Share

Tamu Misterius

Part 11

Kami persembahkan tumbal kami Nyi. Terimalah!" Dyah mendengar Nuning berkata demikian.

Tak, akan kubiarkan. 

Klik.

Pintu pun terbuka.

Milaaa ... Dyah berteriak kencang. 

"Dik, Dik, bangun, Dik!" Abi mengoyang-goyangkan tubuh Dyah dengan kencang dan menepuk-nepuk pipinya. 

Hah. 

"Istigfar, kamu mimpi buruk!" 

"Mimpi?" Dyah menoleh ke samping dan mendapati putrinya sedang tertidur. "Ya, Allah, Mila," ucap Dyah.

"Minumlah," kata Abi. Sementara itu napas Dyah mulai stabil. Untunglah semua itu cuma mimpi. 

"Kamu mimpi apa?" tanya Abi. Dyah pun menceritakan perihal mimpinya. 

"Ini bukan sekedar mimpi, Mas. Ini petunjuk, ini firasat!"

"Lagi-lagi Nuning," jawab Abi. Sekarang Abi seratus persen percaya, ini sudah kesekian kalinya Dyah bermimpi tentang Nuning. Firasat Dyah memang kuat. Badan Mila mulai panas lagi, Dyah mengompres sambil terus membaca do'a. Entah kapan Mila bakal sembuh. Dyah mengusapkan minyak telon di dada dan punggung Mila.

"Cepet sembuh ya, Nduk!" ucapnya. "Mas, besok jemput ibu, ya?" pinta Dyah.

"Buat apa, kasian ibu kamu sudah tua!" kata Abi mencoba menginggatkan Dyah..

"Biar ada yang aku ajak bicara, Mas. Lagi pula, kalau kamu ke luar misalnya, aku ada temennya. Aku nggak sendirian." Benar juga pikir Abi. Mungkin dengan begitu Dyah tidak akan diganggu barang halus lagi. 

🌿🌿🌿 

Pagi itu Abi langsung menjemput mertuanya yang memang tinggal di luar kota. Sementara Dyah menjalankan tugasnya sebagai ibu rumah tangga. Pagi itu Dyah belanja, biasa di mbak Karim tukang sayur keliling. Ia berhenti tepat di depan toko Nuning. Menyenderkan sepedanya di pohon kelapa. 

"Ayo, lo. Ayo lo!" teriak mbak Karim. Ibu-ibu pun segera menyerbu mbak Karim buat belanja. Tak, terkecuali ibuku sembari mengendongku. 

"Mila, masih sakit ya, Dyah?" tanya Mbak Karim. 

"Iya," jawab ibuku singkat. 

"Kenapa nggak coba dibawa ke orang pintar? Siapa tahu Mila diikuti barang halus!" kata Mbak Karim.

"Sampian, punya kenalan? Atau tahu alamat orang pintar mungkin?" tanya Dyah antusias. Kemudian dalam sekejab  munculah nama-nama dukun. Dyah menampung semua informasi itu. 

"Itu, di desa sebelah. Mbah Surip kalau nggak salah namanya, coba saja ke sana," kata Sri memberi masukan. 

"Iya, bener. Coba saja ke sana. Katanya dia bisa mengobati segala penyakit buatan kayak santet begitu lho, Dyah," tambah Marni. Dyah pun mendengarkan dengan seksama informasi beberapa dukun atau paranormal yang diberitahu oleh tetangga pagi itu. Setelah memilih sayur dan ikan. Dyah segera berlalu sebelum si Nuning ikut nimbrung. Benar saja, sesaat setelah Dyah membayar, Nuning ke luar dari rumahnya dan berkumpul dengan yang lainya. Secepat kilat emak-emak menganti topik pembicaraan mereka. 

"Lombok naik lagi, yo!" kata Marni.

"Iya, lho. Untung aku nggak doyan pedes," timpal yang lain. Sementara itu, Dyah lebih memilih  pergi menghindari Nuning. Dyah berjalan lewat samping rumahnya menuju ke belakang lewat pintu dapur. Abi suaminya sudah membuatkan Mila keranjang bayi yang di beri roda sehingga mudah dipindah-pindah. Jadi, Dyah bisa menidurkan putrinya di sana sembari memasak. 

Tak, sabar Dyah menanti ibunya datang. Bapak Dyah telah tiads, tinggal Mbah Uti satu-satunya sesepuh di keluarga. 

