Share

Bab 5

Author: mic.assekop
last update Last Updated: 2023-03-20 12:22:18

Mau sembuh atau belum, sang ibu mertua tidak peduli, yang penting sekarang dia punya ide. Pagi-pagi buta Chyntia menggedor-gedor pintu kamar Stefan. Anehnya, bukan cacian dan lontaran sarkas yang dilempar, melainkan panggilan persuasif layaknya pemeran antagonis menusuk lawannya dari belakang, penuh kelembutan dan rayuan.

“Stefan, kau sudah bangun?”

Lantas Stefan membukakan pintu, lalu menjawab, “Sudah dari jam empat tadi aku bangun, Bu.”

Chnytia mengangguk sembari mengunggah senyum sebelah yang tidak begitu mengenakkan. Senyum dipaksa. Senyum ada maksud. Jika bisa membaca matanya, asli mata itu adalah mata jahat.

Chyntia menatap licik dan berkata, “Ada tugas untukmu sebelum kau pergi narik nanti, Stefan.”

“Tugas apa, Bu? Aku siap kapan saja.”

“Piring, gelas, kuali, semua yang kotor itu cepat kau cuci!”

“Baik, Bu. Segera aku kerjakan.”

Stefan sigap menuju dapur. Tak ada satu pun yang dilewatkannya, semua kinclong.

Chyntia memanggil suami dan ketiga anaknya.

“Sekarang kita punya pembantu baru,” ucap Chyntia sumringah.

“Cuci sampai bersih!” titah Luchy.

“Awas saja kalau masih ada yang kotor!” cibir Robert.

Bobby ngamuk. “Stefan, apa-apaan kau ini ngasih duit lima puluh ribu ke istrimu?! Duit sedikit itu mana cukup. Kau mau menghina putriku?”

Sembari mengucek-ucek piring yang penuh busa, Stefan menjawab, “Mudah-mudahan hari ini aku dapat orderan banyak, Ayah, bila perlu aku pulang jam sebelas malam, biar bisa ngasih istriku duit yang banyak.”

“Aku tidak peduli kau mau pulang jam berapa. Ingat, aku tidak ingin kau merendahkan istriku dengan nafkah lima puluh ribu. Apa kau tidak menghargainya?”

“Aku sangat menghargai istriku, Ayah. Baiklah, mulai hari ini akan aku kasih dia duit lebih dari itu.”

Setelah selesai mencuci piring, Stefan ingin pamit dengan ibu mertuanya. Tapi, belum sempat Stefan pergi, ibu mertuanya memerintahkannya mencuci pakaian dan menjemur.

“Apa kau bisa melakukannya? Katanya kau sudah sehat?”

“Tentu aku bisa melakukannya, Bu.”

Ketika semua orang sibuk dengan urusannya masing-masing, hanya ada Stefan dan Lionny di rumah. Lionny tak sampai hati melihat suaminya disuruh-suruh. Persis jadi bapak rumah tangga. Persis pembantu.

“Stefan, kau belum sarapan.”

Stefan yang sedang asyik menyampirkan pakaian membalik badannya, kemudian menjawab dengan tanpa ada keluhan sama sekali, “Habis ini aku sarapan, Sayang.”

“Kau tidak perlu melakukan pekerjaan rumah seperti ini.”

“Tidak apa-apa. Biar mereka percaya bahwa aku benar-benar sudah sehat.”

“Mereka percaya kalau kau sudah sehat.”

“Aku ingin memperbaiki namaku di keluargamu. Aku tidak ingin dicap sebagai menantu dan ipar benalu di rumah ini. Aku tidak ingin dicap sebagai menantu dan ipar sampah. Aku tidak ingin menjadi suami yang tidak bisa diandalkan.”

Lionny menunduk dan terenyuh. “Besok-besok tidak usah lagi kau melakukan pekerjaan rumah seperti ini.”

“Aku tidak keberatan sama sekali. Tiga tahun penuh aku kerjanya hanya makan tidur dan jadi benalu. Aku ingin membuktikan pada keluargamu kalau aku bukanlah orang pemalas yang tidak bisa diandalkan.”

