Share

Musibah Kedua

Penulis: Miss_Rain
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-25 21:37:18

Ada apa sebenarnya?

Mengapa akhir-akhir ini Rosemaya merasa hidupnya sedang terancam. Gangguan kecemasan, insomnia dan tak jarang wanita itu mengalami delusi. Melihat bayangan atau kejadian yang tidak nyata. Semacam halusinasi yang berlebihan. 

Semenjak kematian Welly, Rosemaya memang nampak sangat terguncang. Ia masih menyimpan kecurigaan yang besar bahwa ada orang-orang yang sengaja membunuh putra semata wayangnya itu. 

"Ikhlaskan, Rose. Apapun yang terjadi dalam hidupmu, semua sudah menjadi kehendak sang pencipta," nasihat Bu Widi, ibu kandungnya. Wanita lemah lembut itu terus mendampingi Rosemaya semenjak cucunya meninggal. 

Bu Widi sengaja datang dari Surabaya untuk menghadiri pemakaman cucunya. Sebagai seorang ibu, ia memahami bahwa Rosemaya, putrinya sedang butuh pendampingan.

"Aku tidak bisa mengikhlaskannya begitu saja, Bu! Ibu tahu bagaimana aku memiliki Welly. Ibu tahu bagaimana perjuanganku!" isak Rosemaya tergugu. 

"Ibu tahu, Nak! Percayalah Allah lebih menyayangi Welly," ujar Bu Widi. Ia mengusap pundak Rosemaya yang tengah bersimpuh dalam dekapannya.

"Welly! Ya Allah, Welly anakku! Mengapa kamu pergi meninggalkan bunda, Nak!" tangis Rosemaya sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Wanita itu kerap menangisi kepergian anaknya, meski telah berlalu tujuh hari sejak kematian Welly. 

"Mana Bang Leo, Bu? Apakah dia tidak pulang lagi hari ini?" tanya Rosemaya setelah sedikit reda tangisnya. 

"Suamimu belum pulang sejak dua hari ini. Pamitnya sedang promosi klinik kecantikan kalian. Cabang baru itu sedang ramai, ia tak bisa meninggalkannya begitu saja," jawab Bu Widi. 

Aneh! Bagaimana bisa seorang ayah malah larut dalam kesibukan bekerja dibanding mengurus kematian anaknya? Apakah Leo tidak merasa kehilangan Welly?

Rosemaya meraih gawainya dan mengirim pesan pada suaminya. 

[Malam ini pengajian tujuh harinya Welly. Abang tidak pulang?]

Rosemaya bertanya pada suaminya. 

[Abang sibuk, Rose! Kau urus saja semuanya! Biar nanti abang transfer biayanya. Klinik ketiga kita sedang dalam masa promosi. Tak bisa kita abaikan begitu saja bisnis yang sedang berkembang pesat ini.]

Balasan dari Leo tak urung membuat Rosemaya makin nelangsa. Bagaimanapun ia wanita, ia butuh bahu kekar itu untuk sekedar bersandar. Sekedar berbagi derita karena kematian putra semata wayang mereka. 

"Sudahlah, Rose! Ibu mertuamu juga banyak membantu kita kok. Biarlah Leo sibuk mengurus bisnis kalian. Toh nanti kalau kamu hamil lagi, anak kalian butuh biaya untuk masa depannya," nasihat Bu Widi menenangkan putrinya. 

Rosemaya kembali tergugu dalam pelukan ibunya. 

"Oh iya, Rose. Setelah peringatan tujuh harinya Welly, ibu akan pamit pulang ke Surabaya. Kakakmu, Sastia juga sedang hamil besar dan tinggal menunggu kelahiran. Ibu tidak tega membiarkannya menghadapi persalinan sendirian. Kamu tahu, suami kakakmu juga baru saja meninggal enam bulan yang lalu," ujar Bu Widi panjang lebar.

