Share

Dia Sudah Gila

Author: Miss_Rain
last update Last Updated: 2021-09-25 21:38:04

Bagaimana selanjutnya kehidupan Rosemaya setelah ditinggal ibunya? Ke mana juga Leo? Mengapa tak mendampingi istrinya yang sedang begitu kehilangan?

Tanah pemakaman Welly dan Bu Widi masih basah. Rosemaya bersimpuh dan menangis sejadi-jadinya di antara dua gundukan tanah merah tersebut. 

Agama memang melarang kita menangisi mereka yang telah berpulang. Akan menjadi pemberat langkah mereka menuju fase kehidupan di alam selanjutnya. 

Namun kehilangan kali ini adalah pukulan telak yang sangat berat dalam hidup Rosemaya. Perempuan ini harus merasakan duka berkalang nestapa yang mengguncang jiwa. Sungguh begitu dalam kesedihan yang dirasakannya. 

Dua orang dari sumber semangat hidup Rosemaya telah direnggut paksa dari hidupnya. Mereka pergi dan tak akan pernah kembali. 

"Mengapa semua ini begitu beruntun terjadi padaku? Apa salah dan dosaku, ya Allah," keluh Rosmaya di sela isak tangisnya. 

"Sudah, Rose. Berhentilah menangisi mereka di makam. Tak patut kita berbuat demikian," bisik Bu Gina menguatkannya. Wanita itu memapah Rosemaya untuk bangkit dan melangkah meninggalkan area pemakaman. 

Mereka memasuki mobil SUV yang terparkir di depan sebuah TPU tempat Welly dan Bu Widi dikebumikan. Bu Gina mendudukkan Rosemaya di kursi penumpang, di dekat Leo suaminya. Sementara Bu Gina sendiri memilih duduk di sebelah sopir. 

"Lama amat! Aku tidak punya banyak waktu untuk menghadiri pemakaman ini!" tegas Leo sambil berdecak kesal. 

Lelaki itu melirik sinis Rosemaya, lalu kembali sibuk dengan telepon pintarnya. Leo begitu tak sabar sejak tadi. Menunggu prosesi pemakaman bu Widi, ibu mertuanya. 

"Sabarlah, Leo! Istrimu baru saja lehilangan ibunya!" tegas bu Gina.

"Aku sudah janjian dengan klien, Bu! Tidak bisa dibatalkan begitu saja!" tegas Leo berkeras. 

"Kamu ini manusia macam apa? Anakmu meninggal kamu hanya di rumah selama satu hari saja. Selanjutnya kamu bekerja! Terus bekerja tanpa pernah mendoakan anakmu sedikitpun! Sekarang ibuku meninggal! Apa yang ada di kepalamu sampai berkata setega itu padaku!" jerit Rosemaya histeris. 

Wanita itu menarik kerah kemeja Leo dan hampir mencekiknya. Ia mengguncang tubuh kekar Leo dengan segenap tenaganya. 

"Katakan padaku! Kurang sabar apa aku sebagai istrimu?" teriak Rosemaya tepat di muka Leo.

"Rose! Rose! Tenang, Rose!" seru Bu Gina dari bangku depan sambil membalikkan tubuhnya. Ia melerai menantu dan anaknya yang tengah berkelahi. 

Leo menghempas tangan Rosemaya dari kerah bajunya. Ia memandang istrinya semakin kesal. 

"Dia sudah gila, Bu! Kematian anakku dan ibunya membuat jiwanya terguncang!" seru  Leo sinis.

Mendengar pernyataan Leo membuat emosi Rosemaya semakin berkobar. Wanita yang sudah naik pitam itu merangsek naik ke atas tubuh kekar Leo dan mencekiknya.

"Kenapa tidak kamu saja yang mati! Kenapa tidak kamu saja yang mati menggantikan mereka berdua!" jerit Rosemaya sambil beruraian air mata. 

"Argh! Agh!" Leo nampak kesulitan bernafas. 

Entah tenaga dari mana yang membuat cekikan Rosemaya di lehernya Leo begitu kuat. Lelaki bertubuh kekar tersebut sampai tak bisa melepaskan tangan ringkih itu dari lehernya. Padahal kedua tangan yang mencekiknya sangat kurus, hanya tulang berbalut kulit.

"Rose! Hentikan, Rose! Dia suamimu! Hentikan, Nak!" teriak bu Gina panik.

