Menikah selama tiga tahun, hal yang paling sering Clara lakukan adalah membantu Rendra menutupi skandalnya. Sampai suatu kali, setelah kembali membantu menyelesaikan satu lagi skandal Rendra, Clara mendengar Rendra dan orang lain mentertawakan pernikahan mereka. Saat itu, Clara tidak ingin bertahan lagi. Dia menyiapkan surat perjanjian cerai dan menyerahkannya kepada Rendra, tetapi Rendra malah berkata dengan dingin, "Clara, di Keluarga Adresta nggak ada perceraian. Kalau berpisah, itu cuma bisa karena dipisahkan maut." Dalam sebuah insiden, Rendra menyaksikan sendiri Clara terbakar hingga menjadi abu. Sejak itu, Clara menghilang dari dunia ini. .... Dua tahun kemudian, karena pekerjaan, Clara kembali ke Kota Ardivo. Dia membalas uluran tangan Rendra dan memperkenalkan diri, "Namaku Calla dari Keluarga Widjaja di Kota Gianora." Melihat wanita yang wajahnya sama persis dengan mendiang istrinya, Rendra yang pernah bersumpah tidak akan menikah lagi hampir kehilangan akal sehat dan mulai mengejarnya secara gila-gilaan. "Calla, malam ini kamu ada waktu? Kita makan bersama." "Calla, perhiasan ini cocok sekali untukmu." "Calla, aku merindukanmu." Clara tersenyum tipis. "Kudengar, Pak Rendra bersumpah nggak akan menikah lagi." Rendra berlutut dengan satu kaki, mengecup lembut punggung tangan Clara, dan berucap, "Aku salah. Tolong beri aku satu kesempatan lagi, boleh?"
View MoreClara menatapnya beberapa saat, lalu berkata dengan nada geli, "Aku nggak tahu batas? Aku kelewatan? Aku cuma makan dua kali sama Alain dan bicara sedikit soal pekerjaan, kamu sudah merasa nggak dihargai, merasa nggak nyaman begitu?"Belum sempat Rendra membuka mulut, Clara sudah melanjutkan, "Rendra, selama tiga tahun ini, kamu tahu apa itu batasan? Pernahkah kamu berada di dalam batasan itu? Setiap kali aku harus membereskan urusan perempuanmu di luar sana, pernahkah kamu memikirkan bagaimana perasaanku? Pernahkah kamu memikirkan apakah aku juga nggak nyaman?""Kamu membawa Caroline keluar masuk sesukamu, kamu memperlakukan Caroline seperti istrimu sendiri, tapi pernahkah kamu memikirkan bagaimana perasaanku?"Clara menatap Rendra tanpa berkedip. Saat semua kata itu keluar dari mulutnya, wajah pucatnya memerah karena emosi yang akhirnya tak tertahankan lagi.Dia berhenti sejenak, lalu menambahkan dengan nada dingin, "Batasan memang hal yang baik, tapi Rendra, kamu nggak punya itu. Ja
Pukul 22.30 malam, Rendra seharusnya masih belum pulang. Namun begitu Clara membuka pintu kamar dengan kartu akses, pandangannya langsung tertuju pada sosok Rendra yang baru keluar dari kamar mandi dengan mengenakan handuk putih di pinggangnya.Bagian atas tubuhnya telanjang. Kulitnya masih basah, otot dadanya terlihat jelas, tampak begitu maskulin dan memikat. Clara sontak terpaku di tempat. Pipinya pun memanas seketika.Saat sadar bahwa Rendra juga sedang menatapnya, Clara buru-buru mengalihkan pandangan, berusaha bersikap tenang sambil bertanya, "Kenapa kamu pulang lebih awal hari ini?"Rendra mengeringkan rambutnya dengan handuk, lalu berkata dengan tenang, "Aku memang pulang lebih cepat. Kamu sendiri, habis dari mana bersenang-senang?"Clara meletakkan tasnya, lalu melirik lagi ke arah Rendra. Begitu matanya tanpa sengaja jatuh ke dada bidang itu, dia segera memalingkan wajah dan berkata dengan gugup, "Kamu ... pakai baju dulu, deh."Rendra tertawa pelan. Setelah itu, dia melepas
