Davin's pov
"Syarat dariku adalah menikahlah denganku." Ujarnya dengan tersenyum licik.
"Tidak mungkin!! Aku telah menikah!" bantahku dengan cepat dan tegas.
"Baiklah, kalau begitu aku akan memutuskan kontrak ini." Ancam Natasha, mantan pacarku ini.
"Jika syarat itu tidak berkaitan dengan rumah tanggaku.. aku akan menerima kontrak ini." Ujarku sembari berdiri dan mulai melangkahkan kakiku meninggalkan Natasha.
'Aku akan mendapatkanmu. percayalah' batin Natasha dalam hatinya dan mulai beranjak . Setelah beberapa menit, ia keluar pula dari restoran tersebut.
Aku tetap teguh dalam menolak syarat ini. Jika aku menerimanya, tentu saja hal ini dapat melukai istriku sendiri!
Aku segera pergi meninggalkannya dan keluar dari restoran ini dengan wajah buruk. Dengan segera, aku mengemudikan mobilku kembali ke perusahaan untuk mengabarkan mereka bahwa kontrak ini dibatalkan..
Ketika aku kembali ke perusahaanku, dengan segera aku mulai mengabari sekretarisku untuk mengajukan kontrak ke perusahaan lain saja karena telah dibatalkan.
Lalu, aku pergi keluar dan berpapasan dengan istriku, Violetta. Karena aku sedang dalam mood yang buruk, aku meninggalkannya begitu saja..
Violetta's pov
"Akhirnya selesai..."gumamku dengan kecil lalu mulai segera meregangkan tubuhku yang kaku karena pekerjaan tadi.
Tiba tiba..
"Woy! Perusahaan kita gak jadi ngontrak. Baru gua dengar dari sekre cogan tuh," sambil menunjuk pada sekretaris suamiku.
"Kenapa?" Tanyaku dengan bingung.
"Mana gua tau!!" Balas Felis dengan menaikkan kedua bahunya dan membuatku tertawa.
"Tanyain gih sama cowok lo!" Sarannya padaku.
"Oke, nanti aku coba tanya ke dia," balasku sembari mengusirnya jauh jauh.
Dengan segera, karena pekerjaan yang telah selesai aku tidak jadi lembur untuk sehari dan menghampiri suamiku yang sedang berjalan ke arah luar perusahaan.
Namun, ia menjauhiku secara tiba tiba dan membuatku merasa aneh.
'Kenapa dengannya??'batinku sembari melihatnya yang hampir melewatiku.
"Vin.."
Tap, tap, tap...
Ia tak mempedulikanku, malahan ia pergi ke luar perusahaan tanpa membawaku.
Aku pun bingung dan mengikutinya, namun ia telah menghilang sehingga aku hanya bisa menunggu di rumah saja..
Jam 21.15
"Non, Davin belum pulang ya?" Tanya pembantu di rumah padaku.
"Iya bi, kayaknya dia hari ini lembur.." bohongku padanya.
"Non, bibi pulang dulu ya? Sudah larut," pamit pembantu di rumah kami yang bekerja pada sore hari hingga malam..
"Baik bi, hati hati di jalan.." ujarku padanya.
"Iya non.." balasnya sembari pulang ke rumahnya.
Aku kembali melihat jam di dinding rumah kami yang telah menunjukkan bahwa hari telah larut..
Aku telah menunggunya selama beberapa jam dan bahkan teleponnya tidak aktif. Aku pun mulai merasa was was dan mulai menelepon Siska..
"Halo...?" Tanyanya dengan suara serak seperti baru bangun tidur.
"Dek, biasanya kalau kakak lagi kesel dia kemana ya?" Tanyaku padanya dari telepon.
"Kayaknya pergi ke taman di dekat perusahaan atau di bar.." ujarnya sembari berusaha mengingat ingat.
"Oke, makasih ya."
Tut!
