LOGINArya, seorang mahasiswa yang juga pengemudi ojek online, menjalani hidup yang monoton. Namun, di tengah keramaian stasiun, ia bertemu Daisy. Cinta pada pandangan pertama mengubah segalanya, mendorong Arya untuk melangkah keluar dari rutinitasnya. Hubungan mereka bersemi, hingga sebuah pendakian gunung membawa mereka lebih dekat dari yang pernah mereka bayangkan. Namun, kebahagiaan itu hanya sesaat. Daisy menghilang tanpa jejak, meninggalkan Arya dengan pertanyaan yang tak terjawab. Akankah Arya bisa menemukan kembali Daisy dan jawaban yang ia cari?
View MoreStasiun kereta selalu punya cerita. Sore itu, aroma tanah basah dan bising gerbong yang bergesekan menjadi latar bagi Arya yang sedang menanti. Ia menyandarkan ranselnya yang berat, matanya mengamati layar keberangkatan. Tujuan: Yogyakarta ia ingin ke Merbabu. Bukan sekadar mendaki, tapi juga melarikan diri dari rutinitas yang monoton.
Namun, semua itu buyar saat ia melihatnya. Seorang gadis, berdiri tak jauh darinya, sedang memeriksa ponselnya. Rambutnya diikat asal, beberapa helai jatuh menutupi wajahnya yang lelah. Tangannya memegang sebuah tas jinjing dan kantong plastik berisi beberapa barang, sementara tangan kirinya membetulkan tali tas di pundaknya. Ada aura kelelahan dari pundaknya yang melorot, tapi juga keteguhan yang tak bisa disembunyikan. Arya tahu, itu bukan sekadar lelah biasa. Itu lelahnya orang yang berjuang setelah seharian bekerja. Ada senyum tipis di bibirnya, seolah ia baru saja membaca pesan lucu dari seseorang. Arya merasa jantungnya berdebar. Bukan karena ia jatuh cinta, setidaknya belum. Tapi, ada rasa ingin tahu yang tak tertahankan. Siapa dia? "Mau naik kereta yang sama?" tanya Arya, berusaha terdengar santai. Pertanyaan bodoh, ia tahu. Semua orang di peron itu menunggu kereta. Tapi ia tak punya pilihan lain, suaranya keluar begitu saja. Gadis itu menoleh. Matanya yang coklat menatap Arya sejenak, lalu tersenyum ramah. "Iya, tapi sepertinya kita beda tujuan." "Oh, ya," kata Arya, tersenyum. "Kalau begitu, aku harus cepat. Keretaku mau berangkat." Gadis itu ikut tersenyum. Senyum yang sama, ramah tapi sedikit tersembunyi. "Selamat mendaki," katanya dengan suara lembut. "Semoga lancar." "Terima kasih," jawab Arya, merasa sedikit kecewa karena percakapan mereka hanya sebatas ini. "Semoga kamu juga lancar pulangnya." "Iya," balas gadis itu. "Hati-hati." Saatnya naik. Arya melirik ke arah Daisy, ragu. Ia tahu ini mungkin satu-satunya kesempatan. Ia tidak ingin menyesal. "Boleh minta I*******m-nya?" tanya Arya, tanpa pikir panjang. "Oh, iya, boleh," kata Daisy. Dia mengambil ponselnya dan dengan cepat mengetikkan nama akunnya. "Ini, ya," katanya sambil menunjukkan layarnya. "Namanya Daisy, y nya dua pakai angka satu di belakang." "Oke, terima kasih," jawab Arya sambil tersenyum. "Senang bertemu denganmu, Daisy." "Aku juga, Arya. Hati-hati di jalan ya." Daisy membalas dengan senyumnya yang khas, ramah tapi sedikit tersembunyi. Setelah Daisy mengucapkan itu, kereta Arya datang. Dia tidak punya banyak waktu untuk berbicara. Arya pun naik ke dalam gerbong, tetapi matanya tidak lepas dari sosok Daisy hingga kereta perlahan menjauh dari stasiun. Saat itulah, Arya merasa bahwa kehidupannya yang monoton akan segera berubah. Perjalanan ke Merbabu terasa lebih singkat dari yang Arya bayangkan. Di dalam gerbong, ia tidak bisa berhenti memikirkan Daisy. Senyumnya, suaranya, dan betapa lelahnya ia terlihat. Sesampainya di tempat tujuan, ia langsung menyalakan data seluler dan mencari nama I*******m yang diberikan Daisy. Jantung Arya berdebar kencang saat melihat profil Daisy. Ada beberapa foto tentang pekerjaannya dan beberapa foto saat ia bepergian. Arya tidak