Share

Bab 3 - Meminjam Uang

Keluarganya Nadine tidak meminta pendapat Nadine lebih lanjut soal mengenai perceraiannya dengan Aliando, karena mereka pikir Nadine pasti akan setuju.

Pukul sepuluh lebih, kerabatnya Nadine baru pulang. Termasuk Alex yang pulang bersamaan dengan mereka.

Aliando, Nadine, Kinanti dan Arjuna mengantarkan mereka sampai ke depan rumah, sampai mereka masuk ke dalam mobil masing-masing dan mobil-mobil itu pun mulai beranjak pergi dari halaman rumah.

Ketika semuanya sudah pergi, mereka masuk ke dalam rumah lagi hendak istirahat.

"Mau ke mana kamu, Al?!" Kinanti berseru saat melihat Al hendak berjalan menuju ke arah kamarnya.

"Mau istirahat, Ma." Jawab Aliando yang jadi mengurungkan niatnya menuju kamar.

Kinanti langsung memutar bola matanya. "Enak aja istirahat. Bantu yang lainnya dulu di belakang sana sampai semuanya beres! Baru kamu boleh tidur!"

"Awas saja ya kalau kamu sampai tidur duluan sebelum semuanya beres!" Lanjutnya sambil menuding muka Aliando.

Sehabis berkata, Kinanti berjalan menuju kamarnya.

Aliando menghela nafas kasar. Sebenarnya dia sudah capek sekali. Tenaganya benar-benar sudah terkuras habis hari ini. Ingin cepat-cepat beristirahat.

Tapi dia hanya bisa menuruti perintah Ibu mertuanya sebelum masalahnya akan jadi panjang.

Aliando segera pergi ke belakang rumah untuk membantu orang-orang yang tengah membereskan tempat pesta tadi.

Pukul dua belas malam lebih, acara bersih-bersih dan beres-beres halaman belakang rumah baru selesai.

Akhirnya Aliando baru bisa mengistirahatkan tubuhnya. Dia pun langsung merebahkan diri di atas kasur. Lantas memejamkan matanya.

Aliando tidur terpisah dengan Nadine semenjak Kakeknya Nadine meninggal.

Bahkan, dia belum menyentuh Nadine sama sekali semenjak mereka melangsungkan pernikahan.

Nadine juga tidak mau disentuh oleh dirinya. Jika mereka tidur bareng di kamar, mereka tidur secara terpisah. Nadine tidur di ranjang, sedangkan Aliando tidur di sofa.

Kinanti dan Arjuna juga melarang dirinya menyentuh Nadine. Apalagi semenjak Kakek meninggal. Ide mereka harus tidur terpisah juga tercetus dari mereka berdua.

Sebenarnya Aliando benar-benar sudah muak dan marah diperlakukan bak pembantu, pesuruh dan supir di keluarga istrinya.

Dia juga muak dengan hinaan, cacian dan makian yang dia terima dari keluarga dan kerabatnya Nadine.

Namun, Aliando tidak bisa berbuat apa-apa karena dia miskin.

***

Pagi harinya. Ketika Aliando baru saja pulang ke rumah, sehabis mengantar Nadine ke tempat perusahaannya bekerja, ia melihat Ayahnya tengah berdiri di samping gerbang rumah.

Damar langsung melambaikan tangannya ketika melihat Aliando. Wajahnya juga terlihat berbinar.

Aliando segera memarkirkan mobil, keluar dari mobil dan bergegas menuju ke arah depan.

Ada apa Ayahnya itu menemui dirinya? Pikir Aliando.

Sebelum menemui Ayahnya di depan, Aliando bicara kepada satpam rumah itu lebih dulu.

"Kenapa kau enggak membukakan pintu untuk Ayahku dan menyuruhnya untuk masuk? Kenapa kau membiarkan dia di luar begitu saja?" Tanya Aliando dengan kening berkerut. Ia agak kesal.

