Share

Balas Dendam Terindah
Balas Dendam Terindah
Penulis: Miss_Rain

Tragedi Pertama

"Tidak! Tidak! Jangan! Tolong!" jerit Rosemaya histeris. 

Wanita tiga dasawarsa itu terbangun dengan wajah kusut masai. Ia mengusap peluh yang menetes di pelipisnya. Membuat anak rambutnya terjuntai basah berantakan.

"Kau kenapa, Rose?" tanya Leo. Suaminya yang ikut terbangun karena teriakan Rosemaya. 

"A-aku ... aku! Entahlah, Bang! Sepertinya aku mimpi buruk," jawab Rosemaya tergagap. Nyawanya masih belum terkumpul sempurna.

Ia memang seperti mengalami mimpi, namun nampak begitu nyata. Ia yakin dirinya belum tertidur dan sedang menyesap minuman hangat di meja makan rumahnya. Namun mengapa tiba-tiba ia terbangun dan sudah bersimbah peluh di atas ranjang tidurnya?

"Tidurlah, Rose! Ini masih sangat malam. Kita butuh beristirahat untuk bisa keraktivitas esok hari," ujar Leo. Lelaki itu kembali menarik selimut dan tidur sambil membelakangi istrinya. 

Ah ... ya! Leo benar, mereka harus segera tidur. Besok adalah hari besar bagi perusahaan mereka. Sebuah usaha yang dirintis berdua dari nol. 

Rosemaya lalu membaringkan kembali dirinya di atas ranjang empuk nan mewah di kamarnya. Sambil berusaha memejamkan mata, ia mengatur nafas dan merilekskan pikirannya. 

"Hihihihi!" Sekilas terdengar tawa lirih di telinganya.

Rosmaya yang sudah hampir tertidur kembali membelalakkan mata. Ia tak percaya dengan pendengarannya. Namun suara itu, meski samar namun masih jelas terdengar di telinganya.

"Su-suara apa itu?" tanya Rosmaya dalam hati. Ia kembali terduduk dan menyapukan pandangan ke setiap sudut ruangan. Berusaha mencari tahu dari mana asak tawa terkikik yang baru saja didengarnya. 

Hening, sepi ... tak ada suara tawa terdengar. Kamarnya yang temaram nampak tenang. Tak ada kejanggalan yang mungkin terlihat setelah tawa itu. 

Setelah dua kali memeriksa dengan pandangan matanya, Rosmaya kembali membenamkan diri dalam selimut. Ia kembali berusaha nenenangkan diri agar suaminya tidak terbangun dan mengomeli.

"Hihihihihi! Rosssse!"

Lagi-lagi sebuah tawa lirih mengerikan, kali ini disertai sebutan pada namanya. 

"Ada apa ini? Mengapa aku seperti dihantui begini?" batin wanita itu was-was. 

Rosemaya melirik Leo suaminya. Lelaki itu nampak pulas di balik selimut yang membungkus 5/6 tubuhnya. Menyisakan kepala yang menyembul disertai dengkuran halus. 

"Bukan, bukan Leo yang sedang mengerjaiku. Ah ... aku tidak mungkin membangunkannya untuk alasan tak logis seperti ini," keluh Rosemaya.

Wanita itu terus memutar otak. Bagaimana agar ia bisa menemukan dari mana asal suara tawa yang membuatnya terus-terusan terjaga. 

Lama-kelamaan Rosemaya tak tahan dan menyibak selimut tidurnya. Ia bangkit dan berjinjit, berjalan mengelilingi kamar luas nan mewah suami-istri itu untuk memeriksa. 

"Aduh!" pekik Rosmaya. Tiba di dekat jendela, kakinya menginjak sesuatu sehingga membuat ia terpekik kaget. 

Wanita itu menunduk memeriksa. Sebuah benda lembek dan lengket membuat jemari kakinya kotor. Apa itu?

"Tanah kuburan dan kembang tujuh rupa?! Ya Allah apa ini?" Rosemaya terkaget-kaget dan gegas berlari membangunkan suaminya.

"Bang! Bang! Bangun, Bang! Bang Leo! Bangun!" seru Rosemaya terburu-buru. Ia goncangkan tumbuh Leo sekencang-kencangnya.

Pria itu terbangun dan memandang tajam ke arahnya.