Berat rasa hati Rosemaya mendengar ucapan Bu Widi tersebut. Sebetulnya ia ingin Bu Widi menemaninya sampai empat puluh hari kepergian Welly. Namun Rosemaya juga menyadari bahwa Sastia, kakaknya, butuh pendampingan sang ibu. 

"Baiklah, Bu. Kalau memang itu yang Ibu inginkan. Maka biar Rose ditemani Ibu mertua saja di sini," ujar Rosemaya berusaha legowo.

"Tak apa, Rose. Nanti Ibu bantu membereskan semuanya. Ada Helen juga kok nanti yang bisa bantu-bantu di sini," usul Bu Gina. Wanita setengah abad lebih itu ikut menimpali saat tak sengaja mendengar obrolan Rosemaya dan Bu Widi. 

"Iya, Bu besan. Saya titip putri saya ya. Maaf kalau putri saya merepotkan," ujar Bu Widi sedikit tak enak. Bagaimana juga ia takut merepotkan besannya itu. 

"Ah, tak apa! Rosemaya sudah saya anggap anak saya sendiri," ujar Bu Gina. 

***

"Tidak! Ya Allah! I-ibu! Ibu ... kenapa harus secepat ini? Mengapa ibu harus menysul Welly? Ajak Rose, Bu! Kenapa ibu pergi sendirian menemani Welly tanpa mengajak, Rose?" jerit batin Rosemaya histeris.

Air mata Rosemaya tumbah ruah. Wanita itu kembali menangis histeris manakala mendapat telepon dari petugas kepolisian bebeapa saat yang lalu. 

"Betul dengan ibu Rosemaya?"

"Iya! Benar, Pak. Ini dengan saya sendiri, Rosemaya."

"Ibu, kamu mohon maaf sebelumnya. Kami harus mengabarkan berita duka ini pada ibu. Mobil travel dengan nomor polisi B 34** SW telah mengalami kecelakaan di jalan tol."

Dunia Rosemaya seketika gelap. Wanita itu merasa dalam kondiai terpuruknya, ia terus saja dihantam masalah bertubi-tubi. Sanggupkah dirinya menghadapi semua ini?

"Ba-bagaimana kejadiannya, Pak? Sa-saya harus ke mana mengurus jenazah i-ibu saya?" tanya Rosemaya yang masih shock atas berita yang baru saja diterimanya.  

"Kejadian di tol Cipali, Ibu. Silahkan ibu mendatangi rumah sakit ASWX. Semua korban kami rujuk ke sana," jawab petugas polis tersebut. 

"Ba-baik, Pak! Saya akan segera ke sana," ujar Rosemaya. 

Perempuan itu berusaha menguatkan diri dan menyeka air matanya yang tak pernah surut. Dipakainya hijab hitam, serasi dengan gamis hitam panjang yang tengah digunakannya, untuk menemui para pelayat yang masih berdatangan menyampaikan bela sungkawa pada Welly. 

"Kamu mau ke mana, Rose?" tanya Bu Gina yang tengah sibuk merapikan beras, minyak dan bahan mentah yang dibawa para pelayat. 

"Bu, Ibu saya baru saja mengalami kecelakaan di tol. Saya akan mengurus jenazahnya untuk dibawa pulang dan dikebumikan," pamit Rosemaya. Wanita itu menghela nafas berat menahan bening air mata yang menyeruak. 

"Rose! Apa maksudnya? Kamu jangan bercanda, Rose!" tegas Bu Gina tak paham.

Bersamaan dengan pertanyaan Bu Gina. Sebuah televisi swasta yang menyala di ruangan tersebut mengabarkan bahwa telah terjadi kecelakaan mobil travel yang menewaskan semua penumpang beserta sopirnya.

"Breaking News! Pemirsa telah terjadi sebuah kecelakaan tunggal di arah jalur tol Cipali. Sebuah mobil travel yang mengangkut tiga orang penumpang dan seorang sopir travel dikabarkan mengalami kecelakaan. Mobil travel lepas kendali dan menghantam bahu jalan. Mobil sempat terguling sehingga tiga penumpang di dalamnya tak dapat diselamatkan. Diduga sopir kendaran mengantuk sehingga tidak mampu menguasai laju kendarannya hingga terjadi kecelakaan."

