Begitu sampai di The Clouds, Aliando langsung duduk di sofa samping Dika.
Ada teman-temannya Dika pula di sana. Mereka tengah asik berbincang. Bersantai. Mungkin melepas penat setelah seharian melakukan aktivitas.Di atas meja, dipenuhi botol-botol minuman beralkhohol mahal, gelas-gelas dan juga rokok. Asap juga tengah mengepul bebas dari mulut mereka masing-masing. Sesekali mereka menenggak minuman.Aliando langsung menayakan kabar Dika. Pasalnya mereka sudah lama tidak bertemu.Aliando sudah tahu jika Dika sudah jadi orang sukses sekarang. Aliando ikut senang dengarnya.Bagimana tidak senang?Sahabat baiknya sejak SMA sudah jadi orang sukses. Aliando adalah saksi mata dari awal Dika memulai bisnis, sampai bisa sesukses seperti sekarang ini.Makanya, Aliando berharap lebih kepada Dika yang akan membantunya karena mereka adalah sahabat sejak SMA.Namun Aliando harus dikejutkan dengan sikap Dika yang tidak terlalu antusias menjawab pertanyaannya dan kehadirannya.Dika juga tidak terlalu bersemangat saat bertemu dengan dirinya.Sikapnya tidak menunjukan sebagai seorang sahabat yang sudah lama tidak bertemu."Siapa yang suruh kau duduk di sampingku?" Dika malah bertanya dengan nada dingin sambil menyesap minuman alkoholnya. Menatap Aliando dengan ekspresi wajah datar.Aliando menyipitkan pandangan, demi melihat wajah Dika yang baru saja berkata itu, yang tak seharusnya tidak dia katakan."Berdiri!" Perintahnya ketus.Aliando mengerjap.Kenapa Dika malah menyuruhnya berdiri?Aliando tidak kunjung melakukan apa yang diminta Dika, masih mencoba mencerna apa yang terjadi di depan matanya."Berdiri?" Aliando baru bicara setelah terdiam sebentar. Balik nanya sambil menunjuk dirinya sendiri."Apa kau tuli? Apa kau budek? Aku bilang berdiri. Siapa suruh kau duduk di sampingku!" Intonasi suara Dika berubah jadi keras."Kau itu enggak pantas duduk di sampingku! Kita udah beda kasta sekarang!" Lanjutnya.Aliando kembali mengerjap. Benar-benar tak mengerti.Akhirnya Aliando bangkit dari duduknya secara perlahan seraya masih bertanya-tanya.Aliando pun menanyakan sikap Dika yang berubah kepadanya."Kau masih belum paham juga, Al? Baik lah. Biar kuperelas sekarang ya. Biar jelas. Biar kau paham. Sini...aku kasih paham samamu..." Dika tergelak.Sementara teman-temannya cekikikan saat melihat sikap Dika kepada Aliando. Namun Aliando tak mempedulikan mereka. Dia masih mencoba mencerna perubahan sikap Dika kepada dirinya."Aku dan dirimu itu udah beda sekarang, Al. Kita udah enggak kayak dulu lagi. Kita udah berbeda. Beda level. Beda kasta. Dan beda segalanya. Aku udah jadi Boss sekarang. Sedangkan dirimu? Kau itu masih gini-gini saja sampai sekarang. Masih miskin. Dan bahkan sekarang, kau jadi menantu yang enggak guna dan suami yang bisanya cuma ngerepotkan dan bikin malu istri saja." Dika menyeringai. Mengejek nasib Aliando sekarang. Membandingkan dengan dirinya.Aliando terbelalak, semakin tidak habis pikir.Tega-teganya Dika berkata seperti itu kepada dirinya!Apa dia tidak ingat dengan dirinya yang dulu? Setelah sekarang sudah jadi orang sukses, dia pun berubah?"Aku-aku enggak nyangka