Share

Episode 02

Ethan memutuskan untuk tinggal di bawah kolong jembatan yang dingin dan gelap, tempat yang jauh berbeda dari kehidupan mewah yang biasa dia jalani.

"Untuk sementara, tempat ini lumayan untuk berteduh," gumam Ethan tersenyum miris.

Inilah pilihannya, tak ada gunanya untuk mengeluh. Jalani apa yang sudah ia pilih. Kini, dia harus beradaptasi dengan tidur di atas alas kardus tipis yang diletakkan di atas tanah yang keras dan kotor, di mana AC dan kasur empuk yang biasa memeluk tubuhnya sudah tak ada. Udara di tampat ini begitu lembab membuat Ethan tidak bisa tidur.

"Mana bisa tidur, mana banyak nyamuk," gumamnya dengan hembusan nafas yang terdengar berat.

Ethan pun berusaha untuk tidur, karena besok dirinya harus kembali mengamen lagi.

Sepanjang hari, Ethan mengamen di jalanan dari tempat ke tempat lainnya. Suara kendaraan yang melintas berpadu dengan suara orang yang berbicara keras, membuat suasana menjadi ramai. Ethan mencoba mengumpulkan uang meskipun hanya uang recehan.

"Sepertinya uangnya sudah cukup untuk membeli tiket kereta api."

Dengan uang hasil mengamen, Ethan akhirnya mampu membeli tiket kereta api bawah tanah menuju Manhattan. Setelah menunggu beberapa saat, kereta akhirnya datang. Pintu kereta terbuka, para penumpang yang berjejalan di dalam, saling berdesakan, dan mencari pegangan agar tak jatuh saat kereta melaju. Ethan selalu menggunakan topi hitamnya, bahkan ada tahi lalat di pipi kanannya, ia merubah penampilannya agar tidak ada yang mengenali dirinya. Ethan pun selalu menggunakan pakaian lusuh.

***

Ethan berdiri di tepi jalan di depan kafe di kota Manhattan, dengan gitarnya, ia mulai menyanyikan lagu-lagu favoritnya. Suaranya merdu dan menghayati lagunya, mencuri perhatian banyak orang di sekitar sana. Di antara mereka, ada seorang gadis cantik— seorang mahasiswi kedokteran yang tengah menikmati kopi di kafe tersebut.

"Oh Tuhan! Suaranya bagus banget." Gadis cantik itu bernama Evellyne, kebetulan menyukai musik juga.

Tak bisa menahan diri, Evellyne mengambil ponselnya dan mulai merekam saat pengamen itu bernyanyi. Suara emas Ethan benar-benar menarik hatinya. Ketika Ethan menyelesaikan lagunya dan hendak pergi, Evellyne segera bangkit dari tempat duduknya dan berlari mengejar pengamen yang memiliki tompel hitam disebelah pipinya itu.

"Hei, tunggu!" teriak Evellyne sambil mengejar Ethan.

Ethan yang mendengar suara teriakan seorang wanita, ia pun menghentikan langkahnya.

"Halo!" sapa Evellyne tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Nama aku Evellyne, salam kenal!" ujar Evellyne tersenyum sampai kedua lesung dipipinya terlihat.

Ethan menatap gadis cantik di depannya dengan ekspresi ragu, "Apakah kamu tidak malu berkenalan dengan pengamen jalanan sepertiku?"

Evellyne tersenyum lebar, "Tentu tidak. Suaramu sangat indah, aku justru merasa bangga bisa berkenalan denganmu. Aku serius... suaramu luar biasa, dan aku yakin banyak orang yang akan setuju denganku."

Evellyne masih mengulurkan tangannya. Dan kini, Ethan menerima uluran tangan gadis itu.

"Namaku Ethan!" ucapnya dengan senyuman.

Ethan tersipu mendengar pujian Evellyne. "Ngomong-ngomong, Terima kasih atas pujianmu, Evellyne. Tapi, aku hanya seorang pengamen jalanan, tidak ada yang spesial dariku," ucap Ethan.