Dengan segera, aku pergi dengan meminjam mobil di dekat rumah ini dan memeriksanya di taman namun tidak tampak batang hidungnya sedikit pun. Aku pun mulai mengemudikan mobil pinjaman itu ke bar yang disebutkan oleh Siska.
"Kamu dimana Vin...." gumamku dengan penuh khawatir sembari membelokkan mobil ke arah bar itu.
Ketika aku sampai, terdengar alunan yang memekakkan telinga dan tampak wanita wanita yang terlihat memalukan.
Mataku terasa berkunang melihat tempat yang berkelap kelip itu dan berbagai bau alkohol bercampur dengan bau busuk masuk ke indera penciuman ku.
Dengan segera aku mencari Davin di sekeliling namun masih tak menemukannya. Aku pun mulai keluar namun tiba tiba tanganku ditarik oleh seseorang...
"Ikut denganku ya..." ujar seorang pria yang lebih tinggi dariku dan berbau alkohol itu..
"Maaf, saya mau pergi dulu..tolong lepasin kak." Ujarku padanya sembari berusaha melepaskan diri.
Namun, ia tak bergeming dan malah memegang erat pergelangan tangan ku sehingga mengakibatkan pergelanganku menjadi memerah. Dengan segera, aku mengeluarkan teknik pertahananku dan melarikan diri ketika ia meraung kesakitan.
"Aku dak mau kesini lagi. Semuanya kayak orang gila," ujarku sembari melangkahkan kakiku dengan cepat dan tidak melihat seseorang di depanku.
Tap, tap, tap...
Bruk!!
Violetta's povAku benar benar masih shock membayangkan tubuh berdarah Davin serta lokasi tusukan yang cukup lebar di tubuhnya. Kali ini, masalah kasus telah ditangani oleh pihak pihak lain. Hanya saja aku masih ragu masalah apalagi yang akan terjadi dan masih belum diselesaikan sebelumnya.Dengan jantung berdebar dan perasaan sedikit kesal, aku mulai bertanya pada Davin apalagi masalah yang masih belum kuketahui hingga saat ini. Ketika ia menggelengkan kepalanya dengan raut wajah yang bingung, aku baru melepas kekuatiranku dan mulai mendesah lega."Janji tidak akan seperti ini lagi.""Iya Ta..."~~~Tak terasa, 2 tahun telah lewat. Kasus itu diakhiri dengan penahanan Natasha dan pengungkapan beberapa anggota di daerah perusahaan Davin yang berperan sebagai orang dalam. Tentu saja, jumlahnya masih dapat dihitung dengan jari karena proteksi perusahaan yang cukup kuat.
Davin's povIa mulai mundur ke belakang dan mengusap darah yang keluar dari bibirnya. Dengan aneh, ia meliukkan badannya sembari maju dan bersiap untuk memukulku. Benda tajam itu diarahkan padanya tepat ke perutku ketika aku berusaha menahan pukulannya dan membuatku dengan cepat menyerong dari arah tangannya.Benda tajam itu pun meleset dan mengenai angin angin yang bergerak mengitari kami berdua. Akhirnya, aku pun dengan cepat meninju tanganku tepat di mukanya.Bugh!Wajahnya yang tak terkena sinar membuatku sulit melihat keadaannya. Aku pun mulai meningkatkan kewaspadaan diriku dan maju ke arahnya. Ketika aku hampir dekat dan meninjunya, tangannya kembali memainkan benda tajam itu le arahku. Aku pun meliukkan benda tajam itu ke tubuhnya. Atau tepatnya berada di bagian vital tubuhnya, bagian dada.Clek!Pria itu mulai mundur dan terjengkang ke belakang. Darah menguncur te