Meskipun sebenarnya Aliando juga tak begitu menyukai kelakukan dan sifat Ayahnya yang kadang agak menjengkelkan.

Ayahnya sering main judi yang menyebabkan, terkadang, dirinya harus ikut terseret ke dalam masalahnya. Namun dia juga tidak terima jika melihat Ayahnya diperlakukan kurang sopan begitu.

Satpam itu malah menyeringai, tersenyum meremehkan sambil berkacak pinggang.

"Tuan dan Nyonya sudah melarangku supaya tidak membiarkan Ayahmu masuk ke dalam rumah tanpa ijin dari mereka!" Satpam itu berseru dengan kedua alis terangkat tinggi. Tak terlihat takut sama sekali dengan gertakan Aliando.

Kemudian, satpam itu menuding muka Aliando. "Dan...hei...kalian itu adalah keluarga miskin...meskipun kamu itu adalah suaminya Nona Nadine dan menantu di keluarga ini...tapi kamu itu hanya dianggap sampah oleh mereka! Kedudukan kita itu sama di sini! Dan...hei...kau..bahkan diperlakukan lebih buruk dariku!"

Aliando mengepalkan kedua tangannya kuat-kuat. Menatap satpam itu dengan tajam. Namun satpam itu juga balas menatapnya tajam. Tak merasa terintimidasi sedikit pun dengan sikap yang Aliando tunjukan kepadanya.

Dia merasa kedudukannya sama dengan Aliando di rumah itu. Bahkan lebih tinggi!

"Tutup mulutmu! Jangan asal bicara kau!" Aliando menuding muka sang satpam sambil menggeram.

Namun satpam itu tetap tidak takut, malah nantangin.

Akhirnya Aliando memilih untuk tidak menggubris satpam tersebut. Aliando sadar akan posisinya di rumah itu.

Bahkan, mungkin saja, mertuanya akan lebih percaya dengan satpam itu dibandingkan dengan dirinya.

Maka, dia pun memilih tak meladeninya lagi, bergegas ke depan, menghampiri sang Ayah yang nampak antusias sekali begitu melihat kemunculan dirinya.

Aliando juga penasaran dengan maksud kedatangan Ayahnya ke rumah ini.

"Ada perlu apa Ayah datang ke sini? Menemuiku?" Tanya Aliando.

Damar terdiam sejenak. Berfikir.

Kemudian, menjelaskan jika maksud kedatangannya karena hendak meminjam uang untuk membayar hutangnya kepada renternir.

Aliando memutar bola matanya begitu mendengar penjelasan dari sang Ayah, seketika itu keningnya berkerut.

Aliando menghela nafas lebih dulu, lantas berkacak pinggang.

"Yah...Ayah kan tahu sendiri...aku itu di sini cuma dianggap kayak babu saja...bukan menantu yang sebenarnya...gajiku di bar juga...enggak seberapa...jadi aku enggak punya banyak uang..."

Sehabis melakukan pekerjaan rumah, malamnya, Aliando pergi bekerja di sebuah bar jadi bartender.

Namun dari keluarga istrinya tidak ada yang peduli.

Makanya, dia juga sering kena omel dari Boss di tempatnya bekerja lantaran sering telat. Jika dia hendak pergi bekerja, ada-ada saja kelakuan orang-orang rumah yang mendadak menyuruhnya.

Walau dia bekerja, tapi tidak membuat Aliando berhenti mendapat cibiran, makian, serta direndahkan.

Apalagi dengan pekerjaannya yang hanya sebagai bartender, hal itu tak membuat keluarga istrinya merasa bangga.

"Ayah mohon sama kamu, Al. Hanya kamu satu-satunya keluarga yang Ayah punya saat ini. Ayah sudah bingung sekali mau cari pinjaman uang ke mana lagi. Ayah bingung mau minta bantuan sama siapa lagi, kalau bukan sama kamu.