Evellyne menggeleng, "Jangan meremehkan dirimu sendiri. Bakatmu tidak bisa diabaikan, aku yakin kamu bisa meraih kesuksesan dengan suaramu itu. Semangat!"

Ethan tersenyum tipis, "iya. Tapi hidupku bukanlah seperti yang kamu pikirkan. Lihatlah? Aku hanya seorang pengamen jalanan. Bahkan aku harus berjuang setiap hari demi sesuap nasi."

Evellyne mengangguk, ia mengerti apa yang diucapkan pria dihadapannya ini, "Aku tahu hidup itu tidak mudah, Ethan. Tapi, jangan menyerah pada impianmu. Aku yakin, suatu saat, kamu akan menemukan jalanmu. Kamu akan menjadi seorang yang hebat! Ayo Semangat !"

Ethan memandang Evellyne, Kata-kata Evellyne membuat ia semakin semangat. "Sekali lagi, terima kasih atas semangatnya."

"Oke, sama-sama. Kalau begitu, aku duluan ya, aku mau ke kafe lagi. Sampai jumpa, Ethan. Semoga kita bisa bertemu lagi suatu hari nanti," ujar Evellyne sebelum berlalu.

Namun, Evellyne teringat sesuatu. Ia memutar tubuhnya kembali mengadap Ethan.

"Ini bonus untuk kamu, si pemilik suara emas," ucap Evellyne tersenyum sambil menaruh uang $25 disebelah telapak tangan Ethan. Lalu, Evellyne pergi.

Ethan menatap Evellyne yang pergi, merasa terharu dan termotivasi oleh kata-kata gadis itu. Ia tersenyum saat melihat uang yang pemberian dari gadis cantik yang memiliki lesung pipi itu.

"Mimpi apa aku semalam? Hari ini aku bertemu dengan gadis cantik yang membuat aku semakin semangat untuk terus berjuang mengejar mimpi," gumam Ethan tersenyum.

Ethan melanjutkan langkahnya lagi untuk mengamen. Di kota ini, ia belum mendapatkan tempat tinggal. Turun dari Kereta, ia langsung mengamen.

***

Sore menjelang petang, di tengah keramaian kota Manhattan, Ethan berjalan menelusuri jalan-jalan mencari Apartemen kecil yang cocok untuknya. Setelah menemukan sebuah Apartemen kecil yang terlihat cukup layak, Ethan segera mendekati pintu dan menekan bel.

Seorang wanita usianya 40 tahun—pemilik Apartemen itu membuka pintu, "Ada yang bisa saya bantu?" tanya wanita itu.

"Saya ingin menyewa kamar  di sini, Nyonya," jawab Ethan sambil tersenyum.

Wanita itu memperhatikan penampilan Ethan dari atas ke bawah. Penampilan Ethan sedikit lusuh, "Baiklah, tapi saya minta uang mukanya dulu selama satu bulan," ucap wanita itu ketus.

"Kira-kira berapa ya, Nyonya?" tanya Ethan.

"$158," jawab wanita itu.

Ethan merogoh kantongnya dan mengeluarkan sejumlah uang, namun ternyata jumlahnya tidak cukup untuk membayar uang muka.

"Maaf, Nyonya. Uang saya tidak cukup. Saya punya uang segini dulu, nanti sisanya akan saya cicil dalam waktu kurang lebih seminggu ini," ujar Ethan, berharap wanita pemilik kosan mau memberikan keringanan padanya.

"Maaf ya, tidak bisa! Sudah aturannya begini. Jadi, kalau tidak punya uang, jangan mencoba sewa kamar di tempat saya! Sana, cari tempat lain saja," ucap wanita itu.

"Tolong, Nyonya, saya benar-benar membutuhkan tempat tinggal. Saya akan mencari uang tambahan secepatnya," ucap Ethan terus memohon.

"Tidak bisa! Sana pergi!" Wanita itu malah mengusir Ethan.

Tak lama, Evellyne datang. Gadis cantik ini baru saja sampai. Ia datang ke Apartemen ini hanya ingin bertemu dengan teman kuliahnya.

"Loh, itu bukannya si pengamen itu ya?" Evellyne segera menghampiri Ethan dan wanita pemilik Apartemen.