Ketika pekerjaan telah selesai dan Stefan pamit ingin keluar, tiba-tiba ibu mertuanya melolong dari dapur, “Kau lihatlah, halaman kita kotor sekali. Banyak daun-daun rontok. Rumputnya sudah mulai tinggi. Kau sudah sembuh kan Stefan?”

Stefan mengambil sapu lidi dan sekop, lalu melaksanakan perintah ibu mertuanya dengan sepenuh hati. Dipotonginya rumput-rumput, lalu dibersihkannya, hingga halaman depan begitu rapi dan sedap dipandang.

Menyaksikan Stefan bekerja dengan baik, Chyntia melongo dari balik jendela. Lionny mendekati ibunya sambil meyakinkan bahwa Stefan benar-benar sembuh. Dia juga bilang pada ibunya kalau jangan berlebihan menyuruh-nyuruh suaminya.

“Kau diam saja, Lionny! Menantu sampah itu pantas mendapatkannya. Paling satu minggu dia sehat, ujung-ujungnya balik gila lagi.”

Jam 10 pagi.

Setelah sarapan, Stefan pun pamit. Dihidupkannya aplikasi. Dia menunggu orderan di sekitar Kambang Iwak, masih berada di kawasan Bukit Kecil. Stefan terkejut pas ingat bahwa dia harus membantu temannya Grace. Stefan mengirim pesan pada Grace, menanyakan soal itu.

[Dia sudah minta bantuan kepada orang lain.]

Astaga!

Padahal, Stefan sudah dijanjikan bayaran tiga ratus ribu. Uang yang cukup banyak dan bisa diberikan untuk istrinya. Ah, bukan rezekinya, pikir Stefan. Mana Grace agak marah pula karena Stefan tidak merespons chat-nya dari tadi.

Jam satu siang Stefan baru pecah telur. Order food. Dia bergegas ke salah satu restoran yang berada di sekitar Taman Kambang Iwak. Sesampainya di sana, Stefan mendekat bagian kasir.

“GF-340. Tolong diproses.”

Stefan pun duduk-duduk menunggu pesanannya. Di sampingnya ada seorang driver yang tampak murung. Badannya kurus dan kulitnya hitam belang karena terlalu sering berada di atas aspal. Tak sampai hati Stefan melihatnya.

“Bagaimana, ramai orderan?” tanya Stefan sambil memberikan sebotol minuman rasa.

John tersentak dan pembicaraan dengan dirinya sendiri terputus. “Hm. Buat aku? Terima kasih ya. Baru dua biji.”

“Keluar jam berapa?”

“Dari jam 6,” balas John lemas.

“Kemarin-kemarin bagaimana? Sama seperti ini juga?”

“Sampai siang ya seperti ini. Palingan tiga orderan. Sampai malam paling dapat lima biji.”

Lima orderan. Rata-rata tiap order dapat ongkos sepuluh ribu, jadi pendapatan kotor lima puluh ribu. Bensin dua puluh ribu. Terus makan. Terus belum lagi kalau merokok. Terus kalau ada apa-apa di jalan seperti pecah ban dan semacamnya. Berapa itu pendapatan bersihnya?

“Sabar saja John. Mudah-mudahan besok ada rezeki lebih.”

Stefan meminta kontak John. Dilihat dari penampilan dan cara merespons John yang santai dan supel, ditambah John ngobrolnya nyambung dan tidak sombong, maka Stefan bermaksud ingin berteman dekat dengan si John ini, teman selama ngojol tentunya.

Setelah ini hingga sore Stefan tak dapat orderan sama sekali. Dia belum dapat duit sepeser pun hari ini karena orderan pertama tadi pembayaran non-tunai. Sekitar jam empat dia sudah nangkring di pinggir jalan tak jauh dari kantor PT Sanjaya Sawit.

Sebelumnya Stefan sudah diperingatkan oleh mertuanya untuk tidak mangkal di sekitar kantor beliau dengan alasan akan malu jika nanti diketahui oleh semua anak buahnya bahwa beliau punya menantu seorang ojol. Stefan agak takut-takut kalau menunggu kedatangan Grace.