Tak jauh dari meja utama, Caroline sudah lama memperhatikan Clara dan Alain. Melihat keduanya tampak begitu akrab, duduk berduaan di meja besar yang hanya diisi mereka berdua, Caroline pun menepuk lengan Rendra dan menunjuk ke arah mereka."Rendra, itu Clara, 'kan?" katanya. "Yang makan bersamanya itu Alain dari StarTech, ya? Dia juga ikut konferensi ini? Sejak kapan Clara kenal dengannya?"Pertanyaan Caroline datang bertubi-tubi. Mengikuti arah jarinya dan menatap ke sana, Rendra melihat Clara yang terlihat serius mendengarkan penjelasan Alain, matanya bahkan berkilat penuh antusiasme.Melihat pemandangan itu, wajah Rendra langsung menggelap. Dia sama sekali tidak menyangka Clara mengenal Alain, apalagi bisa berbincang sedekat itu dengannya.Dengan tatapan dingin dan datar, Rendra menatap keduanya selama beberapa detik, lalu menarik kembali pandangannya dan melanjutkan percakapan dengan Levin seolah tidak terjadi apa-apa.Sementara itu di sisi lain, Alain dan Clara masih berbincang de
Clara tidak mengenalinya. Pria itu tersenyum hangat dan memperkenalkan diri, "Alain."Begitu mendengar namanya, Clara langsung tersadar. Dia buru-buru mengulurkan tangan dan menyapanya sopan, "Halo, Pak Alain." Lalu dengan sedikit canggung, dia menambahkan, "Maaf ya, Pak. Aku belum sempat benar-benar datang wawancara ke perusahaan Bapak, jadi tadi aku nggak mengenali Bapak."Waktu masih kuliah dulu, Clara sudah sering mendengar nama Alain. Namun, Alain hanya membimbing mahasiswa doktoral dan pascasarjana, fokus pada penelitian dan proyeknya sendiri. Dia memang pernah mengadakan dua kelas umum, tapi ketika Clara tahu dan ingin ikut, bahkan di depan pintu saja sudah penuh sesak oleh orang-orang. Jadi, dia memang belum pernah punya kesempatan untuk bertemu langsung dengan Alain.Alain membalas jabat tangannya dengan tenang dan tersenyum, "Nggak apa-apa."Setelah melepaskan tangan, Alain melirik sekeliling dan bertanya, "Sendirian?"Clara mengangguk sambil tersenyum, "Asistenku sedang ada
Begitu sampai di ruang rapat, Clara melihat namanya tertera di kursi yang ditempatkan tepat di sebelah Rendra. Tanpa berpikir panjang, dia langsung mengambil papan nama itu dan memilih duduk di sudut ruangan yang sepi.Seandainya bukan karena Rendra yang menunda pengurusan dokumennya, Clara bahkan tidak perlu datang ke acara pertukaran bisnis ini. Namun, selama semuanya belum selesai, dia tetap harus memainkan perannya dengan baik.Tak lama kemudian, peserta rapat mulai berdatangan. Selain Rendra dan Jonas yang masih muda, para pengusaha senior juga hadir."Rendra, kamu juga datang.""Rendra, soal proyek kedua, nanti setelah rapat kita bicarakan baik-baik.""Baik, Paman.""Ini anak dari Keluarga Winandy, ya? Sudah pulang ke dalam negeri?""Benar, Paman. Mohon bimbingannya ke depannya."Rendra menanggapi dengan sopan sambil tersenyum, sementara Caroline berdiri di sampingnya dengan wajah penuh pesona, seolah-olah dialah istri resmi Rendra.Hanya saja, para pengusaha senior tidak begitu
Antusiasme Caroline membuat Clara tersenyum lembut dan memanggil, "Kak Caroline." Caroline menyapanya dengan ramah, barulah orang-orang di sekitar sadar kalau Clara juga datang.Meskipun melihat Clara, mereka tidak menyapanya, melainkan hanya saling berbisik pelan. Sebenarnya, beberapa dari mereka sudah melihat Clara sejak tadi. Hanya saja karena Rendra tidak memedulikannya dan sedang berbicara dengan Caroline, mereka pun ikut mengabaikannya.Bagaimanapun juga, Rendra tidak pernah mengakui Clara dan tidak pernah mengakui pernikahan mereka, bahkan pesta pernikahan pun tidak pernah diadakan. Sikap Rendra terhadap Clara juga menjadi sikap orang-orang terhadapnya.Caroline menggenggam tangan Clara dengan ramah sambil tersenyum, "Clara, kami baru mau sarapan, ikut saja sama kami."Clara tersenyum dan menolak halus, "Kak Caroline, kalian duluan saja. Aku sudah minta Miara ambilkan dokumen, jadi aku harus nunggu dia."Wajah Caroline tampak kecewa. "Begitu ya? Baiklah, kami masuk dulu. Kamu na
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments