Share

BAB 4 [REVISI]

BAB 4

"Udah sampe, cepat turun!" perintah Kean.

Lelaki itu selesai memarkirkan kendaraan roda empat miliknya. Amara melihat keluar jendela lalu mengulas senyum. Ia lekas membuka sabuk pengaman dan turun dari mobil.

"Kamu gak kebauan, kah? Atau kamu lagi pilek."

Kean melontarkan pertanyaan pada Amara dan dibalas gelengan wanita tersebut.

"Enggak dong, udah biasa. Tuan kaya cenayang aja, bahkan aku belum minta diantar ke pasar," celetuk Amara.

Wanita itu sangat antusias, ia mulai melangkah masuk dan melihat-lihat diikuti Kean dibelakangnya.

"Bu, mau ayam dong dua kilo," pinta Amara.

Penjual ayam itu mengangguk sebagai jawaban lalu mulai memotong hewan tersebut.

"Yang banyak dagingnya ya Bu," kata Amara lagi.

"Siap Neng," sahut penjual.

"Jadi berapa Bu?" tanya Amara.

Wanita itu memperhatikan sang pejual yang sibuk memotong dan menimbang daging ayam.

"Seratus ribu Neng," balas penjual ayam.

"Mahal amat, Bu. Kurangin dong," tutur Amara.

Kean membulatkan matanya kala mendengar permintaan Amara pada sang penjual Ayam.

"Boleh, asal Enengnya jadi langganan aja."

Mendengar syarat penjual ayam itu, Amara langsung mengangguk antusias.

"Siap Bu, jadi berapa nih?" tanya Amara sekali lagi.

"Sembilan puluh lima aja deh Neng."

Amara langsung mengeluarkan uang senias seratus ribu, ia menerima plastik yang berisi daging ayam dan berpamitan kala penjual memberikan kembalian. Setelah mereka menjauh dari tukang ayam tersebut, Kean lekas mendekati wanita itu.

"Kamu ini! Emangnya uang yang dikasih Oma, kurang. Segala pake nawar lagi," omel Kean pelan.

"Tuan diam aja, ikuti caraku, gak usah komentar," tutur Amara.

Wanita itu berkata dengan nada kesal, padahal cuma menawar tetapi ia sampai diomeli.

"Namanya juga di pasar, kalau ada pelanggan yang nawar, wajar lah, kalau di kasih allhamdulillah kalau gak dikasih ya gak papa."

Amara menghentikan langkahnya kala sampai di tukang sayur.

"Bu, saya mau sayur bayam dua iket, cabe merah satu kilo, bawang putih, bawang merah sama jeruk limau lima ribu. Wortel satu kilo, timun satu kilo sama buncis enam ribu aja. Eh sama daun kemanginya tiga ribu," cerocos Amara.

Permintaan Amara langsung disiapkan oleh penjual itu. Sehabis itu dengan cepat membayar belanjaan.

Sehabis berkeliling membeli bahan sesuai list yang ditulis Oma. Mereka lekas pergi pulang. Setepah sampai, Amara segera merapikan bahan makanan ke kulkas agar tetap segar.

"Oma ...," panggil Amara.

Wanita itu mendekati Ica yang tengah meneguk air minum. Sang majikan langsung menoleh dan menaruh gelas di meja.

"Iya, ada apa, Mara?" tanya Ica.

Amara lekas merogoh saku dan mengambil uang kembalian tadi. Ia menyodorkan pada Ica.

"Ini kembalian belanja tadi, Oma."

Kean melihat kejadian itu, ia langsung menghentikan langkah untuk mengintip.

"Buat kamu aja, Mara."

Ica menolak dan mendorong pelan tangan Amara. Wanita itu langsung menggeleng, ia langsung meraih tangan perempuan yang ditolongnya dan memberikan uang tersebut.

"Gak! Aku dikasih tempat tinggal aja udah bersyukur banget. Nanti aja kalau udah waktunya gajian, baru aku terima upahnya."

Amara mengulas senyuman yang memamerkan deretan gigi, membuat sang majikan hanya terkekeh. tangan Ica spontan terulur untuk mengacak-acak rambut wanita tersebut.

"Kamu beneran belanja di pasar, kok ada kembalian segala. Kalau diminimarket gak mungkin. Karna Oma ngasih uang pas," celetuk perempuan tersebut.

Cewek paruh baya itu menarik lengan Amara agar ikut duduk di sampingnya. Lalu tanpa mereka sadari Kean mendekat, lelaki tersebut pun tak sadar jika ia keluar dari tempat sembunyi.

"Dia pake nawar segala, Oma ... Malu-maluin aja, dikira kita orang gak punya, apa!" geram lelaki itu.

Mendengar gerutuan cucunya, wanita itu menoleh memandang Kean, begitu pula Amara ikut melihat lelaki tersebut.

"Nawar, jadi beneran kamu belanja di sana," ucap Ica dengan riak tak percaya.

Amara menganggukan kepala dengan penuh semangat.

"Iya, Oma. Tuan hebat banget, padahal tadi aku lupa kalau minta dianterin ke pasar. Eh Tuan malah bawa aku ke sana, udah kaya cenayang aja," tutur wanita itu.

Ica langsung menganggukan kepala paham mendengar penuturan Amara, ia segera melayangkan tatapan tajam pada cucunya.

"Oh ... jadi kamu yang bawa Amara ke pasar, pantes aja bisa nawar. Bukan cenayang, Mara, mungkin karena kalian jodoh," celetuk wanita tersebut.

Mata Kean membulat mendengar ucapan Ica, sedangkan Amara langsung mengatupkan bibirnya.

"Amit-amit, Oma jangan ngomong sembarangan," gerundel lelaki itu.

Lelaki itu langsung pergi setelah berkata demikian, sedangkan Omanya mengulas senyuman mengejek. Ia paham dengan rencana Kean, tetapi sayang usaha pria tersebut gagal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status