Tiba-tiba salah seorang pasien menjambak rambut Rosemaya. Ia melakukannya hingga kepala Rosemaya terdongak di atas kursi rodanya.
"Ahahaha! Orang gila! Orang gila!" pekik sosok pasien yang menjambaknya. Wanita itu tertawa-tawa dan bergerak mengelilingi Rosemaya.
Rosemaya hanya pasrah diperlakukan seperti itu. Ia lalu menunduk dan menatap kosong kedua tangannya yang tertengadah di atas pahanya.
"Ahahaha! Orang gila! Orang gila!" Kembali pasien itu menghina Rosemaya. Ia terus mengelilingi Rosemaya sambil berulang-ulang menyebutkan kalimat yang sama.
Rosemaya hanya terdiam, terus diam dan pura-pura tak mendengar meski hatinya terasa pedih. Bayangan hidupnya di masa lalu yang begitu sempurna berkelebat di kepalanya. Membuat Rosemaya merasa semua ketidakberuntungan ini begitu menyakitkan namun tetap harus dijalani dengan tabah.
Matanya mengembun menahan tumpuk
Suster Vina bergerak dan terus memeriksa dengan hati was-was. Ia telah sampai di depan pintu ruangan yang setengah terbuka itu. Hampir saja masuk untuk memeriksa bagian dalamnya saat ...."Suster jahat!" Sebuah suara mengagetkan wanita itu. "Suster jahat!" Panggilan itu kembali terulang."Kamu! Lagi-lagi kamu mengganggu! Pergi! Sana pergi! Main dengan yang lain!" seru suster Vina. Ia membalikkan badan dan melihat seorang pasien rumah sakit jiwa menggodanya.Meski kesal ada sedikit kelegaan saat tahu itu hanya salah satu pasien rumah sakit jiwa. Setidaknya tidak ada yang akan percaya apapun yang dikatakan orang gila. Begitu pikir suster Vina tenang.Syukurlah karena pasien itu suster Vina akhirnya tidak jadi masuk dalam ruangan. Ia mengusir pasien itu dan kembali ke ruang ganti perawat. Kali ini tak lupa ia menutup rapat-rapat pintunya. Namun sayang tindakan Suster Vina terlamba
Wanita itu sudah memperhitungkan semuanya. Beberapa hari ini dengan dibantu Tante Hetty, Rosemaya sudah mempelajari kondisi paling tersembunyi dari rumah sakit ini. Ia lalu mempersiapkan semuanya. Ia akan membuat sebuah pertunjukan spektakuler yang akan dikenang oleh semua orang. Rosemaya yakin, kali ini ia akan menarik banyak perhatian khalayak. Sebuah pukulan yang akan membuat seluruh dunia tertarik dan memberikan perhatian padanya. Setidaknya kalau kamu tidak sanggup melakukannya sendiri, kamu harus mengajak seluruh dunia untuk berada di pihakmu.Begitu pikir Rosemaya ketika merencanakan pertunjulannya. "Aku tidak akan mati bunuh diri dengan sia-sia. Aku tak ingin membusuk dan menderira sendirian! Setidaknya jika aku mati, aku akan membuat kalian semua menerima sanksi sosial atas tindakan kalian," batin Rosemaya penuh dendam. Apa sebetulnya rencana Rosemaya? Sungguh
"Aku sesungguhnya hanya wanita rapuh. Aku ingin ketika begitu banyak ujian bertubi-tubi pada hidupku, suamiku mengulurkan tangannya. Memelukku dengan penuh cinta. Bukan malah mengabaikanku dan sibuk dengan bisnisnya saja," isak Rosemaya semakin menyayat hati.Rosemaya sungguh memanfaatkan momen itu agar seluruh dunia berpihak padanya. Ia berusaha agar semua orang tahu kepedihan yang ia rasakan dan menangisi kematiannya. Sungguh ia tak mau hanya mati berkalang tanah, lalu dimakan cacing dan dilupakan begitu saja.Rosemaya menangis sambil bergerak menuju pagar pembatas bangunan rumah sakit. Ia lalu secara dramatis menyayat lehernya dan melompat menjatuhkan diri ke sungai deras yang mengalir tepat di samping rumah sakit jiwa tempat ia dirawat."Selamat tinggal, Leonardo Suniarta. Aku mencintaimu!" pekik Rosemaya sebelum tubuhnya hilang ditelan arus sungai yang sangat deras.Semua orang yang
Mobil SUV milik Leonardo Suniarta melaju memecah malam. Tampak di dalam mobil SUV hitam yang melaju itu, Leonardo Suniarta nampak gusar. Ia menghubungi orang-orang kepercayaannya dan meminta mereka melakukan sesuatu."Cari dan temukan mayatnya. Jangan berhenti sampai dapat! Kita tidak bisa percaya begitu saja Rosemaya telah mati bunuh diri!" tegas Leo lewat panggilan telepon.Bu Gina yang duduk di sampingnya memilih diam dan membuang muka ke arah luar jendela. Matanya nanar menatap bahu jalan yang gelap. Wanita itu seperti sangat terpukul dengan kematian Rosemaya."Mungkin, sebentar lagi kita akan menerima karma kita, Leo," desis Bu Gina dengan air mata menggenang."Ma-maksud ibu bagaimana?" tanya Leo tak kalah cemas."Kita telah membuat Rosemaya harus mendekam sendirian di dalam rumah sakit jiwa. Kita juga telah membuatnya menderita terluka sendirian di dalam sana. Mungkin saat ini ia sedang menuntut balas. Ia mati dengan membawa denda