Stefan duduk tak jauh dari halte, sekitar lima puluh meter dari kantor PT Sanjaya Sawit, pas di depan salah satu kantor bank konvensional. Sementara itu di dalam kantor PT Sanjaya Sawit.

Bobby Sanjaya marah kepada Grace. “Mana temanmu itu? Katanya mau bantu karyawan kita.”

Grace menunduk. “Maaf, Pak. Sepertinya dia ada kesibukan lain.”

“Entah dia yang bohong. Atau kau yang bohong. Bagaimana dia bisa membantu perusahaan kita nantinya kalau dia bisa lupa dan lalai? Bagaimana pula saya mau menerima dia bekerja di sini?”

Grace keluar dari kantor dengan perasaan gundah sehabis dimarahi oleh bosnya. Dia berjalan di atas trotoar penuh dengan kekesalan. Lantas dimarahinya Stefan yang tengah asyik duduk-duduk di halte.

“Stefan! Kau ini bagaimana sih?! Katanya kau akan membantu temanku.” Grace emosi.

“Maafkan aku, Grace," balas Stefan mengaku bersalah.

Stefan mengantar Grace pulang tanpa ada pembicaraan apa pun di atas sepeda motor. Meskipun berulang kali meminta maaf, Grace masih kesal sama Stefan. Sepanjang jalan Grace cemberut.

Setelah mengantar Grace, Stefan melanjutkan pekerjaannya karena dia harus kejar setoran malam ini. Jika malam, orderan food lebih banyak ketimbang orderan lainnya seperti penumpang atau barang.

Namun, sampai jam sepuluh malam, Stefan hanya dapat tambahan tiga orderan saja. Duit cash yang didapat hanya tiga puluh lima ribu plus ongkos dari Grace dua puluh ribu. Stefan pun pulang dengan perasaan resah.

Kedua mertua dan iparnya sudah menunggu di ruang keluarga. Sengaja mereka belum masuk ke kamar hanya untuk melihat manusia menyedihkan ini pulang.

Robert dan Luchy menatap Stefan dengan tajam sekali sambil mengucek-ngucek hidung. Ibu mertuanya memandang dengan jijik dan ingin muntah. Ayah mertuanya pun begitu, muak sekali, lalu berujar dengan keras.

“Bagaimana orderan hari ini, Menantu sialan? Ramai? Istrimu butuh duit untuk belanja besok!”

Stefan mengawasi wajah-wajah ketidaksenangan itu, lalu menghela napas lelah. Disekanya keringat dan debu di keningnya. Matanya merah karena seharian terkena angin jalanan. Bibirnya kering karena kurang cairan. Dan badannya lemas karena belum makan malam.

Lalu Stefan memasukkan tangan kanannya ke saku celana, merogoh uang bersih dari kerja keras hari ini seharian. Enam puluh lima ribu dipotong bensin dua puluh ribu. Jajan lima ribu beli gorengan untuk makan siang. Sisa empat puluh ribu, itulah nafkah itu istrinya besok.

“Kau sudah bilang akan ngasih lebih dari lima puluh ribu!” sentak ibu mertuanya sambil men-scroll, asyik menonton konten.

Stefan menyerahkan uang empat puluh ribu rupiah ke istrinya yang tepat tertegun berdiri di sampingnya. “Maaf, rezeki hari ini hanya segitu. Mudah-mudahan besok dapat lebih,” ujar Stefan menguatkan diri.

“Terima kasih, Stefan,” balas Lionny pelan.

Sontak darah Bobby mendidih. Urat di keningnya mencuat. “Kau ini masih gila! Empat puluh ribu! Apa kata tetangga nantinya kalau mereka tahu ha? Asli kau ini belum sembuh!”

Karena sudah malas meladeni, Robert dan Luchy undur diri, sambil memekik dan menghadap Stefan. “Ipar payah!”

Sebelum masuk ke kamar, ibu mertuanya menunjuk-nunjuk dan berkata keras, “Kau tidak bisa diandalkan dalam mencari uang. Besok kau cuci lagi piring dan pakaian. Terus kau bersihkan semua ruangan di rumah ini, kau sapu, pel, dan kau rapikan perabot-perabot!”