Tanpa menunggu penjelasan dari Rosemaya, bu Gina langsung mendapatkan berita terakuratnya. 

"Ya Allah, Rose! Cobaan apa lagi yang menimpamu? Mengapa harus seberuntun ini semuanya terjadi?" Wanita itu seketika terisak memeluk Rosemaya. 

Bagaimana selanjutnya kehidupan Rosemaya setelah ditinggal ibunya? Ke mana juga Leo? Mengapa tak mendampingi istrinya yang sedang begitu kehilangan?

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Balas Dendam Terindah   Tertangkap Oleh Ben

    "Gue akan memeriksa legalitas hukum status kepemilikan perusahaan. Gue yakin masih ada hak gue di sana," jawab Mayyanti. "Ya ampun, May. Kenapa, kenapa hidup elo bisa serumit ini. Padahal dulu, kita mulai semuanya dengan bahagia. Beneran ya, uang bisa merubah segalanya," keluh dr. Patricia iba. "Enggak apa-apa, Patric. Semuanya sudah terlanjur bergulir seperti ini. Gue harus tuntaskan semuanya. Bagaimanapun sudah terlalu banyak nyawa yang dikorbankan. Andail Leo enggak serakah dan menghancurkan semuanya, mungkin kami enggak perlu harus sampai seperti ini," ujar Mayyanti sambil menatap dr. Patricia nanar. Mayyanti sengaja berjalan memutar agar tidak ada yang mengawasinya lagi. Semenjak kejadian di klinik dr. Patricia, ia merasa semakin banyak mata-mata yang mengawasinya. Di kantor ia melihat Leo telah memeriksa berkas miliknya di bagian personalia. Pria itu juga semakin intens menghabiskan waktu dengan Mayyanti. Entah apa maksudnya. L

  • Balas Dendam Terindah   Terkuaknya Rahasia Mayyanti

    "Dendam itu menghancurkan hati, sebagaimana racun menghancurkan tubuh."Mayyanti memandang Ben aneh. Dalam hatinya ia berpikir, "Bagaimana Ben bisa tahu aku jijik dengan sikapnya barusan? Apakah dia telah mengenaliku?"Ben membalikkan tubuhnya, pria itu memandang Mayyanti dan tersenyum ramah. "Apakah ada yang bisa kubantu lagi?" tanya Ben. "Tidak, Pak Ruben. Semua sudah siap. Te-terima kasih. Permisi," pamit Mayyanti bergegas pergi. Ben tersenyum penuh arti sambil memandang kepergian Mayyanti memasuki klinik kecantikan yang dikelola oleh dr. Patricia. Pria itu kini sudah sangat yakin dengan firasatnya."Instingku tidak pernah salah untuk dapat mengenalimu," desis Ben. Pria itu meregangkan tubuhnya bersiap memejamkan mata.Sementara Mayyanti merasa jantungnya berdebar-debar. Ada banyak kecemasan yang dirasa saat diperlakukan Ben seperti tadi. Untung saja kali ini ia sangat sibuk sehingga tak punya banyk waktu untuk memikirk

  • Balas Dendam Terindah   Terpenjara Diantara Dua Pria

    Dada Ben terasa sesak, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat. Ia bisa merasakannya. Aura yang sama dalam balutan fisik yang berbeda. Tidak! mata Ben tak akan bisa dibohongi."Mungkinkah, wanita itu ...?" Ben tak berani berspekulasi lebih jauh. Ia hanya diam dan terus mengamati. Belum saatnya untuk mengambil kesimpulan. Lebih baik diam dan mengamati.Ketika duduk di mejanya, Ben terus mengawasi Mayyanti. Kewaspadaan dalam dirinya seketika meningkat dua kali lipat. Ada rasa penasaran yang belum terpuaskan dalam diri seorang Ruben."Kau pesan apa, Mayya?" tanya Leo ramah. Ia mengangsurkan buku menu pada Mayyanti."Samakan dengan pesanan Tuan saja," jawab Mayyanti kikuk. Entah mengapa sejak bersirobok dengan Ben, Mayyanti jadi merasa tidak nyaman.Mayyanti dan Leo duduk pada sebuah meja yang berbeda dengan Ben. Membuat Ben lebih mudah mengawasi gerak-gerik mereka dengan lebih teliti. Ben tidak makan, hanya terus me

