Share

Episode 03

Ethan melangkah dengan semangat menuju studio musik. Langkahnya ringan seiring alunan musik yang tercipta di benaknya. Suasana kota terlihat sibuk dan penuh kehidupan semakin menambah semangatnya untuk menggapai mimpinya tersebut. Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti saat empat orang lelaki bertubuh kekar menghalanginya.

"Minggir! Saya mau lewat!" ucap Ethan dengan tegas.

Namun, para lelaki bertubuh kekar itu malah mengambil gitar milik Ethan yang sedang digendong di punggungnya. Mereka berlari, membawa gitar kesyangan Ethan.

"Kebalikan gitarku!" teriak Ethan dengan marah sambil langsung berlari mengejar keempat lelaki kekar itu. Keempat lelaki itu tertawa terbahak-bahak sambil berlari membawa gitar kesayangannya.

Ethan mengejar para lelaki itu, ia berlari sekuat tenaga memasuki sebuah gang sempit yang tidak terlalu ramai. Di tempat yang terlihat sepi, Ethan berhasil mengejar para lelaki bertubuh kekar itu.

"Kembalikan gitarku, atau kalian akan menyesal!" ancam Ethan dengan nada berani.

Mereka saling pandang dan tertawa sinis. "Oh, jadi kau mau melawan kami?" salah satu dari mereka berkata dengan nada mengejek.

Ethan mengepalkan tangannya erat, menahan amarah yang memuncak. "Saya tidak ingin berkelahi, tapi jika itu cara untuk mengambil kembali gitarku, saya akan melawan!" ucap Ethan dengan tegas.

Mendengar kata-kata Ethan, para lelaki itu langsung menyerangnya. Ethan berusaha menghindar dan melawan serangan mereka, namun tak bisa dipungkiri bahwa kekuatan empat lelaki kekar itu jauh lebih besar darinya. Badannya mulai babak belur oleh pukulan yang menghujam tubuhnya.

Namun, Ethan tidak menyerah. Ia terus berusaha melawan dan menyerang balik. Setiap pukulan yang mendarat di tubuhnya semakin membuatnya marah dan semakin kuat.

"Kembalikan gitarku... itu milikku!" teriak Ethan sambil memberikan pukulan balik ke salah satu lelaki itu.

Pukulan Ethan berhasil membuat lelaki itu terjatuh. Melihat salah satu temannya terjatuh, ketiga lelaki lainnya semakin marah dan menyerang Ethan dengan lebih ganas. Tetapi, Ethan tidak gentar. Ia mengumpulkan seluruh tenaga yang tersisa untuk melawan mereka.

Di tengah pertarungan, salah satu lelaki itu terpeleset dan menjatuhkan gitar milik Ethan. Melihat kesempatan itu, Ethan dengan sigap mengambil gitarnya dan mengayunkannya ke arah para lelaki itu. Beberapa pukulan dari gitar itu membuat mereka terhuyung-huyung.

"Jangan pernah sentuh gitarku lagi!" Ethan berteriak penuh emosi. Para lelaki itu merasa takut dan akhirnya pergi meninggalkan Ethan yang terluka. Meski babak belur, Ethan merasa lega karena berhasil mengambil kembali gitarnya.

Ethan kembali melangkah menuju studio musik, kali ini dengan tubuh yang sakit dan lelah.

"Semoga aku tidak terlambat," gumam Ethan saat melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

Ethan berlari sekuat tenaga, walau tubuhnya babak belur dan terluka. Waktu terus berjalan, tinggal 30 menit lagi untuk audisi menjadi penyanyi di studio musik tersebut. Evellyne, gadis cantik itu sudah menunggu di studio sejak tadi.

"Mana pengamen itu, Evellyne?" tanya Barra.

"Mungkin sebentar lagi, Om Barra," ujar Evellyne.

Tak lama, Ethan pun datang dengan keadaan luka memar di wajahnya. Evellyne tak bisa menyembunyikan kekhawatirannya saat melihat kondisi Ethan yang terluka.

"Ethan, apa yang terjadi? Mengapa kamu babak belur begini?" tanya Evellyne terkejut.

