Firasat Apa Ini?
“Terimakasih Om, telah bersedia membantu saya. Sementara ini saya tinggal di villa sebelah sana, tak jauh dari sini kok” Kevin memberitahu tempat singgahnya pada Om Aji“Baiklah, kalau gitu saya pamit dulu Om, takut Vania mencari saya” Kevin bangkit dari tempat duduknya“Vania istrimu Vin?” tanya Om Aji ingin tahu“Bukan Om, anak saya” jelas Kevin“Istrimu tak ikut bersamamu?”“Itu dia Om, selain perusahaan saya yang mengalami kebangkrutan, istri pun meninggalkanku. Dia pikir aku telah berselingkuh dengan wanita yang ada difoto itu yang tak lain adalah Siena” tutur Kevin kembali duduk dan membeberkan permasalahan yang menimpa dirinya“Om turut prihatin ya dengan apa yang menimpamu saat ini. Gara-gara Siena kamu jadi mengalami kesialan bertubi-tubi” Om Aji merasa simpati dan menyalahkan ulah Siena yang telah merugikan orang yang ternyata adalah anak dari sahabatnya dulu.“Maafin aku Vin, karena kebodohanku menjadikan rumahtanggamu hancur juga perusahaanmu” ucap Siena mendekat dan bersimpuh di hadapan Kevin sembari memegangi kedua tangannya memohon agar memaafkannya“Siena jangan berlutut seperti itu, aku tak bisa melihat perempuan menangis. lagi pula semuanya sudah terjadi, tinggal bagaimana cara memperbaiki reputasiku agar tak dipandang negatif oleh perusahaan lain tentang kesalahpahaman yang lebih dulu menyebar tanpa menunggu klarifikasi dariku. Kamu mau kan membantuku?” tanya Kevin penuh harap sembari membangunkan tubuh Siena agar tak bersimpuh dihadapannya“Aku bersedia membantumu Vin” jawab Siena menyanggupi permintaannya“Oke aku akan pulang dulu, nanti aku rencanakan dengan asistenku. Saya pamit pulang dulu ya Om, Siena” Kevin berpamitan untuk pulang dengan menyalami punuk tangan Om Aji, pada Siena ia hanya melempar senyum manisnya sajaKevin melangkahkan kakinya menuju sepeda yang diparkirkan di depan pintu gerbang villa yang ditempati Om Aji dan Siena. Gegas mengayuh sepedanya dengan semangat menuju villa yang sudah dipilihkan untuknya.“Gimana pemandangannya Tuan?” tanya Hasan ingin tahu kesan Tuannya melihat pemandangan pegunungan didaerahnya“Koper dan tasku dimana San?”Baru sampai di villanya, dan tergesa menyenderkan sepeda di dekat mobil, Kevin langsung menanyakan keberadaan koper dan tasnya tanpa menggubris pertanyaan Hasan yang terlihat berbasa basi menyapanya.“Su-sudah ada di kamar, sebelah kamarnya Non Vania, Tuan” jawabnya terbataDengan berlari Kevin memasuki villa yang pintunya telah terbuka. Pertama masuk ia melewati sebuah ruang tamu, kedalam lagi di ruangan tengah nampak ada beberapa ruangan yang pintunya tertutup. Dibukanya pintu yang letaknya tak jauh dari tempatnya berdiri, tak ada siapa pun didalamnya. Kemudian pintu kedua, ternyata ada Vania yang sedang tiduran sambil ngedot.“Pasti ini kamarku” ucap Kevin teringat ucapan Hasan yang memberitahu kalau kamarnya ada disebelah kamar VaniaPintu yang ketiga dibukanya, benar, ada seonggok koper berada tak jauh dari lemari pakaian. Tas kecilnya berada di atas meja rias yang kosong tanpa ada satupun perlengkapan make up yang biasa tertata rapi.Diambilnya tas kecil yang berada di meja rias, ia mengeluarkan benda pipih beraneka fungsi itu dan duduk di atas kasur.“Sial, kenapa tak ada sinyal disini” ucapnya kesal melihat ponselnya menandakan tak bisa digunakanIa keluar dari villa mencoba mencari tempat agar segera mendapatkan sinyal. Kevin berjalan ke arah depan villa menyusuri jalan sampai mendapatkan apa yang dicarinya.“Yess! akhirnya kudapatkan juga kau!”Tak sia-sia ia menapaki area yang lebih tinggi dari villanya dengan memanjat pohon yang cabangnya kuat menopang tubuh kekarnya, akhirnya menemukannya juga. Jarinya langsung berselancar bebas dengan ponsel yang ada ditangannya. Tak lama kemudian ia menempelkan dekat daun telinganya.“Halo, Bram pilihanmu untukku berlibur disini sangat tepat. Aku telah menemukan orang yang selama ini kita cari” ucap Kevin pada Bram yang dihubungi lewat sambungan telepon“Maksudmu Siena?” tanya Bram dari seberang sana tak percaya, ia yang telah bekerja keras mencarinya dari jejak yang didapatkan sejak dari Samarinda itu saja nihil, sekarang Kevin bilang kalau dia ternyata ada didaerah yang terpencil.