Share

Tawa di Taman, Api di Kulit

Author: Jimmy Chuu
last update Huling Na-update: 2025-09-17 19:46:04

Bibi Ratmi berlari mengejar dengan napas yang terputus-putus, tangannya menepuk dinding kereta dengan putus asa.

"Tunggu sebentar," kata Elena dengan sopan namun tegas kepada kusir kereta. "Ada urusan yang harus diselesaikan terlebih dahulu."

Para pengawal sempat ragu dan melirik kepada Kasim Lu, mencari persetujuan. Kasim Lu menatap Ratmi sekilas, lalu mengangguk kecil memberikan izin untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan pelayan tua itu.

Ratmi naik ke kereta dengan bantuan pelayan istana lainnya. Begitu berada di dalam, ia langsung berlutut di hadapan Elena dengan mata yang berkaca-kaca.

"Nona yang mulia," kata Ratmi dengan suara terbata-bata karena masih terengah-engah. "Izinkan hamba untuk mengikuti perjalanan Nona. Rumah ini sudah tidak lagi mengenal hamba sejak nyonya yang baik pergi untuk selamanya. Biarkan hamba membasuh teko teh dan menjaga lampu di kamar Nona seperti dulu."

Elena menatap Ratmi dengan lembut, namun ada kilatan tajam di ujung matanya yang menunjukkan b
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Dua Tanda Mata Kecil

    Maya mencoba tetap tenang, namun suaranya terdengar tersendat."Jangan garuk, anak. Mungkin teh ini ada masalah..." Ia menatap cangkir teh dengan curiga, namun segera menyadari bahwa masalahnya bukan pada teh."Ini bukan karena teh, Ibu," bisik Lina dengan suara yang bergetar ketakutan. Ia mulai merasakan bahwa ada sesuatu yang sangat salah dengan kondisi mereka.Seorang pelayan yang melihat keadaan tuan-tuannya langsung panik dan berteriak memanggil tabib.Cermin kecil dari perunggu dipoles cepat diangkat untuk memperlihatkan wajah Maya dan Lina. Pantulan yang mereka lihat membuat mereka terkejut dan ketakutan.Wajah mereka yang biasanya cantik dan mulus kini tampak kusam dengan bercak-bercak gelap yang mengeripik. Kulit yang dulunya halus seperti sutra kini kasar dan bersisik seperti kulit ular yang sedang berganti.Rasa perih dan gatal yang menyiksa membuat mereka tidak bisa berpikir jernih.Maya kehilangan kendali diri sesaat. Tangannya yang gemetar tidak bisa memegang cangkir den

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Tawa di Taman, Api di Kulit

    Bibi Ratmi berlari mengejar dengan napas yang terputus-putus, tangannya menepuk dinding kereta dengan putus asa."Tunggu sebentar," kata Elena dengan sopan namun tegas kepada kusir kereta. "Ada urusan yang harus diselesaikan terlebih dahulu."Para pengawal sempat ragu dan melirik kepada Kasim Lu, mencari persetujuan. Kasim Lu menatap Ratmi sekilas, lalu mengangguk kecil memberikan izin untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan pelayan tua itu.Ratmi naik ke kereta dengan bantuan pelayan istana lainnya. Begitu berada di dalam, ia langsung berlutut di hadapan Elena dengan mata yang berkaca-kaca."Nona yang mulia," kata Ratmi dengan suara terbata-bata karena masih terengah-engah. "Izinkan hamba untuk mengikuti perjalanan Nona. Rumah ini sudah tidak lagi mengenal hamba sejak nyonya yang baik pergi untuk selamanya. Biarkan hamba membasuh teko teh dan menjaga lampu di kamar Nona seperti dulu."Elena menatap Ratmi dengan lembut, namun ada kilatan tajam di ujung matanya yang menunjukkan b

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Perpisahan di Gerbang, Air Mata yang Dipilih

    Pagi merangkak dengan pucat di atas mansion Jenderal Arka Wirawan. Kabut tipis menggantung rendah di antara pilar-pilar batu yang megah, seperti kain sutra transparan yang enggan menyingkap rahasia malam.Lampion kertas yang digantung di sepanjang koridor masih menyisakan jelaga hitam, aromanya bercampur dengan wangi krisan dan dupa tipis yang menguar dari aula leluhur.Di halaman depan mansion, kereta istana berdiri dengan anggun menawan. Bodi kayu mahoni yang dipoles hingga mengkilap dihias dengan ukiran burung hong berlapis emas, lambang kerajaan yang memancarkan kewibawaan.Roda-rodanya telah disapu bersih hingga tidak ada setitik debu yang tersisa. Para pengawal istana berbaris dengan tombak yang berkilau, seragam mereka rapi tanpa cela.Di tengah formasi yang sempurna itu, Kasim Lu berdiri tegak dengan postur yang mencerminkan puluhan tahun pengabdian di istana. Kipas lipat dari gading putih menutupi separuh bibirnya, namun matanya yang tajam memeriksa setiap detail sopan santun

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Berangkat ke Sarang Harimau.