"Ada insiden menyebalkan tadi di jalan. Tapi tidak apa-apa, hanya luka kecil," ucap Ethan, nafasnya masih terengah-engah, "tapi aku masih bisa ikutan audisi ini' kan?" tanya Ethan sambil menahan rasa sakit.

"Tentu, masih ada waktu buat kamu ikutan audisi. Kamu jadi peserta terakhir," ucap Evellyne.

"Oh syukurlah.... "

Evellyne menghela napas panjang, lalu membantu merapikan penampilan Ethan agar sedikit lebih rapi. Setelah itu, Ethan pun mengikuti audisi dengan suara yang bergetar akibat rasa sakit yang ia rasakan.

Setelah Ethan selesai bernyanyi, salah satu juri langsung memberikan komentarnya.

"Maaf, Ethan. Suaramu kurang bagus. Aku rasa kamu belum layak untuk menjadi bintang."

Bukan hanya juri itu saja, ketiga juri yang lainnya pun memberikan komentar yang membuat Ethan sedikit kecewa.

Evellyne yang mendengar itu, ia langsung berhadapan dengan keempat juri.

"Tunggu! Aku tidak setuju dengan penilaian Anda. Suara Ethan itu unik dan berkarakter. Jangan hanya karena penampilannya yang babak belur, lalu Anda menilai buruk suaranya," ucap Evellyne kesal.

Namun, juri tetap pada keputusannya. "Kami sudah memutuskan, Ethan tidak lolos audisi ini. Terima kasih sudah berpartisipasi."

Ethan mengangguk dan tersenyum meski kecewa, menerima keputusan juri dengan lapang dada.

"Mungkin memang bukan di sini rezeki aku, Evellyne," ucap Ethan tersenyum pahit. "Terima kasih kamu sudah memberikan aku kesempurnaan untuk mengikuti audisi ini."

Evellyne merasa sedih, namun ia yakin bahwa Ethan adalah sosok yang kuat dan pantang menyerah.

"Oke, pokoknya semangat terus ya!" ucap Evellyne.

Evellyne tidak berhenti sampai disitu saja untuk membantu Ethan. Rekanan video saat Ethan bernyanyi waktu mengamen, ia posting di beberapa akun media sosial yang ia miliki. Ethan juga semakin semangat mengamen mencari recehan untuk menyambung nyawa.

Seiring berjalannya waktu, keduanya semakin dekat, keduanya berteman baik. Namun, Lagi-lagi Ethan harus mengalami kegagalan. Setiap audisi, ia tidak pernah lolos ketahap berikutnya.

Di kediaman Andersson.

"Gadis itu harus aku singkirkan!" Tuan Louis tersenyum sinis, "Siapapun yang membatu putraku untuk mengejar mimpi sampahnya itu, dia harus mati!"

Tuan Louis akan melakukan apapun agar putranya menyerah, lalu pulang dan melanjutkan bisnis keluarganya. Laki-laki paruh baya ini tetap menginginkan Ethan menjadi pengusaha seperti dirinya. Kalau bukan Ethan, siapa lagi? Hanya Ethan harapan satu-satunya.

Nyonya Alice—ibunya Ethan, semenjak putranya itu pergi dari rumah. Wanita ini terus saja menangis, ia ingin putranya kembali pulang.

"Louis, kamu harus mencari Ethan secepatnya. Mengapa kamu hanya diam saja, hah? Bagaimana kalau Ethan kelaparan, kehausan, kedinginan dan kepanasan? Mengapa kamu tidak memikirkan nasib putramu itu, Louis?" ucap Nyonya Alice, ia mulai kesal melihat suaminya hanya diam tanpa berusaha mencari Ethan dan membujuk putranya itu untuk pulang.

"Dia sudah dewasa, Alice! Dia pasti bisa mengurus dirinya sendiri. Lagipula, itu pilihan dia sendiri, pergi dari rumah ini untuk mimpi sampahnya yang tidak berguna itu!" ucap Louis santai.

Nyonya Alice pun kembali ke kamar, ia sangat lelah karena suaminya dan putranya itu sama-sama keras kepala.