Dyah memasak sayur asem dan pepes hari itu. Dalam waktu singkat sayur asem, pepes ikan dan sambel terasi sudah terhidang di meja. Selanjutnya ia mencuci baju, Abi sudah membuat kamar mandi di dalam. Jadi, Dyah bisa dengan leluasa mencuci sambil mengawasi Mila di keranjang bayi. 

Setelah semuanya selesai, Dyah mengendong putrinya, Mila disuapi dengan sayur asem. Walau sedang  sakit, Mila tidak pernah menolak makanan apapun dan juga tidak pernah rewel. Berat badan Mila juga tidak turun, tetap cuby dan ginuk-ginuk. Hanya saja, kalau sedang panas, badan Mila panas sekali seperti bara api, dan ketika sedang dingin maka akan sedingin es. Suhu badan Mila tidak bisa diprediksi, sebentar panas, sebentar normal, sebentar kemudian berubah menjadi dingin. 

Pukul dua siang mbah Surti yang di panggil Uti datang. Beliau mencuci kakinya di sumur baru kemudian masuk ke rumah dan langsung mengendongku. 

"Gendokku, ndang sehat yo, Nduk!" Kudang mbah Uti. 

"Makan dulu, Mbok!" kata Dyah memersilakan. 

"Mbok belum laper, buatin kopi saja," titah mbah Uti. Beliau lantas melepas baju dan memijat cucunya. Tangan keriputnya itu cekatan mengurut punggung Mila dengan baluran minyak telon campur bawang merah. "Sehat-sehat, yo!" kata mbah Uti sembari terus memijat. 

"Makasih ya, Mas! Mas, kata Sri, kenapa nggak coba bertanya ke mbah Surip," kata Dyah sambil menyodorkan kopi panas untuk suaminya yang baru datang. Dapur rumahnya cukup luas. Abi menaruh bayang atau dipan tepat di depan tempat salat. Sebelahnya ia bangun kamar mandi. Di sisi lain tempat salat ada meja makan. Abi dan Dyah sedang duduk di sana sementara mbah Uti memijat Mila di depan tempat salat. 

"Habis, ini aku coba ke sana. Aku juga di kasih tahu temenku ada paranormal di desanya. Mungkin besok aku kesana," kata Abi sembari menyeduh kopi panasnya. Ada rasa lega di hati Dyah ketika melihat mbah Uti menemani Mila. Setidaknya sekarang ada yang selalu menjaganya kalau Dyah sedang sibuk. Dyah juga tidak perlu menunggu suaminya lagi kalau mau sekedar buang hajat. 

Abi kemudian kebelakang memberi minum kambing dan sapi dengan dedak yang sudah dicampur dengan garam. Sementara Dyah merapikan baju mbah Uti dan memasukanya di almari. 

Dyah membersihkan kamar depan. Tepat di depan ruang tamu, biasanya ia tidur di kamar tengah. Ada tiga kamar di rumah itu. Sementara kamar belakang digunakan untuk menyimpan padi hasil panen dan gerabah. 

Ruang tamu dan ruang tengah sebenarnya los. Hanya diberi almari saja oleh Dyah sebagai sekat. Jika, almari itu dipindahkan, maka ruang tengah dan ruang tamu menjadi satu ruangan memanjang. Rumah Dya memang cukup luas, sementara rumah tetangga masih di dominasi dengan bambu atau bedek. Mungkin itu pulalah yang membuat Nuning sangat iri kepada Dyah. 

Belum lagi perhiasan Dyah dari anting, kalung, dan cincin semua lengkap. Mila yang masih bayi pun sudah memakai gelang di tangan kiri dan kanannya. Kini semua dilepas oleh Dyah. Disimpanya semua perhiasan itu baik-baik didalam almari.

🌿🌿🌿

Magrib. 

Abi belum juga pulang dari rumah orang pintar, syukurlah sudah ada mbah Uti yang menjaga Mila. Dyah menutup pintu rapat-rapat setelah menebarkan garam mengelilingi rumah mengantikan suaminya. Kemudian ia ke kamar dan merebahkan diri di samping Mila dengan mbah Uti. Mereka tidur di bawah. Tidak memakai dipan. Dyah menyalakan TV sambil menunggu azan magrib. Ada kaca besar di kamar depan sehingga ia dan mbah uti bisa melihat suasana di luar walau hanya kebun salak dan kebun mangga milik Nuning saja pemandanganya. Sesekali ada warga yang lewat.

"Nah, gini lho, Mbok. Genduk kalau mau magrib pasti badanya Mila tiba-tiba anget!" keluh Dyah. Mbah Uti lantas meraba keningnya.