ragu. Ia menekan tombol "follow" dan mengirim pesan singkat. "Halo Daisy, ini aku Arya yang di stasiun." Ponsel Arya terasa lebih berat dari biasanya. Notifikasi yang diharapkan tak kunjung datang. ia mungkin tidak ada sinyal di gunung, Ia mencoba mengalihkan pikirannya dengan menikmati pemandangan Merbabu, tapi bayangan senyum Daisy di stasiun terus menghantuinya. Setelah dua hari, notifikasi yang ia tunggu tak kunjung datang. Arya kembali ke Jakarta dengan perasaan campur aduk. Ia tidak bisa melupakan Daisy. Ia tidak bisa hanya duduk diam menunggu. Akhirnya, ia memutuskan untuk kembali ke stasiun itu. Berharap ia bisa bertemu lagi dengan Daisy. Ia menunggu, matanya melihat setiap wajah yang melintas, mencari sosok Daisy. Namun, ia harus mengakui bahwa Daisy tidak ada di sana. Hatinya hampa. Ia merasa bodoh karena berharap begitu banyak. Saat ia hendak pulang, sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya. Itu adalah Daisy. "Halo Arya, maaf ya baru balas. Aku harap pendakian kamu menyenangkan." Pesan itu singkat, tapi bagi Arya, itu lebih dari cukup. Ia pun membalasnya. Sejak saat itu, mereka mulai bertukar pesan. Obrolan mereka berlanjut, kadang cepat, kadang lambat. Sesuai dengan keadaan Daisy yang selalu sibuk, balasan darinya selalu datang terlambat. Namun, Arya tidak peduli. Selama ia masih bisa berbicara dengan Daisy, ia akan menunggu.Hari ini begitu cerah, sempurna untuk sebuah pembukaan. Di lantai utama Jakarta Convention Center (JCC), area pameran seni tampak hidup. Pameran The Lingering Bloom, resmi dibuka.Daisy berdiri di samping Aditya dekat pintu masuk ruang pamerannya. Ia mengenakan gaun putih sederhana yang kontras dengan dinding-dinding galeri yang didominasi warna gelap. Lukisan-lukisan itu kini tergantung dengan megah, masing-masing disinari cahaya yang tepat, membuat bunga daisy yang menjadi ciri khasnya seolah bersinar dari dalam kanvas.Sejak pagi, pengunjung terus berdatangan. Mereka adalah para kritikus seni, kolektor, dan pencinta seni, mereka datang untuk melihat lihat.Daisy mendengarkan komentar mereka:"Emosinya nyata... ada duka, tapi juga harapan yang tak tertahankan.""Kontrasnya luar biasa. Biru yang dalam, lalu kuning yang membakar."Daisy merasa puas. Mereka melihat seninya, bukan dramanya.Tiba-tiba, mata Daisy menangkap sosok yang familiar. Di ambang pintu, tampak Anggara. Ia mengenak
Keesokan harinya, kontras antara Basecamp Gunung Prau dan Jakarta Convention Center (JCC) terasa menusuk. Hanya sehari yang lalu, Daisy dikelilingi oleh bunga daisy dan heningnya kabut kini, ia dikelilingi oleh hiruk pikuk pekerja konstruksi pameran, suara bor, dan aroma karpet baru. Daisy berdiri di depan pintu ruang pameran yang masih kosong. Ia mengenakan pakaian kasual, namun matanya memancarkan ketenangan yang baru ia temukan di puncak gunung. "Daisy! Kamu datang!” Aditya menghampirinya, mengenakan kemeja rapi dan membawa clipboard tebal. Senyum Aditya hangat, namun ia terlihat tertekan oleh kesibukan. "Bagaimana solo hiking-nya? Kamu terlihat... berbeda," tanya Aditya, menatap Daisy dengan cermat. "Lebih ringan," jawab Daisy, tersenyum tulus. "Aku siap, Aditya. Aku siap untuk pameran ini.” Mereka segera membahas penataan lukisan. Selama berjam-jam, mereka bekerja dengan tim instalasi, menentukan di mana setiap lukisan akan digantung. Daisy terkesan dengan ketelitian Aditya
