Dari kejauhan kabut putih yang menyelimuti permukaan laut perlahan memudar. Air yang tadinya tenang mendadak bergelombang. Terdengar suara kapan yang di perkirakan cukup besar. Mingyu sudah memberi aba-aba untuk bersiap. Naluri rubahnya sudah memberi insting kalau musuh mereka bukan sembarang.Mingyu melihat jauh ke arah laut, tampak seorang pria dengan tubuh tegap memakai topeng dan jubah yang berkibar di tabrak angin.Mata Mingyu menyipit, berusaha melihat dengan jelas keadaan kapal dan mencari tau seberapa banyak musuh yang akan mereka lawan. Kembali dia tercengang.'Tidak ada satu prajurit pun!?'"Ada apa?" tanya Jieun yang melihat ekspresi terkejut Mingyu."Apa kau merasakan hal yang sama?""Ya ... sepertinya akan ada mayat hidup lagi," jawab Jieun enteng."Tali di kapal tidak ada prajurit sedikit pun," jawab Mingyu kebingungan."Atau jangan-jangan ..." Jieun menoleh kebelakang, tepat seperti dugaannya. Mereka sudah di kepung. Di belakang mereka sudah berbaris banyak orang denga
Ling berusaha meronta, tali tali mantra yang melilit tubuhnya cukup kuat. Wanita ini lebih memilih mati terjatuh dari ketinggian seribu kaki dari pada harus menikah dengan pria jahat seperti Raja Iblis itu.Rakyatnya sudah menderita puluhan tahun, banyak wanita yang tak bersalah merenggang nyawa demi ritual gila. Itu semua karena rencana keji orang tersebut.Ling menatap kebawah, dia bisa melihat hutan yang cukup lebat. Sepertinya hutan ini tidak pernah di jamah melihat tidak ada sama sekali jalanan setapak.Dasar pegunungan ini adalah hutan Kematian, konon katanya saat seorang masuk ke dalam hutan ini tidak akan keluar selamanya. Hutan yang lebih menyeramkan dari hutan Iblis yang pernah ling jamah.Otaknya berpikir keras, kenapa orang seperti Raja Iblis masih di beri hidup. Meskipun hutan ini cukup mengerikan, wanita itu merasa kalau hukumannya kurang adil.Ujung mata Ling mulai melihat sebuah rumah kecil yang minim penerangan. Rumah itu terbuat dari kayu dan di hiasi oleh beberapa ta
Jieun mengayunkan pedangnya, beberapa mayat hidup yang berjajar di depannya seketika tumbang. Kepala mereka menggelinding, terpisah dari tubuhnya.Tubuh Wanita dengan pedang yang di cengkramnya di penuhi cairan hitam lekat dan berbau amis. Ujung matanya menatap jauh ke arah pria yang juga sibuk dengan musuhnya.Sudah dua jam mereka bergelut dengan musuh yang tak kunjung habis. Mingyu melempar pandangan ke arah Jieun. Wanita itu mulai melemah karena di gempur habis-habisan.Bahkan inti jiwa mereka tak mampu menahan sekitar seratus mayat hidup yang menyerang. Karena khawatir, Mingyu segera mendekati Jieun."Kau baik-baik saja?" tanya Mingyu dengan tatapan penuh kasih."Sepertinya Ling dalam keadaan tidak baik-baik saja," jawab Jieun menatap Mingyu penuh arti.Pria itu berpikir keras. Dia tau apa maksud wanita tersebut, tapi keadaan ini tidak bisa membuat mereka untuk pergi. Semua musuhnya seolah ingin membunuh mereka perlahan.Orang yang berdiri di atas kapal dengan kekuatan iblis menyel
Mendengar ancaman Mingyu, Whenchen tertawa mengejek. Meskipun rubah itu melawannya sekuat tenaga, hasilnya akan tetap sama. Kemenangan akan ada di tangannya. Whenchen mengangkat pedangnya yang di susul oleh Mingyu. Keduanya bertarung dengan sengit. Dada siluman rubah itu mulai terasa nyeri akibat luka yang tak kunjung sembuh.Karena rasa nyeri itu Mingyu tidak bisa fokus dengan peperangan. bebertapa kali tubuhnya terkena tebasan pedang musuh.Baju zirah yang melindunginya mulai koyak terkena sayatan pedang berkali-kali. Whenchen sdemakin di atas awan melihat keadaan musuhnya."Dimana kesombonganmu itu hah? kau bahkan tidak bisa mengalahkan iblis kecil sepertiku." kekeh Whenchen.Mingyu terkapar di tanah dengan noda merah yang menghiasi tubuhnya. Rubah itu sudah lemah tak berdaya tapi Whenchen masih saja menyiksanya dengan menghantamnya denngan tendangan.Beberapa kali Mingyu terbatuk dan mengeluarkan darah segar. Pria lemah tak berdaya tersebut sudah pasrah dengan segala yang terjad
Longwei masih duduk mematung di lembah jiwa siluman. Matanya masih fokus menatap kunang-kunang yang beterbangan. Pemandangan ini membawanya kembali pada masa dimana dia dan Mingyu menghabisakan waktu bersama."Setelah Geming dan Qixuang ... Kenapa harus Mingyu dan Ling? Kenapa semua orang yang berada di dekatku selalu mendapatkan kesialan?" Otak Longwei kacau saat ini. Keputusasaan mulai menyelimuti jiwanya, percuma dia diberi kesempatan reinkarnasi namun selalu kehilangan orang yang dia sayangi.Setelah selesai berdamai dengan diri sendiri. Pria itu bangkit dan pergi dari lembah jiwa. Naga hitam itu terbang melewati awan dan masuk ke alam manusia.Bisa di tebak, kemana dia pergi. Naga itu terbang mengelilingi sebuah gunung dan perlahan mendarat di sebuah lembah. Di sana dia melangkah melewati jalanan setapak yang membawanya di sebuah tempat.Sebuah tempat tersembunyi, tidak sembarang orang bisa masuk kesini. Longwei membaca mantra. Dinding mantra tipis di hadapannya perlahan terbuka.