  • Balas Dendam Terindah   Kesan Pertama Bersama Ben

    "Kau bisa menipu semua orang, membungkus rapi dirimu dengan segala penyamaran terbaikmu, tapi aku tak akan pernah tertipu (Ben)."Mayyanti jadi makin dilema dibuatnya. Sesungguhnya ia tak nyaman. Namun menolak Leo dalam posisi seperti ini adalah hal yang mustahil. Mau tak mau Mayyanti jadi harus menurut dan mengikuti kehendak Leo. Ia mengangguk dengan setengah hati pada Leo yang menunggu jawaban sambil tetap menjaga jarak.'Tenanglah, ini hanya sebuah makan malam.' Mayyanti menenangkan diri di tengah kerisauan yang meliputinya. Mengingat bagaimana Cindy begitu cemburu pada sekretaris sang suami itu, Mayyanti merasa harus berhati-hati."Ayo, Mayya. Aku sudah sangat lapar.""Baik, Tuan. Saya jalan di belakang Anda." Mayyanti mengekor Leo. Sengaja menjaga jarak agar mereka tak terlihat sedang berjalan beriringan.Leo lalu mengajaknya turun ke lantai basement menuju parkiran mobil. Di sa

  • Balas Dendam Terindah   Rayuan yang Gagal

    Namun kali ini berbeda. Leo bergeming dan tak merespon Cindy sama sekali. Pria itu dingin dan tetap sibuk dengan dokumen-dokumennya. Bahkan bagian tubuh Leo yang seharusnya bangkit juga tak terlihat bangkit. "Pulanglah, Cindy! Aku benar-benar sangat sibuk dan tidak punya waktu. Aku janji setelah lembur, besok akan membawamu dan Giovani jalan-jalan," tolak Leo tetap teguh pada pendiriannya. Cindy mencebik kesal. Ia lalu melihat pintu ruang kerja Leo sedikit terbuka dan Mayyanti akan mengetuknya untuk minta ijin masuk. Sekonyong-konyong Cindy langsung mendekap kepala Leo dan melumat bibir itu penuh gelora. Leo yang diserang begitu panas jadi merasa berkewajiban membalas. Terjadilah pertukaran saliva dengan ritme yang menggelora. Mayyanti yang hampir mengetuk pintu jadi mengurungkan niatnya. Wanita itu menjadi jijik melihat tingkah istri bosnya yang norak dan kampungan itu. Bagaimana bisa, di kantor, mereka melakukan hal seperti itu?"Ap

  • Balas Dendam Terindah   Kecemburuan Cindy

    "Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah untuk wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik pula (QS : An-Nur, 26)."Leo yang sempat melihat mata sekretaris barunya itu sembab karena habis menangis menjadi tersentuh hatinya. Ada gelombag rasa bersalah tak biasa yang menghantam jantungnya. Mengapa?Mayyanti meninggalkan pasangan suami-istri tersebut begitu saja. Hatinya perih diperlakukan begitu kejam oleh sang nyonya yang cemburu. Apakah serendah itu dirinya dihadapan wanita kaya istri bosnya tersebut?Pandangan mata Mayyanti memburam oleh genangan air mata yang tak terbendung lagi. Setetes hangat mengalir di pipinya. Namun segera diusap oleh punggung tangan karena takut akan ada yang melihatnya menangis."Kau kenapa, Mayya? Apa kau habis menangis?" tanya Hiro yang tiba-tiba datang

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status