pernah melakukan itu?'

*** 

“Mama tidak mengerti, kenapa kamu selalu bersikap kasar pada Tera? Apa salah dia?” tanya Fatima ketika di dalam mobil yang mengantar ke pekerjaan mereka. 

“Bukannya dari dulu saya begini?!” jawab Sanad tanpa mengalihkan perhatiannya dari layar tablet. 

“Tapi pada Tera kamu lebih kasar padanya?” bantah Fatima.

“Dia itu ….” Ucapannya terhenti mengingat ada Hayati bersama mereka. Info buruk yang ia dapatkan tentang Tera cukup hanya dirinya yang tahu, tidak perlu disebar luaskan.

Hayati mengerutkan kening. 

“Dia kenapa?!” cecar Fatima.

“Tidak apa.” Ia kembali pada layar tabletnya. Tiba-tiba ponselnya berdering. “Ya?” ucapnya setelah memasang earphone. 

“Iya, dia ke sekolah Evan. Kau terus awasi dia. Jangan sampai ada yang terlewatkan. Mengerti?!” 

“Kamu memata-matai Tera?” tanya Fatima setelah Sanad melepaskan earphonenya.

Sanad mengangguk. 

“Sampai sejauh itu?! Kamu keterlaluan, San!” hardik Fatima. Hayati yang duduk di samping Fatima terkejut. Sangat jarang Fatima meninggikan suaranya. 

Sanad berpaling. “Ma, dia masih orang asing dan kita menyerahkan Evan padanya, wajarlah jika aku ekstra hati-hati.”

Fatima menggelengkan kepala. “Sekian tahun berkecimpung di pertarungan bisnis, aku kira kamu sudah bisa mengenali orang.” 

Sanad membuka mulutnya, tetapi tidak ada suara yang keluar. Hayati meneguk salivanya. Sekian lama membersamai keluarga Sanad, baru kali ini ia melihat perdebatan. Entah mengapa ia iri pada Tera. Meski dengan kecurigaan, setidaknya Tera telah mendapatkan perhatian seorang Sanad.

***

Setelah mengantar Evan ke sekolah, Tera mencari minimarket terdekat. Ia mengambil kerupuk merk Teratai, tetapi pada saat mau ke kasir, tiba-tiba ia berpaling, bersembunyi pada sebuah rak. 

“Rasid?” gumamnya. Ia melihat salah satu anak buahnya sedang berbicara dengan karyawan minimarket. 

Tera menaruh kerupuk, lalu mengikuti Rasid keluar, hingga sampai pada sebuah motor, ia menyeret lengan Rasid.

“Apa-apaan ini?” pekik Rasid, tetapi seketika ia terdiam begitu mengenali orang yang menyeretnya.

Tanpa suara, ia terus menyeret Rasid hingga sampai ke samping bangunan. 

“Ceritakan apa saja yang terjadi di Teratai?” 

Rasid menghela napas. “Banyak yang terjadi, Kak. Teratai sekarang dikelola oleh oleh Kak Kembang dan suaminya.”

“Maju?”

“Secara jumlah produksi maju, tapi secara kesejahteraan karyawan ….” Ia menggeleng pasrah. 

“Memang Arbain dan Kembang ….” Ia tak sanggup mengucapkan, jika adiknya berbuat buruk kepada karyawannya. 

Rasid mengangguk. “Mereka marah karena tidak berhasil mendapatkan resep. Padahal kami sendiri memang tidak tahu 'kan.”

Tera tersenyum miring. Selama proses pembuatan, tidak pernah ia melakukan secara sembunyi-sembunyi dari keluarganya. Salahnya Kembang tidak pernah mau menyentuh adonan ataupun ikut handil dalam produksi Teratai. 

“Lalu Acil Nurul?” 

“Acil Nurul dan Rudi mengundurkan diri, juga beberapa orang. Maafkan aku, Kak. Aku tidak berdaya. Padahal Kakak sudah banyak membantu keluargaku,” ucap Rasid menunduk.

“Jangan salahkan dirimu. Tetaplah bekerja padanya, selama dia menggajimu secara adil. Oh iya, jangan beritahu aku ada di sini!”

Rasid mengangkat wajah. “Ibu Kakak sakit-sakitan.”

Mata Tera mengembun. “Keberadaan Kembang sudah cukup baginya. Anak sarjana yang selalu dibanggakannya.”

“Tapi ….”

“Aku mohon jangan beritahu mereka. Khawatir mereka tidak puas mengusirku hanya sampai di sini.”

“Tapi bagaimana keadaan Kakak sekarang?”

Tera hanya membalas dengan senyuman. 

“Kak, aku yakin Rudi masih mencintai Kakak. Dia akan melindungimu. Kembalilah.”

Kembali Tera hanya  tersenyum. Lalu menjauh, sambil menengokkan kepala ke kiri dan ke kanan. 

*** 

Di kantor Sanad memperhatikan video yang dikirim informannya. 

“Rudi?” 

Ia mengangkat teleponnya. “Lindungi dia. Sepertinya akan ada dua orang yang akan mencarinya. Kamu perlu cari tahu yang siapa yang namanya Rudi.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status