kamu akan berubah jadi seperti ini, Dik. Padahal, dulu, kamu itu enggak kayak gini. Kita udah sahabat sejak SMA loh." Belum sempat Aliando menyelesaikan kalimatnya, tapi Dika memotongnya duluan."Udah aku bilang, kalau sekarang kita itu udah beda derajat! Kau bukan sahabatku lagi!"Aliando terdiam sebentar. Dia menggeram marah. Dia mendadak khawatir soal meminjam uang kepada Dika.Apakah Dika akan tetap meminjamkan uang kepada dirinya?Pasalanya Aliando jadi ragu setelah mendapati sikap Dika yang berubah.Apa sebenarnya rencana Dika? Kenapa Dika menyuruhnya untuk datang menemuinya kalau dia sudah tidak menganggap dirinya bukan sahabatnya lagi?"Tapi, apa, kau, tetap mau meminjamkan uang sama aku, Dik?" Akhirnya Aliando menyampaikan kegusarannya. Pasalnya dia sudah putus asa mencari pinjaman uang. Dika menjadi harapan satu-satunya.Dika mangguk-mangguk. Gayanya sok sekali. "Kau tenang saja, Al. Aku akan tetap minjemin uang sama kamu kok."Aliando lega begitu mendengarnya. Namun tidak bisa merespon apa-apa. Dia malah mendadak punya firasat yang tidak enak soal hal itu."Tapi...ada syaratnya." Lanjut Dika setelah terdiam sejenak.Nah kan. Tidak salah lagi."Syarat? Apa syaratnya?" Tanya Aliando dengan kening berkerut.Aliando sudah malas kalau mendengar syarat-syarat an. Seperti yang sudah-sudah. Yang pasti akan berujung memuakan.Dika menarik punggung dari sandaran sofa, menatap Aliando sambil menahan senyum."Sujud dulu di kakiku, mohon-mohon sama aku, sambil mengonggong...seperti anjing. Seperti anjing yang patuh pada Tuannya. Seperti anjing yang mau minta makan sama Tuannya." Dika menyeringai. Setelah itu tertawa. Diikuti oleh teman-temannya.Aliando terbelalak.Dia menggeram. Kedua tangannya terkepal kuat-kuat.Padahal, dulu, dirinya juga sering membantu Dika saat dia kesusahan.Tapi, apa, balasannya sekarang?Giliran dirinya yang kesusahan, dia malah tidak mau membantu dirinya!Dasar sahabat tidak punya otak!"Apa kau serius, Dik? Aku harus melakukan hal itu?" Aliando hendak memastikan."Aku serius." Jawab Dika."Dik...kenapa kau berubah begini? Ini bukan seperti kau yang dulu..." Aliando masih belum bisa mempercayai perubahan sikap Dika."Ya...aku emang udah berubah, Al. Kau itu udah bukan sahabatku lagi...aku enggak sudi punya sahabat miskin kayak kamu! Yang bisanya bikin susah aja! Ngerti enggak, kau?!" Tandas Dika.Aliando geleng-geleng kepala. Ternyata Dika memang benar-benar sudah berubah."Jadi enggak, kau miniam uang sama aku?" Tanya Dika sambil menyeringai.Aliando masih terdiam, tak kunjung memberi jawaban, malah menggeram.Namun, dia harus mendapatkan uang pinjaman dengan cepat atau tidak Ayahnya akan kenapa-napa.Aliando berfikir.Apakah ia harus melakukan hal semenjijikan itu? Menjatuhkan harga dirinya di depan Dika?"Kalau mau...lakukan apa yang aku bilang barusan..." Dika kembali menyesap minuman beralkoholnya sambil bernyanyi ria. Menunggu Aliando melakukan apa yang dia minta.Aliando sudah putus asa. Dia sudah kebingungan mau mencari pinjaman uang ke mana lagi.Akhirnya dengan amat sangat terpaksa, Aliando rela menjatuhkan harga dirinya ke dasar jurang.Aliando bersujud di kaki Dika, memohon-mohon dan mengonggong seperti anjing atas permintaan Dika.Dika tertawa puas saat melihat Aliando melakukan hal itu kepadanya.Teman-temannya Dika memvideo dengan ponselnya saat Aliando tengah melakukan hal tersebut. Pastinya dengan diselingi tawa menggelegar dari mereka masing-masing. Menghina Aliando.Aliando kecewa berat dengan sikap Dika yang berubah. Dia berjanji. Dia akan membalas perbuatan Dika ini. Suatu hari kelak."Nih uangnya." Dika melempar amplop cokelat berisi uang di hadapan Aliando dengan hina setelah puas melihat Aliando melakukan apa yang dia minta.Aliando meraih amplop itu dengan amarah yang membara."Jangan terima uang itu, Al!" Seru seseorang tiba-tiba.Sontak saja, semua orang menoleh, demi melihat siapa yang baru saja bicara.Sementara Aliando terbelalak, itu adalah suara Nadine, lantas dia pun langsung menoleh ke belakang.Benar itu Nadine. Nadine tengah berjalan ke arahnya."Nadine...kenapa kamu ke sini?" Tanya Aliando sambil bangkit berdiri.Tadi pada saat Aliando hendak ijin pergi ke bar ini menemui Dika, diam-diam, Nadine mengikuti Aliando.Nadine tidak menjawab pertanyaan Aliando, malah menyuruh Aliando untuk segera mengembalikan uang itu kepada Dika.Aliando menuruti perintah Nadine, menyerahkan amplop cokelat berisi uang kepada Dika.Kemudian, Nadine menatap Dika dan teman-temannya dengan geram."Marahin aja tuh Mbak suami kerenya!" "Bikin malu aja!""Makanya kerja. Jangan kerjaanya cuma minjam duit doang!" Seru teman-temannya Dika sambil ketawa. Dika telah kongkalikong dengan mereka sebelumnya untuk ikut menghina nasib Aliando. Mereka juga mengira jika Nadine akan memarahi Aliando dikarenakan Aliando meminjam uang kepada temannya. "Lihat lah suami miskinmu itu, Nad. Memalukan sekali bukan? Masa, dia mau minjam uang sama aku sih?" Dika menyeringai sambil bangkit dari duduknya. Berjalan mendekat ke arah mereka berdua.Wajah Nadine berubah masam sambil menahan marah. "Kamu kok kejem banget sih sama sahabatmu sendiri, Dik? Dulu, pas kamu lagi susah, mau berteman sama Al. Dulu, Al juga sering bantu kamu. Tapi, kenapa, sekarang, pas giliran kamu udah sukses. Udah jadi orang kaya. Kamu jadi lupa sama temen yang udah sering bantu kamu!" Nadine berseru kesal. Nadine juga menungkapkan kekecewaannya terhadap Dika karena tega menyuruh Aliando melakukan hal yang dapat membuat harga
Aliando terbelalak begitu mendengar nominal yang harus dia bayarkan yang tak sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Ayahnya. "Bagimana bisa jadi 50 juta? Bukannya total semua hutang Ayah saya itu hanya 30 juta?! Kenapa tahu-tahu bisa jadi 50 juta? Apa-apa an ini!" Aliando tidak terima. Dia butuh penjelasan. Aliando menoleh ke arah sang Ayah, meminta penjelasan darinya. "Benar kan, Yah? Semua total hutang Ayah sama mereka itu hanya 30 juta?! Bukan 50 juta?!" Pak Damar nampak clingak-clinguk dulu sebelum kemudian mangguk-mangguk. Membenarkan. "Iya, Al. Hutang Ayah sama mereka itu hanya 30 juta saja." Kemudian, Pak Damar beralih menatap mereka berdua dengan kening berkerut. Dia juga kaget karena tahu-tahu hutangnya jadi 50 juta. "Kenapa bisa jadi 50 juta? Bukannya hutang saya sama kalian itu hanya 30 juta?" "Heh, itu bunga! Bunga!" "Apa kau tidak paham juga, hah?!" Kata mereka. Agak emosi. Bunga? Sebanyak itu? "Boleh saya liat bukti hutang Ayah saya?!" Ucap Aliando setelah terd
Sang Boss melepas kaca mata hitamnya yang bertengger di hidungnya setelah tepat berada di depan Aliando.Lalu Sang Boss memicingkan pandangan, menatap Aliando lekat, lantas tergelak setelah mengamati Aliando dari ujung kaki hingga ujung kepala. Pemuda yang tak ada spesial-spesialnya. Hanya bocah kemarin sore. Batin Sang Boss. Sang Boss sempat beralih menatap Pak Damar, yang langsung kicep, sebelum kemudian menatap Aliando lagi. Kini urusan hutangnya Pak Damar beralih ke Aliando. Putranya. "Jadi, kau tidak mau membayar hutang pada kami?!" Tanya Sang Boss sambil menghisap rokoknya, seketika itu asap rokok menyembul keluar dari dalam mulutnya dan menerpa wajah Aliando. Aliando menggerakan wajah ke samping demi menghindari asap rokok, kemudian kembali menatap Sang Boss, menghela nafas pelan. Sudah berapa kali dia katakan, kalau dia akan membayar hutang Ayahnya, tetapi sesuai yang tetera di surat perjanjian, bukan sama sekali tidak mau membayarnya!Aliando agak kesal dengan hal itu.
Kening Aliando berkerut, kemudian memicingkan mata. "Apa kalian bilang barusan? Kalian memanggil saya dengan...sebutan 'Tuan Muda'?"Apa saya tidak salah dengar?!" Tanya Aliando dengan suara terbata. Mereka berdua saling pandang, sebelum kemudian menatap Aliando lagi. "Tidak, Tuan Muda." Jawab mereka berdua dengan kompak sembari menggelengkan kepalanya.Aliando tersentak.Jadi dirinya tidak salah dengar? Mereka memang sengaja memanggil dirinya dengan sebutan 'Tuan Muda?' Aliando tidak mengerti, bingung dengan panggilan tersebut. Sementara itu, terlihat Pak Damar yang tengah bergegas menghampiri Aliando. "Kamu tidak apa-apa, Nak?" Tanya Pak Damar cemas begitu sudah berada di dekat Aliando. "Aku tidak apa-apa kok, Yah." Jawab Aliando sambil menggeleng. Masih memikirkan panggilan 'Tuan Muda' yang keluar dari mulut bodyguard itu. Pak Damar langsung menghela nafas lega begitu mendengarnya. Dia merasa amat bersalah jika sampai terjadi apa-apa dengan putranya, sudah putranya yang m
"E-mail itu...bukan kah e-mail itu hanya spam? E-mail itu hanya mau mengerjai saya saja?" Tanya Aliando sambil tergelak. "Tidak, Tuan Muda. E-mail itu beneran dikirimkan dan ditunjukan untuk Tuan Muda. Tuan Besar Arya lah yang mengirimkannya secara langsung." Aliando tersentak lagi, terdiam, mencoba mencerna perkataan Pak Irawan barusan. Jadi, e-mail itu bukan spam? Pantas saja. E-mail itu sempat masuk kembali secara berulang-ulang, karena kesal, akhirnya Aliando tak mengubrisnya sama sekali. Mengabaikannya. Sebentar...jadi si pengirim e-mail itu adalah Tuan Besar Aryaprasaja?Astaga. Aliando sampai tidak menyadari si pengirim e-mail tersebut.Kemudian, Aliando mencoba membandingkan isi e-mail itu dengan penjelasan Pak Irawan barusan, seketika itu, bulu kuduknya pun berdiri. "Enggak...ini enggak mungkin...ini...ini enggak mungkin..." Aliando geleng-geleng kepala. Itu masih terdengar tak masuk akal baginya.Bagimana mungkin jika dia adalah putranya Tuan Besar Aryaprasaja? Pewar
