Begitu mendengar teriakan panik dari Noah, ekspresi Abikara langsung menjadi muram. "Berengsek, apa maksudmu bilang aku sudah mati? Kamu lagi mengutuk gurumu sendiri ya? Jangan-jangan, maksudmu Afkar yang sudah mati? Kalau memang dia mati, ya sudah. Kenapa teriak-teriak segala?"Abikara memang tahu soal dendam pribadi antara Noah dan Afkar. Dia tahu betul bahwa muridnya itu luar biasa membenci Afkar. Apabila Afkar sudah mati, sangat wajar kalau Noah senang bukan main. Namun sekarang, bukankah reaksi Noah terlalu berlebihan? Apakah dia harus heboh begitu?Noah mengatur napasnya sejenak, lalu buru-buru menjelaskan, "Bukan, Guru! Bukan Afkar yang mati, tapi Ronan! Dia bertarung sebentar sama Afkar dan mungkin merasa nggak sanggup menang, makanya langsung meledakkan dirinya sendiri!"Pertarungan antara Afkar dan Ronan memang berlangsung sangat singkat. Noah juga tidak melihat dengan jelas, jadi dia hanya bisa menceritakan secara garis besar. Yang jelas akhirnya Ronan tewas, sementara Afkar
Brak!Hanya saja, saat berikutnya terdengar suara benturan berat. Peluru yang barusan ditembakkan ke kening Afkar malah langsung berubah bentuk dan mental ke samping. Peluru itu ternyata sama sekali tidak bisa menembus tubuh Afkar.Sejak seorang kultivator mencapai tingkat pembangunan fondasi, tingkat kehidupan mereka sudah mengalami perubahan besar hingga tidak lagi terlalu takut pada senjata panas biasa.Terlebih lagi, saat ini Afkar sudah menerobos tingkat pembentukan inti. Bahkan, tubuhnya telah membangkitkan elemen tanah murni.Melihat hal ini, mata Noah langsung membelalak lebar. Raut wajahnya benar-benar penuh keterkejutan. Dia refleks memaki, "Sialan! Peluru saja nggak mempan?"Padahal Afkar sudah dalam kondisi setengah mati setelah ledakan tadi. Namun, Noah justru menyadari dengan putus asa bahwa dirinya tidak bisa melukai Afkar sedikit pun, meski pria itu hanya tergeletak di sana tanpa bergerak. Perasaan seperti ini benar-benar membuatnya frustrasi dan hampir kehilangan akal.
Gelombang energi mengerikan tiba-tiba meledak. Bahkan, Afkar yang sedang menebaskan pisaunya ke arah Ronan pun merasakan jantungnya berdebar kencang saking terkejutnya.Pushhh!Saat berikutnya, Pisau Naga Es yang diayunkan Afkar tanpa ampun menebas tubuh Ronan. Kekuatan tebasan pisau yang mengerikan itu langsung mengiris sebagian besar kepala Ronan. Hal itu membuat darah dan otaknya berceceran ke segala arah.Bam!Namun di saat yang bersamaan, terdengar suara ledakan berat. Gelombang energi yang mengerikan itu meledak hebat. Bersamaan dengan itu, tubuh Ronan pun ikut hancur berkeping-keping.Berhubung jaraknya sangat dekat, kekuatan ledakan ini jauh lebih ganas dari bom yang dulu diledakkan oleh Organisasi Tangisan Dewa pada insiden sebelumnya. Bahkan bisa dibilang, kekuatannya lebih dari sepuluh kali lipat.Meski jangkauan ledakannya tidak selebar bom itu dan suara ledakannya juga sepertinya tidak sebesar dulu, itu hanya karena energinya sangat terkonsentrasi.Saat sadar bahwa dirinya
Ronan menghardik dingin. Tiba-tiba, sebilah pedang ramping muncul di tangannya. Seiring terdengarnya suara keras, Pisau Naga Es beradu dengan pedang ramping tersebut. Tubuh Afkar dan Ronan sama-sama terdorong mundur beberapa langkah.Dalam serangan ini, Afkar sebenarnya belum menggunakan jurus pemungkas dari teknik pisau Retakan Langit, melainkan hanya mengandalkan tambahan kekuatan dari "aura tempur" serta keunggulan dari elemen tanah murni. Alhasil, dia malah bisa menyamai kekuatan lawan.Ronan yang merupakan pesilat tingkat inti emas tahap akhir memiliki elemen kehidupan berupa elemen kayu. Menurut teori Lima Elemen, kayu seharusnya bisa mengalahkan tanah.Namun sayangnya, elemen dalam tubuh Afkar adalah jenis elemen evolusi. Itu merupakan jenis lanjutan yang lebih tinggi dari elemen biasa sehingga efek pengendalian dari kayu terhadap tanah tidak berlaku padanya.Ronan berkomentar, "Apa? Mana mungkin? Kamu berada di puncak tahap akhir tingkat pembentukan inti? Nggak, kamu jelas buka
Afkar memang sangat ingin mencincang Noah hidup-hidup, tetapi melihat situasi sekarang, dia harus membuat pilihan. Kalau di sisi lawan tidak ada ahli kuat, tentu dia bisa melakukan dua hal tersebut sekaligus.Namun, yang menjadi masalah adalah pria paruh baya berwajah pucat di sisi Noah itu ... ternyata adalah seorang pesilat tingkat inti emas tahap akhir.Afkar sama sekali tidak tahu Noah telah mendapatkan kesempatan atau keberuntungan apa selama ini, sampai-sampai bisa ditemani oleh pesilat sekuat itu sekarang.Jadi, prioritas utama Afkar sekarang adalah membawa Freya pergi dan mengambil darah murni ujung lidahnya untuk membantu Shafa menekan kutukan, bukannya malah membalas dendam secara membabi buta pada Noah.Dengan memanfaatkan momentum dari serangan tipuan pisau untuk mengalihkan Ronan tadi, kini Afkar segera menarik Freya dan menerobos keluar vila.Freya menjerit kaget. Peristiwa yang begitu tiba-tiba membuatnya benar-benar syok untuk waktu yang cukup lama. Dia tidak menyangka
Noah menambahkan, "Sekalipun Afkar mau mencelakaimu lagi, aku pasti akan bantu kamu atasi semuanya. Tapi kalau kamu nggak melayani guruku dengan baik, akibatnya pasti bukan sesuatu yang ingin kamu ketahui."Noah jelas tidak ingin Freya merusak suasana hati gurunya, seperti yang dilakukan wanita dewasa kemarin. Itu sebabnya, ucapannya kali ini terdengar seperti "peringatan" yang penuh ancaman.Mendengar itu, Freya sempat tertegun. Dia harus melayani gurunya Noah? Begitu mendengar kata "guru", dia langsung menduga dalam hati. Jangan-jangan orangnya sudah tua? Namun, Freya bukan tipe wanita yang sok suci. Di bawah tekanan dan bujukan Noah, mana mungkin dia berani menolak?Freya pun mengangguk patuh dan menjawab dengan patuh, "Ya .... Baiklah .... Pak Noah, aku mengerti!"Orang yang bisa menjadi guru Noah pasti adalah tokoh besar. Kalau Freya hanya perlu melayaninya, ya sudah dilakukan saja. Selama benar-benar bisa hidup mewah, kaya raya, dan punya status, melayani pria tua pun bukan masal