Semua lukisan telah dikirim. Studio kini kosong, dan penantian untuk bertemu Aditya serta menghadapi deadline terasa mencekik. Daisy membutuhkan udara gunung, ketenangan, dan terutama, harus kembali ke tempat di mana janji abadi antara dirinya dan Arya pernah diucapkan.Ini adalah solo hiking-nya yang pertama, dan ia melakukannya bukan untuk bersenang-senang, melainkan untuk sebuah ritual perpisahan yang sesungguhnya. Ia membawa tas carrier ringan, berisi peralatan dasar dan sebuah bunga daisy kering yang ia simpan rapi.Pendakian terasa jauh lebih berat tanpa Arya di sisinya. Setiap langkah adalah memori: tawa Arya, pegangan tangannya, dan bisikan janji di bawah bintang-bintang. Saat ia tiba di pos perkemahan terakhir menjelang puncak, ia bertemu dengan seorang pendaki pria yang sedang memasak air. Pria itu tinggi, dengan jaket outdoor, dan wajahnya dipenuhi uap dari masakannya."Pagi, Mbak. Solo hiking juga?" sapa pria itu ramah."Ya, pagi," jawab Daisy, tersenyum tipis. "Saya Dais
Setahun telah berlalu sejak hari yang menghancurkan itu. Musim telah berganti, kampus telah meluluskan angkatan baru, dan bekas-bekas luka perlahan-lahan mulai mengering, meskipun tidak sepenuhnya hilang.Daisy tidak lagi bekerja sebagai pramugari. Ia mengambil cuti panjang dan akhirnya memutuskan untuk berhenti. Kenangan tentang bandara, seragam, dan penerbangan terlalu menyakitkan, selalu mengingatkannya pada Arya dan Rian. Ia kembali ke dunia seni rupa, membuka studio kecil di rumahnya. Ia melukis. Bukan lagi pemandangan ceria seperti dulu, tetapi lukisan-lukisan abstrak yang dipenuhi warna-warna emosi yang gelap dan terang sebuah proses terapi untuk melepaskan duka. Bunga daisy selalu hadir dalam setiap karyanya, sebagai penghormatan abadi untuk Arya.Intan telah lulus kuliah. Ia menolak tawaran pekerjaan di perusahaan besar. Sebaliknya, ia menjadi relawan di sebuah yayasan konseling remaja. Ia menyalurkan perasaannya yang rumit cinta yang tak terbalas, rasa bersalah, dan duka ata
Pagi itu, Daisy bangun dengan perasaan ringan. Ia mengingat kembali pertemuan manisnya dengan Arya semalam, dan senyumnya merekah. Ia mengambil ponselnya, yang sudah ia isi dayanya, untuk menghubungi Arya. Namun, sebelum ia sempat mengetik pesan, sebuah panggilan masuk. Nomor yang tidak dikenal."Halo?" ucap Daisy."Daisy... ini aku, Intan," jawab suara di seberang, terdengar serak."Intan? Ada apa? Kamu terdengar tidak baik-baik saja," tanya Daisy, nadanya cemas."Arya... dia... dia mengalami kecelakaan," ucap Intan, suaranya bergetar.Dunia Daisy terasa berputar. "Apa? Kecelakaan apa? Di mana dia sekarang?""Dia ditabrak mobil. Sekarang dia di rumah sakit. Lukanya serius... dia kritis," isak Intan.Ponsel Daisy jatuh dari tangannya. Kata-kata "kecelakaan" dan "kritis" bergaung di kepalanya. Ia tidak bisa bergerak. Ia tidak bisa bernapas.Sesaat yang lalu, ia masih memeluk Arya. Sesaat yang lalu, mereka masih tertawa. Dan sekarang...Tanpa membuang waktu lagi, Daisy mengenakan jaketn
Rian tidak bisa tidur. Malam itu, bayangan Daisy yang tersenyum di atas motor Arya terus menghantuinya. Ia memutar-mutar ponselnya, melihat foto-foto Daisy di media sosial. Ia begitu terobsesi, hingga tidak bisa menerima kenyataan bahwa ada orang lain yang bisa membuat Daisy bahagia.Keesokan harinya, Rian memutuskan ia harus bertindak. Ia tidak bisa hanya duduk diam dan melihat kebahagiaan itu. Ia merasa Daisy adalah miliknya, dan ia berhak atas perhatian Daisy."Aku akan memberimu pelajaran," gumam Rian, menatap layar ponselnya.Ia mengambil kunci mobilnya dan pergi ke kantor maskapai. Ia tahu ada cara untuk mendapatkan informasi penerbangan Daisy.Ia menemukan bahwa Daisy akan pulang dari penerbangan subuh. Rian memutuskan untuk menunggunya di depan mes pramugari. dan ia akan memastikan bahwa Daisy tahu siapa yang benar-benar peduli padanya.Setelah berbicara dengan Intan, Arya merasa senang. Ia berjalan menyusuri jalan setapak, langkahnya ringan. Ia masih memikirkan Daisy, memimpi






Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments