Share

RENCANA KEDUA

Tak lama kemudian Agus Penyok keluar dari ruang tengah. Kali ini tidak sendirian, tapi sekarang dia ditemani istrinya.

Dia pun berbicara setelah mengarahkan istrinya untuk duduk perlahan-lahan. “Maaf, Mbang. Bukan apa-apa. Bukannya aku pelit atau bagaimana denganmu. Tapi lihat, istriku saat ini sedang sakit-sakitan. Kami sedang butuh biaya banyak untuk cuci darah setiap pekan.”

Istrinya terbatuk. Wajahnya tampak pucat sekali. Badannya kurus dan lemas. Benar-benar, dia tampak seperti mayat yang dipaksakan untuk hidup.

Kang Bambang menghela napas. “Sakit apa istrimu? Kenapa kamu tak pernah cerita ke aku kalau istrimu sedang sakit?”

Agus Penyok mengibaskan telapak tangannya. “Ah, kamu sudah terlalu baik sama aku, Mbang. Dulu saat di pasar, kalau tidak dipungut sama kamu, tentu aku sudah mati dimakan anjing-anjing.”

“Jangan sungkan begitu. Kamu itu sedulurku.”

“Tapi maaf ya, Mbang. Saat ini a

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status