"Ethan, ada apa ini?" tanya Evellyne tersenyum kepada Ethan.

"Tadinya aku mau sewa kamar di sini. Tapi ternyata harus ada uang muka dulu. Sedangkan uang aku tidak cukup. Mana hari mau gelap, aku baru menginjakan kaki di kota ini," jelas Ethan.

"Oh gitu!" Evellyne pun paham, ia menoleh kepada pemilik kosan, "Nyonya, berapa uang mukanya?" tanya Evellyne.

"$158," jawab wanita itu.

"Oke!" Evellyne mengambil uangnya di dalam dompet yang ia simpan di dalam tasnya. "Ini untuk membayar uang muka satu bulan untuk teman saya ini," ucap Evellyne.

"Baik!" kata wanita itu yang langsung menyerahkan kuncinya kepada Evellyne.

Ethan benar-benar sangat bersyukur sekali dirinya dipertemukan lagi dengan gadis cantik ini.

"Terima kasih banyak, Evellyne. Nanti, aku akan menggantikan uang kamu secepatnya."

Namun, Evellyne menggelengkan kepala , "Tidak perlu, Ethan. Aku ikhlas kok membantu kamu. Santai saja, oke!" ucap Evellyne tersenyum.

"Tapi, aku akan tetap mengganti uang itu," ucap Ethan yang tetap akan menggantikan uang Evellyne.

"Terserah kamu deh," ucap Evellyne tersenyum."Ngomong-ngomong, bagaimana kalau kita duduk santai dulu di sini?" tawar Evellyne

Ethan mengangguk. Mereka berdua duduk bersama di taman dekat Apartemen. Evellyne menyukai suara Ethan saat bernyanyi, sangat berkarakter. Kebetulan, Evellyne memliki kenalan seorang produser musik. Kebetulan, produser itu sedang mencari penyanyi yang berbakat, memiliki suara yang memiliki ciri khas. Menurut Evellyne, pengamen ini sangat cocok dan pasti bakalan jadi bintang.

"Jadi kamu tidak punya siapa-siapa di kota ini?" tanya Evellyne.

"Iya, aku sudah sebatang kara," jawab Ethan menunduk. "Aku tidak berpendidikan tinggi, maka hanya dengan mengamen cara aku untuk bertahan hidup."

"Suara kamu itu keren loh. Suara kamu itu memiliki ciri khas. Tadi,  aku kirim rekaman suara kamu ke salah satu produser yang memiliki studio musik. Dia Om aku. Kebetulan Om Barra mencari penyanyi baru. Nah, dia suka banget sama suara kamu loh," kata Evellyne.

"Wah! Benarkah?" tanya Ethan tampak senang mendengar kabar tersebut.

"Untuk apa aku bohong. Serius loh, kalau kamu berminat, besok kamu bisa datang ke studio ini," ucap Evellyne sambil menyerahkan sebuah kartu nama yang terdapat alamat studio itu. "Tapi nanti di sana kamu akan banyak saingan juga sih."

"Baik, aku akan ke sana besok," jawab Ethan.

Ragu, Ethan mengambil kartu nama tersebut. Tangannya sampai gemetar. Semudah inikah dirinya akan dipertemukan dengan seorang produser musik? Nama Produser dan nama studio itu sangat tidak asing. Banyak para penyanyi dan musisi yang berbakat bekerja sama, bahkan banyak yang menjadi bintang juga. Ya, meskipun besok harus melewati tahap audisi, tidak masalah.

"Jam 10 pagi kamu harus sampai di sana ya. Aku tunggu kamu di sana saja. Jangan sampai telat, soalnya ini kesempatan emas buat kamu. Audisinya cuman sekali saja. Jam 12 siang sudah selesai," kata Evellyne.

"Oke, aku pastikan akan datang tepat waktu," ucap Ethan dengan semangat yang membara.

Setelah itu, Evellyne pun masuk ke kamar Apartemen temannya. Ethan juga masuk ke dalam kamar miliknya.

"Aku harus latihan nih," gumam Ethan yang begitu percaya diri jika dirinya besok akan terpilih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status