"Kamu tahu sendiri, kan? Para renternir ini sangat kejam sekali dan menagih dengan cara yang kasar, Al dan bahkan mereka tak segan-segan akan menghabisi Ayah kalau Ayah sampai enggak bisa membayarnya.

"Kamu kan bisa pinjam sama istri atau mertuamu, Al...pasti...mereka akan memberimu pinjaman."

Aliando tersentak, menatap ke sekeliling lebih dulu sebelum kemudian menatap Ayahnya lagi dengan tajam.

Itu ide yang tidak bagus!

"Apa Ayah sudah gila, hah?! Mereka saja bahkan enggak menganggapku sama sekali, Yah. Apalagi semenjak Kakeknya Nadine meninggal. Mereka jadi bertindak semena-mena sama aku. Pasti, aku akan dihina dan dicaci maki kalau aku sampai minjam uang sama mereka!"

"Ayah mohon sama kamu, Al. Kamu belum mencobanya, kan? Pasti mereka akan memberimu uang...percaya sama Ayah!" Damar sampai memohon kepada Aliando dengan wajah memelas. Meyakinkan Aliando jika keluarga istrinya akan memberinya pinjaman.

Aliando menghela nafas. Belum bisa memutuskan. Masih berfikir.

Di sisi lain, dia jadi tidak tega jika sudah melihat Ayahnya sampai memelas begini kepada dirinya. Ia juga tidak mau jika terjadi apa-apa dengan Ayahnya.

Aliando berdecih.

"Berapa hutang Ayah sama renternir itu?!" Tanya Aliando.

"30 juta, Al." Jawab Damar. Detik berikutnya, ia langsung menundukan kepala.

Aliando memutar bola matanya. Buat apa uang sebanyak itu?

Pasti buat main judi.

Aliando berdecak.

Aliando juga cukup kaget begitu mendengar nominalnya.

Baginya, nominal uang segitu sangat lah besar. Susah mendapatkannya bagi orang seperti dirinya.

Aliando mengusap wajah. Tidak tahu apakah ide meminjam uang kepada Nadine dan mertuanya itu akan berhasil atau tidak. Ia tidak terlalu yakin.

Damar terus memohon kepada Aliando. Mendesak untuk melakukan apa yang dia katakan tadi.

Bahkan Damar sampai mau bersimpuh di kaki Aliando dan memohon-mohon kepadanya.

Hal itu membuat Aliando berdecih, buru-buru menahan Ayahnya supaya tidak sampai bersimpuh di kedua kakinya.

"Oke, oke. Akan aku usahakan, Yah. Aku akan coba ngomong sama Nadine atau enggak sama mertuaku soal hal ini!" Jawab Aliando. Setengah kesal.

Namun tidak dengan ekspresi Damar yang mendadak berbinar begitu mendengar jika Aliando akan mengusahakannya.

"Terima kasih, Al. Terima kasih banyak. Kamu memang anak Ayah yang baik." Damar memeluk Aliando dan menepuk-nepuk punggungnya.

Baik lah. Aliando akan mencoba meminjam uang kepada Nadine. Meskipun mungkin dia akan mendapat omelan dulu.

Tapi, tidak apa-apa lah. Demi sang Ayah. Akan dia lakukan, walau harus mendapat makian dan hinaan, lagi pula, hal itu sudah menjadi makanan sehari-harinya.

Setelah itu, Damar pamit pulang ke rumah kontrakannya.

Bahkan, saking miskinnya, mereka tidak punya rumah sendiri dan harus tinggal di rumah kontrakan.

***

Di dalam mobil, dalam perjalanan pulang sehabis menjemput Nadine dari kantor, Aliando memberanikan diri bicara mengenai dia yang hendak meminjam uang kepada Nadine untuk membayarkan hutang Ayahnya kepada renternir.

Nadine memutar bola matanya begitu mendengarnya. Berhenti bermain ponsel. Menatap Aliando.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
David Auflimando
semoga cerita, sampai tamat, dan tokoh si Aliando,, sedikit kejam dan jantan..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status