***

Saat Evellyne turun dari mobilnya, tiba-tiba dari arah belakang ada yang memukul pundaknya keras. Ia tak sempat melihat siapa pelakunya, seketika itu juga ia pingsan. Kemudian, dengan cepat ia dibawa ke tempat terpencil di sebuah hutan kota tersebut.

Di sebuah rumah tua yang sudah lama kosong, Evellyne terbangun. Ia terlihat bingung dan ketakutan. Kedua kakinya terasa berat, dan saat ia melihat ke bawah, ternyata kedua kakinya dipasung. Ia mencoba untuk berontak, namun semakin keras ia berusaha, semakin sakit ia merasakan.

"Tolong! Siapa yang melakukan ini padaku?!" teriak Evellyne ketakutan.

Tak lama, di hadapannya muncul enam laki-laki bertubuh kekar yang tertawa sinis. Salah satunya mendekat dan berkata, "Hahaa, bagaimana kalau kita nikmati dulu tubuhnya, baru kita bunuh?"

Evellyne teriak sekuat tenaga, "Tidak! Jangan sentuh aku! Tolong, siapa pun yang mendengar, tolong aku!"

Laki-laki yang tadi mendekat langsung menampar pipi Evellyne, "Heh, diam kau! Tak ada yang akan mendengar teriakanmu di sini. Kau berada di tengah hutan, siapa yang akan mendengar?"

Evellyne mencoba menenangkan diri, "Apa yang kalian inginkan dariku? Uang? Aku bisa memberikan uang jika itu yang kalian inginkan." Suara Evellyne terdengar bergetar saking ketakutan.

Salah seorang laki-laki yang lain tertawa, "Uang? Kami tak butuh uangmu. Kami hanya ingin bersenang-senang sebelum menghabisimu."

"Apa salahku? Apa? Mengapa kalian ingin membunuhku?" Evellyne menangis sejadi-jadinya, "Tolong, jangan lakukan ini padaku!" teriak Evellyne histeris.

Laki-laki yang tadi menampar Evellyne mendekat lagi dan mengelus rambutnya, "Sayang sekali, kau sudah berada dalam tawanan kamu. Tak ada yang bisa menyelamatkanmu sekarang."

"Jika kalian berani menyentuhku, kalian akan menyesal seumur hidup! Aku tak akan diam saja!" teriak Evellyne.

Laki-laki tersebut tersenyum sinis, "Kita lihat saja nanti. Sekarang, bersiaplah untuk merasakan kenikmatan dari kami, Sayang. Hahaha!"

Evellyne mencoba melawan sekuat tenaga, memohon dan berteriak agar seseorang mendengarnya. Namun, di tengah hutan yang sunyi itu, tak ada yang bisa mendengar teriakan putus asa Evellyne.

Evellyne semakin tidak berdaya, ia dikelilingi oleh enam lelaki bertubuh kekar yang menatapnya dengan pandangan penuh nafsu. Evellyne pasrah, ia berada di sebuah rumah tua di tengah hutan, tempat di mana tidak ada orang yang bisa mendengar jeritan ketakutannya. Matanya memerah karena menangis, namun tidak ada air mata yang tersisa untuk jatuh.

"Ayo buka bajunya! Kita nikmati dulu, baru kita habiskan!"

Saat salah satu lelaki hendak mendekati Evellyne, pintu rumah tua itu tiba-tiba terbuka dengan keras. Ternyata Ethan yang datang, dengan napas terengah-engah, ia berdiri di ambang pintu. Dia menatap ke-enam lelaki itu dengan tatapan tajam penuh amarah.

"Apa yang kalian lakukan padanya?!" teriak Ethan, membuat para lelaki itu terkesiap.

Mereka lantas bersiap untuk menghadapi Ethan yang dengan cepat menyerang mereka. Perkelahian sengit pun terjadi di antara mereka. Ethan berusaha melindungi Evellyne dan mengalahkan para lelaki yang mencoba mencelakai gadis itu. Sayangnya, kekuatan Ethan mulai habis, dan dia akhirnya jatuh terkapar di lantai.