“Apa dia stres, segitunya Kevin memikirkan masalahnya yang sampai saat ini belum ada titik terang juga?” Bram berpikir jika sahabatnya ini mengalami depresi akibat dari pemberitaan media yang telah menghancurkan hidupnya terlebih lagi ditinggalkan istrinya“Vin, coba kamu…” Bram berbicara sendiri di ponselnya“Halo Bram, Halo..” Kevin tak lagi mendengar suara Bram dari sambungan teleponnya“Kenapa lagi sih ini..” Kevin melihat sinyal diponselnya hanya ada satu, namun tak ada lagi suara yang keluar dari benda pipih itu. Bram yang sedari tadi dipanggilnya pun tak menjawabnya. Segera dimatikannya sambungan teleponnya pada Bram secara sepihak.“Biar aku telepon Doni, sekalian aku suruh dia membahasnya dengan Bram rencana untuk konferensi pers”“Papa.. papa..” terdengar suara teriakan Vania mengecoh fokus Kevin yang hendak menghubungi DoniAlih-alih menghubungi Doni, Kevin turun dari pohon untuk menghampiri putri kesayangannya itu. Dengan berlari Kevin mencari keberadaan Vania, tak ingin buah hatinya menunggu terlalu lama.“Sayang, kenapa kesini? Bibi mana?” Kevin menemukan Vania yang sedang berada di dekat mobil, ia menunduk bertanya pada anaknya kaget melihat Vania berjalan sendirian keluar dari villa“Vania tadi mimpi Mama” ucap balita itu dengan kepolosannyaSiapa yang tak teriris hatinya melihat buah hati yang seharusnya diurus dengan baik oleh seorang ibu, kini ibu kandungnya dengan tega meninggalkannya. Kevin menyadari bahwa anaknya pasti sangat merindukan wanita yang telah membuatnya ada di dunia ini.“Vania mimpi apa sayang?” tanya Kevin sambil menggendongnya membawanya kembali ke villa“Mama punya dedek bayi, tapi nggak tinggal sama kita Pa”Mimpi Vania seperti mengisyaratkan sesuatu yang tak tahu itu apa."Cuma mimpi sayang.. ayo kita masuk ke dalam" ajaknya sambil mencium lembut pipi tembem anaknya“Apa Liliana hamil? Anak siapa yang ada dalam kandungannya?"Kembali Ke KotaDavid mengajak anak buahnya yang masih dalam keadaan berjaga untuk masuk ke dalam mobil setelah urusannya di tempat itu telah selesai. Merasa sedikit tenang karena bisa bertemu dengan wanitanya meski kini beban berat menumpu di bahunya. Berat jika hanya dipikirkan saja, namun sepenuh hati akan diupayakan demi bersanding dan menepati janji yang telah diucapkannya.Di dalam mobil yang dikemudikan oleh Firman, David tampak sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya. Dua mobil melaju kencang setelah keluar dari pintu masuk area villa yang terletak di atas perbukitan.“Lanjut kemana lagi ini Bos?” tanya Firman tanpa canggung“Kita langsung kembali ke Jakarta! nanti jika kamu mengantuk, bergantianlah dengan yang lain, masih banyak urusan yang harus aku selesaikan! sejak Gilang mengalami kecelakaan, semua pekerjaan terpaksa harus ku urus sendiri” jawab David yang masih sibuk berkutat dengan benda pipih sejuta info miliknya tanpa melihat orang yang sedang diajaknya bicara.“Hal
Syarat Dari SienaTampaknya Siena kini makin pintar, tak mau kecolongan untuk yang kedua kalinya. Memberikan sebuah syarat pada lawan bicaranya saat ini untuk menguji seberapa besar keseriusan ucapannya. Munafik sekali rasanya, menjalin hubungan hingga membuahkan makhluk baru dan harus mengaku tak ada lagi cinta. Bagi sebagian wanita tak semudah itu melupakannya. Dalam lubuk hati Siena yang paling dalam masih tersimpan sebuah nama yang selalu dibawa kemanapun ia pergi, meski lidah mampu berkata tidak.“Apapun syarat darimu aku terima! aku tahu, kamu ingin menguji seberapa dalam cintaku kini kan?” David, laki-laki yang sering plin plan dalam mengambil keputusan menerima apapun syarat meski Sena belum mengucapkan syarat apa, dan bisa atau tidak dia lakukan.“Kamu yakin?” Siena pun masih menguji dengan mempertanyakan kembali.“Ya! katakanlah, apa yang harus aku lakukan, akan kulakukan saat ini juga” ucap David yang tak membutuhkan penasihat pribadi untuk merebut hati Siena kembali.Kedu