Sopir mobil SUV mereka menghentikan laju kendaraan. Ia turun dari bangku kemudi dan berusaha melerai pasangan suami istri tersebut. 

Namun tenaga Rosemaya seperti tak mengendur. Wanita dengan amarah membara itu semakin menguatkan cekikannya di leher Leo.

"Mati, Kamu! Matiii saja sekarang!" jerit Rosemaya semakin membabi buta. 

"Ya Allah, Rose! Istigfar, Nak! Sing eling!" teriak Bu Gina semakin panik

"Ohok! Agh! Agh!" Leo terlihat semakin tersisksa dan tak bisa bernafas.

"Nyonya, tolong hentikan! Saya mohon, Nyonya," ujar sopir mereka putus asa. 

Lelaki itu berusaha menarik tubuh Rosemaya menjauh. Membantu Bu Gina yang sudah berpindah di bangku belakang dan memegani tubuh Rosemaya.

"Arggghhhhh!!!!!" jerit Rosemaya histeris sambil menghempaskan tubuh Leo hingga terjatuh keluar mobil. 

Tubuh Leo terjungkal menghantam aspal jalanan. Ia nampak tersengal dan membuka dua kancing kemejanya agar dapat bernafas. Stelan jas dan celana hitamnya kotor, terkena debu jalanan. 

"Rose, tenang ya. Istigfar, Nak! Banyak-banyak kamu beristigfar supaya diringankan beban hatinya," bisik Bu Gina yang telah berhasil memeluk Rosemaya. 

Ia membisikkan kalimat-kalimat thayyibah untuk mengagungkan asma Allah agar menantunya itu kembali tenang. Wanita itu tahu Rosemaya sedang dalam kondisi kejiwaan yang cukup terguncang. Kesedihan bertubi-tubi yang dialaminya menorehkan luka batin yang sangat dalam.

Isak tangis Rosemaya tak terbendung. Ia tergugu mengeluarkan semua sesak di dadanya. Ia sedang berduka, sangat terluka, hanya ingin suaminya memeluk dengan penuh cinta dan berkata, "Tenang, semuanya akan baik-baik saja. Ada aku disampingmu sayang."

Namun apa yanh dikatakan Leo sungguh membuat hatinya terluka. Bagai menabur garam pada luka yang masih berdarah. 

"Lihatlah, Bu! Dia sudah tidak waras! Dia sudah gila!" bentak Leo kesal. Lelaki itu telah berhasil bangkit dan membersihkan debu dari stelan jas mahalnya. 

Dalam isak tangisnya Rosemaya sempat memandang Leo penuh dendam. Amarah dalam dadanya kembali membuncah. Nyalang ditatapnya lelaki yang telah bersamanya selama hampir sembilan tahun itu. 

"Bawa pergi dia! Aku akan kembali ke kantor menggunakan mobil lain!" bentak Leo. 

Lelaki itu kemudian sibuk memainkan layar sentuh pada telepon pintarnya dan berusaha menelepon seseorang. 

Sopir mereka melakukan titah Leo tanpa banyak bicara. Segera ia berjalan menutup semua pintu mobil, lalu kembali duduk di balik kemudi. Setelah memasang sabuk pengaman, lelaki itu menoleh ke bangku penumpang dan bersiap menjalankan kendaraan. 

"Bagaimana, Bu? Kita jalan sekarang?" Sopir itu melempar tanya pada Bu Gina. 

"Jalan saja, Pak. Saya takut mereka ribut lagi jika berada dalam satu mobil," titah Bu Gina sambil membuka jendela. "Leo! Kami pulang dulu," pamitnya pada putranya itu.

Lelaki itu mengangguk lalu membuang muka. Seolah sudah sangat muak melihat wajah wanita yang hampir saja membuatnya meregang nyawa.

Samar Rosemaya mendengar suara Leo yang sedang berbicara di telepon. 

"Cindy! Jemput aku di lokasi yang tadi kukirimkan. Wanita gila itu mulai berbahaya dan menyerangku!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Balas Dendam Terindah   Tertangkap Oleh Ben

    "Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Rahasia Mayyanti

    "Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk

  • Balas Dendam Terindah   Terpenjara Diantara Dua Pria

    Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me

  • Balas Dendam Terindah   Kesan Pertama Bersama Ben

    "Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa

  • Balas Dendam Terindah   Rayuan yang Gagal

    Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap

  • Balas Dendam Terindah   Kecemburuan Cindy

    "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status