    Elena membalut punggungnya dengan perban steril, lalu memakai kembali hanfu hijau mudanya. Tubuhnya terasa jauh lebih baik dan kuat, siap menghadapi perjalanan panjang ke istana yang berbahaya.Namun pengobatan bukan satu-satunya tujuan Elena membuka ruang spasialnya. Matanya menyapu deretan botol-botol berisi ekstrak tanaman dan bahan herbal terkonsentrasi yang tersimpan di bagian penelitian farmakologi.Di sana ada berbagai macam ekstrak yang bisa digunakan untuk keperluan khusus.Elena mengambil sebuah botol kecil berisi serbuk kecoklatan yang terlihat seperti rempah biasa.Serbuk itu adalah ekstrak jelatang terkonsentrasi yang telah diproses dengan teknologi modern, menghasilkan konsentrasi zat iritan yang sangat tinggi.Dalam dosis tepat, ekstrak itu akan menyebabkan ruam dan luka yang sangat menyakitkan, berlangsung berbulan-bulan, namun tidak mematikan.Elena tersenyum keji sambil mengamati serbuk coklat itu dengan mata yang berkilat jahat.Bayangan wajah Maya dan Lina yang can

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Obat Modern dan Niat Balas Dendam.

    Suara gemuruh roda kereta dan derap kuda terdengar semakin jelas dari halaman depan mansion. Suara itu diikuti oleh langkah-langkah tegas para pengawal istana dan suara kasim Lu yang lantang memerintah persiapan penjemputan."Putri bangsawan dari keluarga terhormat Jenderal Arka Wirawan," teriak kasim Lu dari luar dengan suara yang penuh kewibawaan. "Kereta istana Yang Mulia Pangeran Mahkota sudah siap untuk berangkat."Elena mendengar suara itu dengan tenang, seolah mendengar undangan pesta biasa. Matanya menatap ke arah halaman tempat kereta istana yang megah berhenti dengan dikawal puluhan penjaga berkuda.Pelayan Ratmi berlutut di hadapan Elena dengan mata berkaca-kaca. "Nona, ini adalah kesempatan terakhir. Hamba mohon dengan sangat, mari kita kabur melalui hutan belakang sebelum terlambat."Elena menyentuh kepala Pelayan Ratmi dengan lembut. "Bibi Ratmi yang setia, putri tahu bahwa ayah sedang bertugas di perbatasan utara. Itulah mengapa Maya dan Lina bisa sewenang-wenang sepert

  • Balas Dendam Sang Dokter Ahli Farmakologi   Persiapan dan Ruang Spasial Rahasia.

    Fajar menyingsing dengan cahaya keemasan yang lembut menembus celah-celah jendela kayu tua di kamar sederhana Elena.Sinar matahari pagi yang hangat membentuk garis-garis tipis di lantai batu yang dingin, menciptakan kontras dengan suasana mencekam yang menyelimuti seluruh mansion Jenderal Arka Wirawan sejak dini hari.Elena duduk di tepi tempat tidur kayu yang keras dengan postur tegak seperti patung. Tubuhnya masih terasa nyeri dari luka cambukan kemarin, namun matanya menatap tajam ke arah lemari kayu sederhana yang berdiri di sudut kamar.Lemari itu berisi koleksi pakaian milik Elena yang asli, gadis malang yang tubuhnya kini ditempatinya.Pintu kamar terbuka perlahan dengan bunyi engsel yang berderit pelan. Pelayan Ratmi masuk dengan langkah hati-hati sambil membawa baskom air hangat dan handuk putih yang sudah agak kusam.Wajahnya terlihat pucat dan mata sembabnya menunjukkan bahwa ia tidak tidur semalaman karena kecemasan yang luar biasa."Nona Elena yang mulia," bisik Pelayan

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status