===>>>0<<<===

Terimakasih telah membaca, Guys.

Jangan lupa like, komen, dan follow!

Ikuti terus kisah Stefan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Windra Abednego
aku juga suka, malah makin penasaran.
goodnovel comment avatar
Supari Yoni
bagus sampai bab ini aku masih suka
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Bangkitnya sang Menantu Benalu   Bab 124

    Bobby Sanjaya duduk berhadapan dengan Stefan. Martin dan David berdiri di belakang Bobby. Sedangkan Lionny duduk di kursi tak jauh dari mereka.Stefan berkata, “Martin, David, saya selalu mempercayakan banyak urusan kepada kalian berdua. Hingga menjadi saksi pernikahan saya pun, kalian tetap menjadi yang terpercaya.”Martin dan David mengangguk penuh patuh.Tiba-tiba suasana di dalam ruangan cukup tegang.Stefan memandang Bobby dengan tatapan sungguh-sungguh. “Saya dan Lionny saling mencintai, Tuan Sanjaya. Berikan kami izin agar kiranya kami berdua bisa kembali menjalin hubungan sah suami istri kembali serta membangun rumah tangga yang baik.”Stefan bilang juga pada Bobby bahwa untuk ke depannya dia tidak ingin hubungan rumah tangganya diganggu lagi apalagi sampai dipisahkan seperti tempo lalu. Stefan sudah memberi ruang agar Sanjaya Group bisa bangkit, bahkan memberikan berbagai bantuan. Oleh karena itu, penyesalan Bobby harus dibayarkan segera, dan kata maaf jelas tidak cukup jika

  • Bangkitnya sang Menantu Benalu   Bab 123

    Jika saja Bobby tidak tolol dan egois, tentu bisnis Keluarga Sanjaya tidak akan terpuruk. Ribuan rasa penyesalan tertampak jelas di wajahnya yang mengendur. Bobby berkata lembut penuh penyesalan, “Ayah gagal menjadi pemimpin bagi kalian.”Lionny menyeka air mata di pipinya, lalu berkata, “Lupakan semua kesedihan, Ayah. Sekarang Ayah harus berbenah. Lanjutkan perjuangan mendiang kakek Sanjaya.”Stefan memotong segera, “Cukup. Kita tidak banyak waktu. Sekarang, mulai lagi!” titahnya tegas.Robert mendekat ke meja Stefan. Dia menunduk hormat dan berkata, “Aku salah. Maafkan aku.” Diteruskan pula oleh Luchy dan Chyntia.Lalu giliran Bobby. Sembari membungkuk sedikit Bobby berkata lirih, “Stefan, maafkan semua kesalahanku. Maafkan aku dan keluargaku.”Lionny tertegun. Melihat kedua orang tua beserta adiknya sangat merendah di hadapan Stefan seperti tidak ada harga diri, Lionny sangat tidak tega. Namun, langkah Stefan sudah tepat, dengan itu semoga mereka berempat sangat jera.Tuan Stone me

  • Bangkitnya sang Menantu Benalu   Bab 122

    “Kau tahu apa konsekuensi jika menolak, Tuan Stone?” ancam Stefan.Tuan Stone sedikit mendongakkan kepala dan menjawab lirih, “Bagaimana kalau dikurangi separuh, Tuan CEO? Cukup lima belas juta saja. Saya masih bisa kalau segitu.” Tetap ada keraguan terpancar di raut wajah Tuan Stone. Bibirnya bergetar tatkala mengucapkannya karena di dalam kepalanya sedang bertengkar sendiri, lebih baik menolak jika bisa.Stefan mengalihkan pandangnya ke Bobby. “Cukup untuk satu perusahaan Sanjaya Group saja. Atau mungkin nanti suatu saat Tuan Stone akan kembali memberikan penawaran. Kita tahu bahwa Tuan Stone bukanlah orang asal-asalan yang gampang memberikan keputusan.”Lima belas juta dollar? Sebuah perjudian besar bagi Tuan Stone, jika judi 50:50, tidak untuk investasi nanti, baginya kemungkinan profit hanya dua puluh persen. Tuan Stone siap rugi.Tuan Stone ketar-ketir dan berharap agar kiranya Stefan tidak berbicara panjang lagi terkait investasi. Dia tidak mau hari-harinya makin buruk. Jika bi