Ling duduk di bebatuan tepi sungai. Tempat ini tidak jauh dari rumahnya di tengah hutan. Dia sering datang kemari saat hatinya terasa sepi. Dulu dia sering berdoa untuk bertemu dengan orang yang amat dicintainya. Sepuluh tahun terakhir sangat berat. Tinggal serumah dengan pembunuh sang Ayah, sangatlah menyesakkan.Namun saat itu tiba ... Entah mengapa perasaan rindu itu hambar. Terlebih saat dia mendengar kabar kalau sang Ibu juga tewas karena prajurit iblis. Semuanya terhempas entah kemana.Meskipun Raja iblis adalah orang yang berbeda sekarang, tetap dia dalang di baling semua ini."Bagaimana kabarmu?" tanya Ling datar."Seperti yang kau lihat," jawab Longwei tersenyum kecut.Terdengar helaan napas panjang. Ada banyak cerita yang ingin dia ceritakan pada Ling. Tapi saat ini dirinya lebih sibuk berdamai dengan kenyataan. Melihat Ling bersama orang lain membuat hatinya perih.Padahal dia telah mengetahui ini sebelumnya. Hanya saja, dia tidak menyangka akan sesakit ini."Setiap hari a
Raja Iblis Donghae duduk di tepi ranjang. Matanya menatap lantai yang terbuat dari kayu. Pria itu memang duduk di kamar tapi tidak dengan isi kepalanya.Semua pertanyaan selama ini terungkap. Apa alasan mengapa Ling tidak pernah menerima apapun pemberitaannya.Dia memang suaminya, tapi kenyataannya jauh dari itu. Mereka hidup seperti orang asing. Jarang mengobrol, tidak pernah saling bercanda, bahkan tidur sekamar. Dulu Donghae pikir memang sikap Ling demikian, karena memang dia sadar kalau dia baru sadar dari tidur panjangnya.Rahasia sebesar ini ... Ling tidak pernah menceritakan hal menyesakkan tersebut. Andai dia tau sebelumnya, pasti Donghae akan memilih pergi.Suara pintu di ketuk, Ling datang. Sama seperti biasanya, wanita itu membawa senapan obat dan duduk di samping Donghae."Kenapa kau masih merawatku?" tanya Donghae pedih."Mau atau tidak terserah aku, ini hidupku dan aku yang akan mengambil keputusan.""Tidak semua keputusan bisa di terima orang lain,""Bahkan kita harus
Wencheng duduk di singgasana kebesarannya. Mata tajamnya tertuju pada para panglima perang yang menekuk lututnya memberi salam kehormatan."Kita harus mempersiapkan diri untuk peperangan besar," ucap Wencheng tegas."Sebelumnya kita kalah melawan Dewa perang sampai Raja Iblis ....""Diam!!!" bentak Wencheng."Sekarang akulah Raja Iblis, Donghae hanya Iblis yang tidak berguna. Kaum kita harus menanggung malu pada dunia!" lanjut Wencheng mengepalkan tangannya kuat.Enam panglima perang iblis saling bertatapan. Sejujurnya mereka belum siap menghadapi tentara langit yang akan menyerang.Peperangan terakhir sudah menghabiskan setengah pasukan. Raja Iblis yang memiliki kekuatan besar saja bisa kalah dengan inti jiwa naga, apalagi Wencheng yang hanya memiliki sebagian kekuatan iblis."Maaf Raja, kami tidak bisa mengangkat senjata. Ini terlalu beresiko. Bisakah kita ke tempat Raja Iblis dan membawanya kembali?" ucap salah satu panglima dengan suara lirih.Crasss ...Kilatan petir keluar dari