Rayuan Maut"Iya, sepertinya begitu, betul apa katamu Dev, biarkan mereka menyelesaikan urusannya sendiri. Ayo kita tinggalkan saja" ujar Aji mengajak Deva untuk masuk ke ruang keluargaDisamping rumah, dua orang yang sempat terpisah dan kini dipertemukan kembali oleh Tuhan masih sibuk beradu pendapat. Saling menyalahkan, itu sudah pasti. Bagaimana tidak, yang satu mengatakan apa yang dialaminya, satunya lagi menolak tindakannya tak seperti yang diungkapkan. Tak ada ucapan yang sama. Namun setelah selang waktu beberapa menit, sembari berpikir, memiliki persamaan. Yaitu sama2 mendapatkan berita dari Siska yang tak lain adalah istri David sekaligus sahabat seprofesi Siena.Namun tak bisa hanya berprasangka saja, semua ucapan harus disertai dengan pembuktian agar terbukti kebenarannya bukan hanya tuduhan semata.Sungguh pelik memang permasalahan dalam putaran cinta segitiga. Dimana satu pria diperebutkan oleh dua wanita yang sama-sama mengisi hatinya. Meski porsinya berbeda. "Tunggu, ta
Perdebatan SengitDavid masih tampak bingung, rasa tak percaya pada ucapan ayahnya Siena yang mengatakan anaknya hendak bunuh diri karenanya. Tangannya mengepal, pikirannya terbang mengingat perkataan Siska yang justru berbanding terbalik dengan kenyataan yang didengarnya saat ini.“Maaf, Om! aku sama sekali tidak tahu apa yang terjadi dengan Siena waktu itu. Aku terpaksa harus ke luar kota untuk menyelesaikan masalah pabrik yang terbakar dua hari sebelum acara pertunangan kami berlangsung” terang David menjelaskan alasan mengapa ia pergi tanpa memberi tahu calon tunangannya.“Itu yang kamu namakan cinta? pergi tanpa memberi kabar pada orang yang lebih memilihmu daripada keluarganya sendiri tapi kau campakkan begitu saja pengorbanannya” “Aku tidak pernah ada niat untuk meninggalkanya, justru Siena yang tak bisa lagi dihubungi. Siska bilang Siena akan menggugurkan kandungannya, ia sudah tak mencintaiku lagi, tapi aku tak percaya penuh padanya. Maka dari itu aku kesini ingin bertemu de
Menepati Janji“Stop! hentikan!” teriak Deva yang sangat keras hingga membuat orang-orang yang sedang saling adu jotos mengalihkan perhatiannya pada orang yang kini saling berhadapan.Bukan tanpa sebab Deva melakukan itu, ia tak ingin ada keributan di tempat yang seharusnya tercipta rasa tenang, aman, dan damai. Terlebih lagi kedatangan orang yang mungkin sangat dinantikan oleh seseorang sejak lama.“Ternyata nyalimu besar juga ya?” sebuah sapaan yang kini menggetarkan hatinya“Sudah lama aku mencari Siena, namun nihil. Kalian berhasil menutup akses agar aku tak bisa menemuinya, iya kan?” “Simpan saja omong kosongmu itu, siapkan dirimu untuk bertemu dengan ayah dari wanita yang telah kau sakiti. Ayo tunggu apa lagi” Deva, orang yang dekat dengan Siena dan berulang kali menyuruh untuk segera memutuskan hubungan dengan pria beristri ini, menampakkan wajah juteknya seraya memberi kode agar mengikuti langkah kakinya berjalan menuju villa.“Duduk dulu disini, akan ku panggilkan Om Aji” ti
Yang DitungguSiena dan Aji yang beranjak hendak kembali ke villa, langkah kakinya terhenti saat mendengar orang memanggilnya. Lalu tubuhnya berbalik 180 derajat menghadap pemuda yang masih berdiri di samping kendaraannya.“Apa tadi kamu memanggil kami?” tanya Aji, takut jika hanya salah dengar“Iya, Tuan” jawab Hasan disertai dengan anggukan. Keduanya mendekat ke arah Hasan kembali.“Tuan dan Nona silahkan duduk dulu di dalam, saya akan mencoba menghubungi saudara saya untuk meminta izin terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk memberikan nomor Tuan Kevin” ucap Hasan yang merasa iba pada dua orang yang berasal dari kalangan atas, mencari Tuan Kevin. Ia tahu bahwa majikan yang baru dikenalnya itu pun sangat berharap bisa bertemu dengan orang ini. Entah ada permasalahan penting apa yang menjadikan orang-orang ini saling mencari satu sama lain.Hasan tak ingin mencari tahu lebih lanjut. Ia lebih memilih untuk meninggalkan mereka di dalam. Tangannya yang masih setengah basah merogoh saku