  • Bangkitnya sang Menantu Benalu   Bab 121

    Sanjaya Group saat ini memang sedang sangat terpuruk. Salah satu cara untuk mengembalikan keadaan seperti dahulu meskipun dalam waktu yang tidak sebentar adalah dengan menerima suntikan dana dari investor.Pasca perseteruan antara Sanjaya Group dan Stefan tempo lalu, jelas berdampak sangat serius bagi perusahaan milik Bobby. Jika Sanjaya Group ingin kembali bangkit, jelas mereka harus segera melakukan sesuatu.Namun, sejauh tidak ada ada satu pun investor yang datang serta tidak ada juga satu pun bank yang mau meminjamkan uang kepada mereka. Alasannya, karena Sanjaya Group diprediksi sulit akan kembali membaik. Sudah separah itu.Stefan punya ide. Penawaran gila yang biasanya diberikan oleh Tuan Stone, coba Stefan berikan kepada Bobby, kira-kira, apa reaksi Bobby ketika mendengar tawaran tersebut? Jika Tuan Stone memberikan penawaran kepada Luchy atau bahkan Chyntia, demi memperbaiki perusahaan, apakah Bobby merelakannya? Lihat nanti, apa Bobby masih waras?Bobby, Chyntia, Robert, dan

  • Bangkitnya sang Menantu Benalu   Bab 120

    “Martin, kunci pintunya!” titah Stefan. Lalu, Stefan beranjak dan langsung mencekik leher Tuan Stone. Saking kuatnya, Tuan Stone sampai berdiri dari duduknya. “Kita bertemu lagi ha?! Kau pikir, aku dan calon istriku bakal lupa dengan dirimu?!” Stefan sangat marah.Stefan dengan sangat tegas tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone. Dia juga akan memberi tahu kepada perusahaan-perusahaan di Jakarta dan lainnya untuk tidak menerima tawaran investasi dari Tuan Stone.Martin sudah siap seandainya Tuan Stone memberikan perlawanan kepada Stefan. Sedikit saja Tuan Stone menyenggol, pecah kepala Tuan Stone, biar otak busuknya keluar.Stefan memberi kode kepada Lionny agar segera beranjak. Setelah Stefan melepaskan cekikannya, Lionny langsung melepaskan sebuah tamparan keras.PLAK!“Sebuah balasan dari Lionny Fransisca Sanjaya!” Lionny menyeringai marah. Meski emosi, tetap cantik.Terasa pedas di pipi Tuan Stone. Dia mengerang. Lalu ada darah segar mengalir di bibirnya. Saat ini, Tuan

  • Bangkitnya sang Menantu Benalu   Bab 119

    Tuan Stone gelagapan. “Stefan? Kau?” Seketika wajahnya memucat pasi. Bergidik badannya begitu yakin bahwa CEO Nano-ID saat ini yang dilihatnya merupakan pria yang kemarin di taman itu.Di dalam ruangan hanya ada Tuan Stone, Stefan, Martin, dan Lionny. Sementara Mike berada di luar. Dia sibuk memperhatikan para wanita dan mulai menyeleksi.Stefan menegakkan bahu, tersenyum, dan berkata ramah, “Silakan duduk, Tuan Stone. Bukankah Anda ke datang ke mari untuk membicarakan soal bisnis? Ayo kita mulai!”Lionny juga tersenyum ramah seolah-olah kemarin sore tidak terjadi apa-apa. Padahal di hatinya, Lionny sangat benci dengan orang tua tidak tahu diri ini. Jika mencongkel biji mata orang tidak berdosa dan tidak kena hukum pidana, sudah dari tadi dia akan mencocol kedua biji mata Tuan Stone agar segera berhenti memilih-milih wanita yang bakal ditidurinya.Stefan tidak gegabah dan seolah-olah dia dan Tuan Stone belum pernah bertemu sebelumnya. Stefan menyambut kedatangan Tuan Stone dengan begi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status