Davin's povSetelah menemukan nama yang tertera pada daftar kontak, aku mulai menghubunginya dan malah mendapatkan bahwa nomor ini telah tidak aktif.Aku pun mulai berusaha menelpon anak buahku untuk memeriksa seseorang yang menurutku bisa saja menjadi pelakunya. Setelah selesai menelpon dan hal yang kusampaikan akan dikerjakannya, aku mulai masuk ke akun Rio.Panggilannya pun tersambung dan ia berbicara, "Ada apa?""Sorry repotin, gimana perusahaannya?" Tanyaku padanya."Santai. Perusahaanmu dan punyaku sudah ditangani dengan baik. Lagipula adikmu ternyata telah menyiapkan semua hal dan melampirkan note kecil di komputer perusahaan sehingga kesalahan tidak akan mudah luput dari perhatianku."Aku pun mulai merasa lega sejenak. Untung saja tiada masalah lagi, karena aku sepertinya ingin fokus ke kasus lama itu dahulu dibandingkan perusahaan."Memangnya ada apa ya?" S
Davin's pov"Kenapa kamu bersikeras ingin berhenti menyelidiki kasus ini?"Aku pun mulai menghela nafas dan melanjutkan perkataanku kembali, "Aku sama sekali tidak mengerti mengapa kamu ingin bersikeras seperti ini. Ini demi kebaikanmu juga, aku tidak ingin kamu dilukai oleh dalang utama itu. Jadi, tolong beri aku satu alasan saja mengapa kau ingin menutup penyelidikan ini Ta..."Wajahnya membeku dan bibirnya terkatup rapat, tidak membocorkan sedikit pun suara dari pita suaranya. Semakin ia terdiam, semakin aku merana kebingungan dan menatapnya dengan pancaran yang sama sekali tidak dimengerti sendiri olehku.Ketika ia membuka bibirnya, lidahnya tampak kelu dan suara bervolume kecil tidak keluar sedikit pun darinya. Akhirnya, ia menutup lagi mulutnya dan menundukkan wajahnya.Aku pun mulai geram melihatnya yang diam mematung terus menerus dan berinisiatif sendiri."Ta, pandang diriku," ujarku s
Davin's povAku benar benar merasa bingung bagaimana memulai penjelasan ini, bibirku terasa kelu dan pikiranku kosong. Di sisi lain, jantungku bergemuruh dengan kencang. Hingga aku mulai sadar dalam waktu sekejab bahwa rahasia apapun pasti akan terungkapKetika aku memastikannya lagi sebelum berbicara, ia seolah olah bersikap tidak apa dan siap mendengarnya. Aku pun menghembuskan nafasku dan mulai membuka mulutku."Sebenarnya.. mereka ikut berpatisipasi dalam kejadian tersebut. Namun, aku juga tak begitu yakin bahwa merekalah yang menjadi dalang utama dari kasus sebelumnya.""Namun, tiada hasil penyelidikan merujuk pada orang yang kucurigai sampai sekarang," akhirku pada perempuan di depanku yang masih menatapku dengan intens.Ia mulai mengulurkan lengannya ke telapak tanganku. Ia rekatkan jemarinya yang telah meramping menampakkan lekukan tulang ke jariku yang kasar dan besar."Hentika
Malam semuanya... ini chap terbarunya ya. Kali ini dalam versi pandangan author dan lebih jelas ya. Selamat membaca dan salam sehat bagi semuanya...??Author's povTampak kedua orang yang saling berhadapan namun berbeda ekspresi. Pria yang baru keluar di kamar mandi berbalut outfit kasual putih dan dilengkapi oleh celana panjang berwarna hitam.Sedangkan satu lagi berbalut pakaian putih serta berbaring di sebuah ranjang dan diliputi oleh berbagai fasilitas medis untuk menunjang kesehatan selama masa koma nya. Walau ditopang oleh berbagai alat alat medis, dari wajah wanita itu terlihat bahwa ia telah membaik walau masih tampak agak pucat.Rambut wanita itu tampak sedikit menghilang namun telah tersamarkan dibandingkan saat saat ia baru selesai dioperasi. Beberapa bagian tubuhnya menunjukkan tulang dengan jelas dan membuatnya seolah olah menderita penyakit anoreksia.Sedangkan si pria, yang sedang berdiri k