"Awalnya aku mimpi, Genduk diajak Jamil naik kereta kencana, Mbok! Terus Genduk sakit sampai sekarang ini!" tambah Dyah, ia keluarkan semua uneg-unegnya. 

"Jamil, itu yang tokonya gede itu?"

"Iya, Mbok!" 

"Wes, Bismilah saja. Gendukku baik-baik saja yo, Nduk!" ucap Mbah Uti sambil terus berdoa dengan bahasa kejawen yang sulit dimengerti. 

Tepat sebelum magrib berkumandang, Abi pun datang. 

Tok! Tok! Tok! 

Terdengar pintu belakang diketuk. Abi memang lebih suka masuk ke rumah lewat pintu belakang karena langsung mencuci kaki dan berwudu sebelum masuk.

"Ini!" Abi menyerahkan sebuah buntelan berisi air putih dalam botol. "Balurkan air itu keseluruh tubuh Mila. Diminumkan juga!" katanya. Kemudian ia melaksanakan salat magrib bergantian dengan Dyah dan uti. 

Setelah salat, semua berkumpul dikamar. Abi memeriksa kening Mila, ia menghela napas berat, kemudian ia keluarkan dengan kasar. 

"Bagaimana kata mbah Surip?" tanya Dyah, sementara mbah uti menyimak sambil memijat tangan kecil cucunya.

"Mila, diincar!" jawab Abi singkat. "Mbah Surip akan mbantu menangkal dari rumahnya," tambah Abi. Kemudian Abi masuk ke kamar tengah untuk istirahat, karena nanti malam gantian Abilah yang begadang menjaga Mila. Sementara itu, Dyah dan mbah uti istirahat. 

Masih begitu sore, sekitar pukul sembilanan. Telinga Dyah menangkap suara kidung yang di tembangkan seseorang 

"Mbok, denger suara kidung nggak, Mbok?" tanya Dyah kepada mbah uti. 

"Ora, Nduk! Opo, awakmu krungu?" 

"Nggak, Nduk! Apa, kamu denger?" 

"Iya, Mbok. Tapi, suarane cilik!" 

"Iya, Mbok. Tapi, suaranya kecil!" 

"Ra usah dirungokke. Dungo wae!"

"Nggak perlu didengerin. Berdoa saja!" 

Dyah pun mulai melantunkan doa. TV memang menyala tapi tak dihiraukannya. Tiba-tiba terdengar suara suaminya yang mengerang kesakitan. 

Aarrgg! 

"Lah, suorone Abi toh, iku Dyah."

"Lah, suaranya Abi kah, itu Dyah."

"Eh, iya Mbok." Dyah memasang telinganya baik-baik. "Mbok, apapun yang terjadi, jangan pernah tinggalin Mila ya, Mbok!" pesan Dyah sebelum pergi ke kamar sebelah.

Abi menekan perutnya, melintir dan berguling kekiri dan ke kanan. 

"Mas, Mas, kenapa Mas?!" tanya Dyah panik. Tak, seperti biasanya suaminya kesakitan seperti itu. Sementara mbah Uti tak berani meninggalkan Mila seperti  pesan Dyah. Mbah Uti juga tidak mengendong cucunya. Ia hanya terus melantunkan doa di ubun-ubun Mila.

"Nggak tahu, Dik. Perutku se- seperti disilet-silet! Sakit banget!" kata Abi sambil terus mengerang. 

"Mas, jangan bikin aku takut, Mas! Ya, Allah!" Dyah panik tidak tahu harus berbuat apa! 

"Aku harus apa ya, Allah! Mas ...." 

Tok! Tok! Tok! 

Assalamualaikum! Teriak seseorang. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Pikir Dyah. 

Assalamualaikum! Suara itu terdengar lagi.

"Dyah ... Abi!"

Kali ini terdengar panggilan dan gedoran pintu secara bersamaan. Bingung dengan suaminya yang kesakitan Dyah berlari ke depan, ingin tahu siapa yang bertandang. Dyah menyibak korden sebelum membuka pintu. Jangan sampai cuma ada ketukan tanpa wujud bertamu. 

Seorang laki-laki terlihat berdiri di depan pintu. 

Siapa dia? 

Comments (4)
goodnovel comment avatar
TiSu
ceritanya sebenarnya menarik hanya tidak konsisten di sudut pandang pencerita. Ini fatal sebenarnya bagi penulis
goodnovel comment avatar
Fira Gibrant
mahal bngt koinnya, yg lain 14koin ni 19 ......
goodnovel comment avatar
Najwa Mikaila
harus beli koin HARGANYA MAHAL
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status