Sorot kamera tak lagi terelakkan ketika Leonardo Suniarta dan ibunya, Regina Pramesti, turun dari dalam mobil SUV. Tepat di gerbang rumah sakit jiwa tempat Rosemaya dirawat, mereka disambut awak media yang sedang berburu berita."Tuan Suniarta, apakah benar anda menelantarkan istri anda?""Apakah benar anda mengirimnya ke rumah sakit jiwa?""Apa alasan anda melakukannya?""Apakah memang anda tak pernah menjenguknya lagi sehingga ia putus asa dan harus meregang nyawa?"Berbagai pertanyaan dari beberapa wartawan tak digubris oleh Leo. Ia hanya menunduk dan menyembunyikan wajahnya. Lelaki itu berusaha mencari jalan tercepat untuk segera tiba di ruang kepala rumah sakit.Namun jalan mereka tidaklah mulus, Bu Gina dan Leo dihadang awak media yang semakin penasaran dengan sikap diamnya Leo. Mereka tentu saja gemas dan terus mendesak Leo untuk memberi keterangan. 
"Tidak ada malapetaka yang lebih buruk daripada hasrat yang kuat untuk memiliki segalanya."Leo menggemelatukkan giginya sedikit kesal. Hingga sebuah panggilan masuk berbunyi dari telepon pintarnya. Siapa? "Halo! Papa! Papa apa kabar? Mengapa tidak juga menyusul kami berlibur. Aku bosan liburan tanpa Papa?" rengek suara Giovani yang manja terdengar. "Ah ..., Gio! Papa masih sibuk, Nak. Katakan pada Mama untuk tetap tinggal di apartemen dan jaga diri baik-baik. Doakan semoga urusan papa segera selesai. Jadi bisa menjemput Gio dan Mama," ujar Leo. Batinnya yang lelah seketika sirnah karena celotehan Giovani. "Iya, Papa. Ini Mama mau bicara," ujar Giovani."Keluar dan bermainlah dulu di luar, Nak. Ada hal penting yang akan mama bicarakan dengan Papa," ujar Cindy di ujung sana. "Halo," lanjutnya."Ada apa?" tanya Leo."Sampai kapan kami harus terus berada di sini?" tanya Cindy."Bersabarlah, Sayang. Tunggu beritanya mereda dulu. Aku baru saja menyelesaikan urusan dengan pemilik beberap
"Sekuat apapun Kau berusaha menutupi kebenaran. Suatu saat ia akan muncul sendiri ke permukaan."Sosok itu mengambil sebuah dan memasukkannya dalam kantong seragam susternya. Tak berhenti samai di situ, ia terus membukan dan memeriksa setiap sudut locker milik suster Vina untuk menemukan sesuatu. "Astaga! Ya Allah, benar yang dikatakan mendiang Nyonya Rosemaya. Suster Vina ingin berbuat jahat padanya," desis sosok itu lagi. Ia lalu mengambil sebutir pil berwarna putih dalam wadah dan memasukkan kembali ke dalam kantong seragamnya. "Jika benar sama, maka sudah bisa dipastikan suster Vina adalah dalangnya," desisnya sekali lagi. Ia lalu menggelar alas tidurnya sendiri untuk beristirahat. Meski tak tidur ia berusaha memejamkan mata. Ingatannya kembali melayang pada setiap detil kejadian saat Rosemaya melakukan pertunjukan bunuh dirinya. Ia ada di sana, melihat bagaimana depresi dan putus asa, wanita yan
"Ajarkan aku melebur dalam gelap tanpa harus lenyap, merengkuh rasa takut tanpa perlu surut, bangun dari ilusi, namun tak memilih pergi (Rosemaya)."Sepasang mata dengan sorot mata tajam, mengawasi kebersamaan mereka dengan penuh dendam. Pemilik sepasang mata marah itu meninju salah satu pilar di bandara tersebut, kemudian pergi dan menghilang diantara hiruk pikuk orang-orang. Sosok itu melangkah gotai, menahan nyeri yang menjalar dari punggung tangannya yang lagi-lagi terluka. Sungguh dendamnya begitu membara pada seorang Leonardo Suniarta. Lelaki itu, tak akan pernah bisa terima segala perbuatan Leo pada Rosemaya dan orang-orang terdekatnya. Menantu yang diterima dengan tangan terbuka olah Pak Wira Pradja, ayah Rosemaya, telah berkhianat. Sebuah pengkhianatan jahat yang harus di balas dengan setimpal suatu saat nanti."Tuhan tidak tidur, Leo. Aku yakin nanti Kau akan menuai badai dari angin yang Kau buat."***Wanita itu