Pukul tujuh malam, Aliando baru pulang ke rumah Nadine dengan banyak melamun di jalan tadi. Tentu saja dia masih memikirkan apa yang terjadi hari ini, mencoba mempercayai bahwa dirinya adalah anak dari seorang konglomerat paling terkenal di Jakarta.Ayahnya cerita banyak soal masa lalunya. Juga dirinya yang nanya-nanya karena penasaran. Kejadian itu mirip seperti di film dan novel. Aliando benar-benar tak menyangka jika akan terjadi di kehidupan nyata. Terjadi pada dirinya pula. Kalau hal itu memang benar. Maka, apa jadinya jika Nadine tahu? Kedua mertuanya? Keluarganya? Aliando mendadak ingin menunjukannya kepada mereka dan tentu saja ingin membalas hinaan, cacian dan makian yang dia terima selama hidup menumpang di rumah keluarga istrinya. Aliando mengerutkan kening, melihat mobil porsce terparkir di halaman rumah, setelah dia turun dari motor. Aliando merasa seperti tak asing dengan mobil itu.Beberapa detik kemudian, kedua mata Aliando langsung melebar setelah ingat siapa
Luka-luka Pak Damar baru saja selesai diobati oleh dokter dan suster di rumah sakit terdekat. Al duduk di kursi di samping ranjang sang Ayah.Al langsung membawa Ayahnya ke sini setibanya di rumah kontrakan. Namun Al agak bingung dengan biaya pengobatan sang Ayah. Saat ini dia benar-benar tidak punya uang banyak. "Ayah kira...kau sudah tidak mau menemui Ayah lagi, Al...kau sudah tidak mau pulang lagi. Makasih, Al. Karna kamu udah mau pulang dan nolong Ayah." Ucap Pak Damar. "Ayah ngomong apa sih. Jangan ngomong gitu! Al tidak suka! Itu sudah jadi kewajibanku sebagai seorang anak, Yah!"Lengang sejenak di ruangan itu. "Kejadiannya bagimana, Yah? Kenapa Ayah sampai didatangi preman dari tempat Ayah berjudi? Apa Ayah punya masalah sama mereka?!" Tanya Aliando. Baru teringat hal itu. Mengganti topik. "Sebenarnya Ayah masih punya hutang di tempat Ayah judi, Al. Ayah belum bisa membayarnya, makanya, mereka datang dan memukuli, Ayah." Jelas Pak Damar dengan suara lemah. Aliando ter
Aliando agak terkejut, tak menyangka akan mendapat perlakukan seperti itu dari petugas keamanan.Apakah hal itu disebabkan oleh penampilannya? "Beneran, Pak. Saya tidak berbohong. Saya beneran mau bertemu dengan Pak Joseph!" Aliando bersikeras. "Udah-udah, mending kamu pergi aja dari sini! Pak Joseph tidak mungkin punya tamu seperti kamu!" Petugas keamanan itu langsung mengusir Aliando. Namun Aliando tidak mengindahkannya, tetap ngotot ingin bertemu dengan Pak Joseph. Alhasil, petugas keamanan itu sampai mendorong tubuh Aliando supaya mau pergi. Tiba-tiba datang salah satu pegawai bank yang berjalan menghampiri mereka. "Ini kenapa bisa ada berandalan masuk ke sini sih?!" Seru seorang pegawai bank yang mengenakan busana formal ketat. Berdiri diantara mereka berdua. Tentu saja yang dimaksud dengan berandalan adalah Aliando. Kemudian, petugas keamanan itu menjelaskan kepentingan Aliando datang ke bank ini. Pegawai Bank bernama Fara itu lalu mengamati penampilan Aliando dari bawa