Share

Musibah Kedua

Ada apa sebenarnya?

Mengapa akhir-akhir ini Rosemaya merasa hidupnya sedang terancam. Gangguan kecemasan, insomnia dan tak jarang wanita itu mengalami delusi. Melihat bayangan atau kejadian yang tidak nyata. Semacam halusinasi yang berlebihan. 

Semenjak kematian Welly, Rosemaya memang nampak sangat terguncang. Ia masih menyimpan kecurigaan yang besar bahwa ada orang-orang yang sengaja membunuh putra semata wayangnya itu. 

"Ikhlaskan, Rose. Apapun yang terjadi dalam hidupmu, semua sudah menjadi kehendak sang pencipta," nasihat Bu Widi, ibu kandungnya. Wanita lemah lembut itu terus mendampingi Rosemaya semenjak cucunya meninggal. 

Bu Widi sengaja datang dari Surabaya untuk menghadiri pemakaman cucunya. Sebagai seorang ibu, ia memahami bahwa Rosemaya, putrinya sedang butuh pendampingan.

"Aku tidak bisa mengikhlaskannya begitu saja, Bu! Ibu tahu bagaimana aku memiliki Welly. Ibu tahu bagaimana perjuanganku!" isak Rosemaya tergugu. 

"Ibu tahu, Nak! Percayalah Allah lebih menyayangi Welly," ujar Bu Widi. Ia mengusap pundak Rosemaya yang tengah bersimpuh dalam dekapannya.

"Welly! Ya Allah, Welly anakku! Mengapa kamu pergi meninggalkan bunda, Nak!" tangis Rosemaya sambil menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak. Wanita itu kerap menangisi kepergian anaknya, meski telah berlalu tujuh hari sejak kematian Welly. 

"Mana Bang Leo, Bu? Apakah dia tidak pulang lagi hari ini?" tanya Rosemaya setelah sedikit reda tangisnya. 

"Suamimu belum pulang sejak dua hari ini. Pamitnya sedang promosi klinik kecantikan kalian. Cabang baru itu sedang ramai, ia tak bisa meninggalkannya begitu saja," jawab Bu Widi. 

Aneh! Bagaimana bisa seorang ayah malah larut dalam kesibukan bekerja dibanding mengurus kematian anaknya? Apakah Leo tidak merasa kehilangan Welly?

Rosemaya meraih gawainya dan mengirim pesan pada suaminya. 

[Malam ini pengajian tujuh harinya Welly. Abang tidak pulang?]

Rosemaya bertanya pada suaminya. 

[Abang sibuk, Rose! Kau urus saja semuanya! Biar nanti abang transfer biayanya. Klinik ketiga kita sedang dalam masa promosi. Tak bisa kita abaikan begitu saja bisnis yang sedang berkembang pesat ini.]

Balasan dari Leo tak urung membuat Rosemaya makin nelangsa. Bagaimanapun ia wanita, ia butuh bahu kekar itu untuk sekedar bersandar. Sekedar berbagi derita karena kematian putra semata wayang mereka. 

"Sudahlah, Rose! Ibu mertuamu juga banyak membantu kita kok. Biarlah Leo sibuk mengurus bisnis kalian. Toh nanti kalau kamu hamil lagi, anak kalian butuh biaya untuk masa depannya," nasihat Bu Widi menenangkan putrinya. 

Rosemaya kembali tergugu dalam pelukan ibunya. 

"Oh iya, Rose. Setelah peringatan tujuh harinya Welly, ibu akan pamit pulang ke Surabaya. Kakakmu, Sastia juga sedang hamil besar dan tinggal menunggu kelahiran. Ibu tidak tega membiarkannya menghadapi persalinan sendirian. Kamu tahu, suami kakakmu juga baru saja meninggal enam bulan yang lalu," ujar Bu Widi panjang lebar.

Berat rasa hati Rosemaya mendengar ucapan Bu Widi tersebut. Sebetulnya ia ingin Bu Widi menemaninya sampai empat puluh hari kepergian Welly. Namun Rosemaya juga menyadari bahwa Sastia, kakaknya, butuh pendampingan sang ibu. 

"Baiklah, Bu. Kalau memang itu yang Ibu inginkan. Maka biar Rose ditemani Ibu mertua saja di sini," ujar Rosemaya berusaha legowo.