"ETHAN!" teriak Evellyne, panik melihat Ethan yang terluka parah.

Dia berusaha melepaskan diri dari ikatan yang mengikatnya, namun sia-sia. Saat para lelaki itu kembali mendekati Evellyne, salah satunya mengeluarkan pistol dan menodongkan ke arah gadis itu.

"Kau harus mati!" ujarnya sambil tertawa jahat.

Ethan yang mendengar ancaman itu, mengumpulkan sisa kekuatannya untuk bangkit. Dengan sekuat tenaga, ia berhasil meraih pistol itu dan menginjaknya hingga hancur.

Para lelaki bertubuh kekar itu terkejut melihat Ethan yang kembali melawan, kali ini dengan lebih ganas dan beringas.

"Jangan sentuh Evellyne!" teriak Ethan sambil menendang salah satu lelaki itu, kemudian menghantam yang lain dengan pukulan keras.

Satu per satu lelaki itu terkapar, tak berdaya melawan Ethan yang kini dipenuhi amarah dan kekuatan luar biasa. Evellyne yang melihat keberanian Ethan, terenyuh dan tak henti-hentinya berdoa agar mereka bisa selamat dari keadaan mengerikan ini.

Ethan akhirnya berhasil mengalahkan para lelaki itu dan segera melepaskan ikatan yang mengikat Evellyne.

"Ayo, kita keluar dari sini!"

Ethan dan Evellyne pun segera berlari keluar dari tempat yang menyeramkan ini.

"Ethan, tunggu!" Evellyne menghentikan langkahnya Ethan ketika sudah berada di luar rumah tua itu.

"Ada apa, Evellyne?" tanya Ethan.

"Dari mana kamu tahu aku berada di tempat ini?" tanya Evellyne menatap Ethan dengan tatapan serius.

"Tadi, saat aku mengamen melewati kampus kamu. Aku melihat kamu dibawa kedalam mobil, lalu diam-diam aku mengikuti mobil itu," jelas Ethan.

Padahal faktanya tidak seperti itu. Ethan mengetahui rencana jahat Tuan Louis—Ayahnya. Tak sengaja tadi Ethan melihat sang ayah ada di kota ini, gerak-geriknya mencurigakan. Ethan mendengar percakapan sang ayah dengan seseorang lewat telepon.

"Syukurlah tadi kamu ada disitu, kalau tidak ada kamu, aku tidak tahu nasib aku akan mengenaskan. Mereka ingin aku mati! Aku tidak tahu salah aku apa? Aku tidak memiliki musuh," ucap Evellyne, suaranya masih bergetar ketakutan.

Ethan berusaha menenangkan Evellyne, dalam hatinya ia merasa bersalah. Karena berteman dengannya, nasib gadis itu jadi terancam.

"Yasudah, lebih baik sekarang kita keluar dari hutan ini, sebelum gelap," ucap Ethan.

Evellyne dan Ethan pun berhasil keluar dari hutan tersebut.

Tuan Louis masih berada di Kota Manhattan. Ia sudah mendengar bahwa orang-orang yang ia bayar untuk melenyapkan gadis itu ternyata gagal.

"Kalian bodoh! Harusnya kalian langsung habisi saja gadis itu! Saya sudah bayar kalian mahal. Tapi kerja kalian tidak becus! Kalian sungguh bodoh!" teriak Tuan Louis.

"Maafkan kami, Tuan!" Mereka menunduk memohon ampun, wajah mereka terlihat babak belur. "Tiba-tiba saja tadi ada yang datang menolong gadis itu."

"Siapa dia?" tanya Tuan Louis.

"Laki-laki itu bernama Ethan, Tuan. Tadi saya mendengar gadis itu berteriak menyebut nama Ethan."

Tuan Louis memukul meja dengan sangat kasar, kedua tangannya mengepal kuat.

"Ethan! Dari mana anak itu tahu tentang rencanaku ini?" gumam Tuan Louis.

Namun begitu, meskipun usahanya selalu gagal. Tuan Louis tidak akan menyerah begitu saja.

"Lihat saja! Apa yang akan papa lakukan, Ethan!" ucap Tuan Louis dalam hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status