Share

Aula Penampungan Calon Selir.

Penulis: Jimmy Chuu
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-18 20:26:23

Aula itu lembap. Bau dupa mengambang tipis, menempel di lidah seperti janji kosong.

Lantai batu licin memantulkan cahaya siang yang loyo, merembes melalui layar kertas yang menutup jendela-jendela tinggi. Tirai sutra yang dulunya mewah kini memudar, tergantung lemah di sepanjang dinding seperti harapan yang layu.

Suara sandal kasim menyeret pelan di koridor, bergema dengan irama yang monoton. Kipas pelayan mengusir debu yang beterbangan dalam sinar matahari, menciptakan tarian partikel halus yang berputar tanpa arah.

Elena melangkah masuk ke aula penampungan umum untuk calon selir di sayap utara kompleks harem. Hanfu hijau mudanya yang pudar tampak semakin kusam di bawah cahaya redup. Wajahnya masih memperlihatkan bekas ruam tipis di tepian pipi, sisik halus yang mengelupas perlahan.

Bibi Ratmi mengikuti di belakang, menata rambut Elena seadanya dengan sisir kayu sederhana. Mata pelayan tua itu waspada, memindai setiap sudut ruangan dengan kecemasan yang tertahan.

"Nona, jangan menund
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Menuju Paviliun Bunga Teratai.

    Elena berjalan kembali ke jendela dan menatap ke arah kota yang terlihat samar di kejauhan. Di sana, lampion-lampion merah Paviliun Bunga Teratai pasti sudah mulai menyala, menyambut tamu-tamu bangsawan yang datang untuk mencari hiburan."Aku punya sesuatu yang mereka inginkan," lanjut Elena sambil menyentuh lipatan hanfunya di mana ia biasa menyimpan paket-paket kecil. "Bra dan celana dalam modern. Untuk pramuria, penampilan adalah segalanya. Kecantikan yang bertahan adalah investasi terbaik mereka."Ratmi mulai mengerti. "Nona ingin menukar barang itu dengan pelajaran?""Bukan hanya pelajaran," jawab Elena sambil berbalik dengan senyum tipis. "Aku ingin akses penuh. Aku ingin belajar semua yang mereka ketahui tentang seni merayu, tentang tarian, tentang musik, tentang cara berbicara yang membuat pria terpesona. Dan sebagai gantinya, aku akan memberikan mereka sesuatu yang tidak bisa dibeli dengan uang di zaman ini."Elena membuka laci lain dan mengeluarkan beberapa paket kecil yang

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Malam Perencanaan dan Tawaran Rahasia.

    Malam turun perlahan di Kompleks Barat. Para pelayan berkumpul di kamar masing-masing, mencoba pakaian dalam baru mereka dengan wajah yang penuh kekaguman dan rasa malu. Bisikan dan tawa kecil terdengar dari balik pintu-pintu yang tertutup rapat.Di kamarnya, Elena duduk bersama Ratmi sambil menghitung uang perak yang sudah terkumpul dari pembayaran pertama. Jumlahnya cukup lumayan, lebih dari cukup untuk membeli bahan-bahan yang mereka butuhkan untuk pesanan berikutnya."Pesanan bertambah dua kali lipat, Nona," kata Ratmi sambil menunjukkan selembar kertas berisi daftar nama baru. "Dari kompleks lain juga ada yang ingin memesan setelah mendengar dari teman mereka."Elena tersenyum sambil melipat kertas uang dengan rapi. "Kita bagi jadwal pengambilan. Malam hari, setelah ronda kedua. Buat kode ketukan pintu yang berbeda untuk setiap kompleks agar tidak tercampur.""Baik, Nona," jawab Ratmi sambil mencatat instruksi. "Dan untuk stok kain?""Besok kita ke pasar lagi," jawab Elena sambil

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Rahasia Melanda Kompleks Barat.