"Tak apa, Rose. Nanti Ibu bantu membereskan semuanya. Ada Helen juga kok nanti yang bisa bantu-bantu di sini," usul Bu Gina. Wanita setengah abad lebih itu ikut menimpali saat tak sengaja mendengar obrolan Rosemaya dan Bu Widi. 

"Iya, Bu besan. Saya titip putri saya ya. Maaf kalau putri saya merepotkan," ujar Bu Widi sedikit tak enak. Bagaimana juga ia takut merepotkan besannya itu. 

"Ah, tak apa! Rosemaya sudah saya anggap anak saya sendiri," ujar Bu Gina. 

***

"Tidak! Ya Allah! I-ibu! Ibu ... kenapa harus secepat ini? Mengapa ibu harus menysul Welly? Ajak Rose, Bu! Kenapa ibu pergi sendirian menemani Welly tanpa mengajak, Rose?" jerit batin Rosemaya histeris.

Air mata Rosemaya tumbah ruah. Wanita itu kembali menangis histeris manakala mendapat telepon dari petugas kepolisian bebeapa saat yang lalu. 

"Betul dengan ibu Rosemaya?"

"Iya! Benar, Pak. Ini dengan saya sendiri, Rosemaya."

"Ibu, kamu mohon maaf sebelumnya. Kami harus mengabarkan berita duka ini pada ibu. Mobil travel dengan nomor polisi B 34** SW telah mengalami kecelakaan di jalan tol."

Dunia Rosemaya seketika gelap. Wanita itu merasa dalam kondiai terpuruknya, ia terus saja dihantam masalah bertubi-tubi. Sanggupkah dirinya menghadapi semua ini?

"Ba-bagaimana kejadiannya, Pak? Sa-saya harus ke mana mengurus jenazah i-ibu saya?" tanya Rosemaya yang masih shock atas berita yang baru saja diterimanya.  

"Kejadian di tol Cipali, Ibu. Silahkan ibu mendatangi rumah sakit ASWX. Semua korban kami rujuk ke sana," jawab petugas polis tersebut. 

"Ba-baik, Pak! Saya akan segera ke sana," ujar Rosemaya. 

Perempuan itu berusaha menguatkan diri dan menyeka air matanya yang tak pernah surut. Dipakainya hijab hitam, serasi dengan gamis hitam panjang yang tengah digunakannya, untuk menemui para pelayat yang masih berdatangan menyampaikan bela sungkawa pada Welly. 

"Kamu mau ke mana, Rose?" tanya Bu Gina yang tengah sibuk merapikan beras, minyak dan bahan mentah yang dibawa para pelayat. 

"Bu, Ibu saya baru saja mengalami kecelakaan di tol. Saya akan mengurus jenazahnya untuk dibawa pulang dan dikebumikan," pamit Rosemaya. Wanita itu menghela nafas berat menahan bening air mata yang menyeruak. 

"Rose! Apa maksudnya? Kamu jangan bercanda, Rose!" tegas Bu Gina tak paham.

Bersamaan dengan pertanyaan Bu Gina. Sebuah televisi swasta yang menyala di ruangan tersebut mengabarkan bahwa telah terjadi kecelakaan mobil travel yang menewaskan semua penumpang beserta sopirnya.

"Breaking News! Pemirsa telah terjadi sebuah kecelakaan tunggal di arah jalur tol Cipali. Sebuah mobil travel yang mengangkut tiga orang penumpang dan seorang sopir travel dikabarkan mengalami kecelakaan. Mobil travel lepas kendali dan menghantam bahu jalan. Mobil sempat terguling sehingga tiga penumpang di dalamnya tak dapat diselamatkan. Diduga sopir kendaran mengantuk sehingga tidak mampu menguasai laju kendarannya hingga terjadi kecelakaan."

Tanpa menunggu penjelasan dari Rosemaya, bu Gina langsung mendapatkan berita terakuratnya. 

"Ya Allah, Rose! Cobaan apa lagi yang menimpamu? Mengapa harus seberuntun ini semuanya terjadi?" Wanita itu seketika terisak memeluk Rosemaya. 

Bagaimana selanjutnya kehidupan Rosemaya setelah ditinggal ibunya? Ke mana juga Leo? Mengapa tak mendampingi istrinya yang sedang begitu kehilangan?

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status