"Ada apalagi, Rose?" bentak Leo setengah berteriak. Ia begitu kesal istirahatnya berkali-kali diganggu istrinya.

"Bang! Lihatlah! Lihatlah di jendela! Ada yang meletakkan tanah kuburan dan kembang tujuh rupa!" pekik Rosemaya panik. Ia hampir menangis menahan ketakutan. Diseretnya tubuh Leo mendekat menuju jendela. 

"Diam di situ! Biar aku yang memeriksa!" tegas Leo. Ia memerintahkan istrinya duduk di tepi ranjang. 

Lelaki berdarah batak itu dengan kesal gegas menuju lokasi yang ditunjuk istrinya dengan histeris tadi. 

"Ahhh! Ini hanya slime Rose! Mungkin mainan Welly yang belum sempat dibersihkan!" tegas Leo. Wajahnya merah padam menahan emosi.

"Slime? Hanya slime?" tanya Rosemaya tak percaya. Ia mendekati suaminya yang tengah berjongkok mengambil benda itu.

Leo bangkit dan menunjukkan seonggok benda lembek yang berkilau diterpa sinar bulan dari luar jendela kamar mereka.

Rosemaya membelalak tak percaya. Bukan! Bukan benda itu yang beberapa saat lalu diinjaknya dan membuat wanita itu ketakutan. 

"Sudahlah, Rose! Sekali lagi kukatakan padamu jangan membuat keributan dan mari tertidur dengan tenang. Besok adalah hari yang besar untuk perusahaan kita!" tegas Leo. 

Ia membimbing istrinya kembal ke peraduan mereka dan menidurkan Rosemaya dalam pelukan hangatnya. 

"Tidurlah, sayang! Kumohon jangan lagi mengganggu. Aku lelah, Rose!" tegas Leo penuh penekanan. 

Leo tak peduli wajah Rosemaya yang pucat pasi, dengan menyimpan banyak misteri. Wanita itu yakin sekali tentang apa yang dilihatnya, tetapi tak dapat lagi banyak protes pada suaminya. 

Malam ini, dia sudah dua kali membuat keributan. Keributan selanjutnya tak akan membuat Leo senang. 

Leo mengecup lembut dahi Rosemaya sebelum kembali memejamkan mata.

Rosemaya hanya berbaring, matanya tak bisa terpejam dan kantuknya sudah hilang. Ia, merasa sangat was-was malam ini. Seperti ada sebuah firasat yang membuatnya tetap terjaga. 

***

Petugas kepolisian membawa jenazah Welly untuk diautopsi. Bocah enam tahun itu ditemukan mati tenggelam dalam bath tub kamar mandi. Tubuhnya setengah tertelungkup, terendam air bath tube yang diisi penuh. 

"Tidakkk! Ya Allah, Welly! Tidak Nak! Jangan tinggalkan bunda! Bunda tidak bisa hidup tanpa kamu, Nak!" tangis histeris Rosemaya mengiringi kepergian petugas forensik membawa jenazah Welly. 

"Sabar, Rose! Sabar, kamu harus ikhlas. Ini sudah takdir Allah," ujar Bu Gina mertuanya. Wanita itu memegangi tubuh Rosemaya yang terus-terusan meronta-ronta ingin memeluk jenazah Welly, anak semata wayangnya. 

"Bagaimana aku bisa sabar, Bu! Itu jasad anakku! Anakku baru saja meninggal dengan cara tidak wajar!" tegas Rosemaya tak terima.

Drama keluarga itu menjadi tontonan asisten rumah tangga dan beberapa karyawan yang berkumpul di sana. Mereka sejatinya akan berpesta. Merayakan syukuran atas dibangunnya klinik kecantikan cabang ketiga  milik Rosemaya dan Leo. 

Beberapa orang memandang Rosemaya iba, tak tega melihat wanita tiga puluh tahun itu kehilangan putranya. Beberapa dari mereka nampak berbisik, berspekulasi bagaimana bocah enam tahun itu bisa ditemukan di kamar mandi dalam kondisi begitu mengenaskan. 

"Ini tidak wajar! Anakku tidak mungkin mati karena kecelakaan! Pasti ada orang yang mencelakainya!" jerit Rosemaya tak terima. Ia masih histeris dalam dekapan Bu Gina. 

Ada apa sebenarnya?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status