    Setelah Hua keluar dengan wajah berseri, satu per satu pelayan mulai berdatangan sesuai jadwal yang sudah Elena atur. Lin datang membawa keranjang kosong sebagai kamuflase. Mei datang dengan alasan meminjam jarum jahit. Ping datang membawa kain yang konon perlu diperbaiki.Setiap kali pintu terbuka dan tertutup, paket-paket di atas meja berkurang satu per satu. Dan setiap kali pelayan keluar, wajah mereka menunjukkan campuran antara kegembiraan, rasa malu, dan tekad untuk menjaga rahasia.Siang menjelang sore, aktivitas di Kompleks Barat tampak normal dari luar. Para pelayan bekerja seperti biasa, mencuci, menjemur, memasak, dan membersihkan. Tetapi ada perubahan halus dalam cara mereka bergerak, dalam cara mereka tersenyum satu sama lain, dalam cara mereka berbisik dengan nada yang lebih ringan.Di teras tinggi paviliun utamanya yang menghadap ke kompleks, Selir Wanda berdiri dengan postur yang tegak dan anggun. Hanfu ungu tuanya berkibar pelan tertiup angin sore, dan kipas sutra di

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Kunci ke Kamar Pangeran.

    Elena menuliskan nama-nama guru seni istana yang ia dengar dari gosip para pelayan, beserta reputasi dan harga mereka. Kebanyakan terlalu mahal dan terlalu berisiko, karena mereka akan melaporkan setiap murid baru kepada Selir Wanda."Ada cara lain," gumam Elena sambil menatap tulisannya. "Cara yang tidak akan menarik perhatian.""Cara apa, Nona?"Elena tidak langsung menjawab. Pikirannya kembali ke Paviliun Bunga Teratai, ke lampion merah yang bergoyang, ke musik yang merdu, dan ke tawa-tawa pramuria yang terlatih dalam seni merayu."Besok," katanya akhirnya, "kita akan kembali ke kota. Ada sesuatu yang perlu kuatur."Ratmi menatap Elena dengan mata yang penuh pertanyaan, tetapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Ia sudah cukup lama bersama Elena untuk tahu bahwa ketika Elena membuat keputusan, tidak ada yang bisa mengubahnya.Matahari merekah, mucnul di ufuk Timur, sinarnya tampak hangat di luar jendela.Cahaya keemasan mulai menyusup masuk, menandai dimulainya hari baru. Tetapi bagi E

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Janji Dendam di Bawah Salju.

    Dalam mimpi, Elena berdiri di halaman belakang mansion Jenderal Arka Wirawan. Tempat yang sama di mana tubuh ini pernah tergeletak hampir mati, dikelilingi oleh keluarga yang berkhianat.Salju tipis menutupi tanah, meski Elena tidak merasakan dingin. Obor-obor di pilar batu berkeredap dengan cahaya yang redup, menciptakan bayangan yang bergerak seperti makhluk hidup. Di kejauhan, nama Arka Wirawan terukir di batu besar, tanda kekuasaan yang kini terasa sangat jauh."Kau datang," kata sebuah suara dari belakang.Elena berbalik. Di sana, berdiri seorang gadis muda dengan gaun lusuh yang sudah robek di beberapa bagian. Wajahnya pucat seperti mayat, bibirnya kebiruan, dan matanya yang cekung menatap Elena dengan campuran harap dan putus asa.Elena mengenali wajah itu. Wajah yang ia lihat setiap kali menatap cermin, tetapi dengan ekspresi yang sangat berbeda. Ini adalah Elena yang asli. Pemilik tubuh ini sebelum jiwa dari 2025 masuk dan mengambil alih."Kau," bisik Elena dengan suara yang

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Tubuh yang Bukan Milikku.

    Kereta berderak pelan memasuki gerbang istana ketika senja hampir sepenuhnya tertelan malam. Elena duduk dalam diam, jari-jarinya meraba ujung lengan hanfu hijau mudanya yang kini berdebu tipis dari perjalanan pasar. Matanya menatap kosong ke luar jendela kereta, tetapi pikirannya tidak berada di sana.Lampion merah Paviliun Bunga Teratai masih membayang di retinanya seperti luka bakar yang tidak kunjung pudar. Setiap kali ia berkedip, bayangan itu muncul kembali dengan detail yang menyakitkan: susunan lampion yang rapi, gerbang megah dengan ukiran naga, papan nama yang bertuliskan nama Maya Tanaka dengan tinta emas yang berkilat."Nona," panggil Ratmi dengan suara pelan sambil menyentuh lengan Elena. "Kita sudah sampai."Elena tersentak kecil, seolah baru menyadari bahwa kereta telah berhenti di depan Kompleks Barat. Ia turun dengan gerakan yang lambat, kakinya terasa berat meskipun perjalanan tidak terlalu jauh.Udara malam di kompleks terasa lebih dingin dari biasanya. Kain-kain je

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status